Minggu, 5 Oktober 2025

Gadis Kecil Penderita Penyakit Langka Ataxia Kini Hanya Bisa Bernafas

Anisa divonis dokter di RS Fatmawati menderita penyakit langka Spinocerebellar Degeneration Ataxia atau ataxia.

Editor: Johnson Simanjuntak
Budi Malau/Warta kota
Anisa Alita Aldiansyah, gadis kecil yang berusia belum genap 8 tahun, terbaring lemah akibat penyakit langka Spinocerebellar Degeneration Ataxia di rumahnya di Jalan Margonda, Gang Manggah 2, Pancoran Mas, Depok, didampingi ayahnya Iwan Aldiansyah, Kamis (12/2/2015). 

TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Gadis kecil itu terbaring lemah diatas kasur tipis di ruangan yang lembab dan sempit seluas sekitar 4 meter persegi. Tatapannya kosong dengan wajah mungil yang nyaris tanpa ekspresi. Tubuhnya kelihatan ringkih. Kedua tangan dan kakinya seperti tulang dibalut kulit.

Bocah perempuan yang tampak layu itu adalah Anisa Alita Aldiansyah. Usianya belum genap 8 tahun. Anisa merupakan anak pertama dari dua bersaudara, pasangan suami istri Iwan Aldiansyah (39) dan Rita Marianti (34).

Sampai usianya lewat 4 tahun Anisa masih tumbuh menjadi anak yang sangat aktif dan cerdas. Tawa dan keceriaannya menjadi dambaan siapapun termasuk kebanggaan kedua orangtuanya.

"Anisa, anak saya ini pinter mas. Dia sangat ceria dan bikin semua orang pasti tersenyum kalau bicara dengan dia. Tapi sekarang, dia tak bisa apa-apa lagi," kata Rita Marianti, ibunda Anisa saat ditemui Warta Kota di rumahnya di Jalan Margonda, Gang Mangga RT 5/12, Nomor 48, Pancoran Mas, Depok, Kamis (12/2/2015) sore.

Anisa divonis dokter di RS Fatmawati menderita penyakit langka Spinocerebellar Degeneration Ataxia atau ataxia. Belum ada obat ampuh untuk menyembuhkan penyakit langka ini. Ataxia adalah penyakit yang membuat otak kecil penderitanya menciut juga menyerang tulang belakang.

Hal ini menyebabkan semua syaraf otot motoriknya tidak terkendali dan semakin lama secara bertahap akan benar-benar tak berfungsi. Hal inilah yang terjadi pada Anisa. Sesekali tangan dan kakinya yang kurus menyentak kecil secara tiba-tiba. Kepalanya juga tak jarang tersentak bergerak ke kanan atau ke kiri dengan mendadak.

"Anisa gak bisa mengontrol gerakannya lagi. Bahkan dia sudah gak bisa apa-apalagi sejak tahun 2012. Sudah hampir 3 tahun dia seperti ini dan hanya bisa terbaring saja," kata Iwan, ayah Anisa sambil memandangi bocah kecilnya itu.

Mata Anisa pun berkedip. Namun tatapannya tetap kosong. Bibirnya yang terkatup membuka lalu kembali tertutup. Sesekali usai tangan mungilnya tersentak, tangan itu lalu bergetar.

"Saya rindu pelukan Anisa. Dulu, kalau dia habis mandi, dia bilang Anisa sudah wangi mak. Dan saya peluk dia, dia balas dengan hangat sekali. Pelukannya kuat sekali. Tapi sekarang, kalau saya peluk, dia tak bisa membalasnya," kata Rita, sang ibu.

Rita mengatakan dengan penyakitnya Anisa tidak bisa memakan nasi. Sebab nasi bisa membuatnya tersedak karena syarafnya tak terkendari, dan bahkan bisa menimbulkan kematian bagi penderita Ataxia.

"Kata dokter kalau makan nasi bisa berbahaya. Jadi sekarang dia makannya bubur. Itupun bibir dan mulutnya harus kita bukain supaya makanan masuk," kata Rita.

Menurut Rita, hilangnya gerakan motorik Anisa dimulai pada sekitar pertengahan tahun 2012 lalu.

"Dia bangun tidur merangkak dan gak bisa berdiri. Lalu saya peluk dia, dan saya berdirikan. Tapi kakinya gemetar dan merangkak lagi. Sejak itu pelan-pelan syaraf otot motoriknya semakin gak berfungsi," ujar Rita.

Karena tak bisa berjalan, setelah itu, Anisa hanya bisa duduk. "Lehernya masih bisa tegak dan menopang kepalanya. Setelah itu makin lama, gak bisa apa-apa," katanya.

Hanya dalam waktu sebulan kemudian, pinggangnya sudah tak bisa menopang tubuh dan lehernya tak bisa menopang kepala.

"Akhirnya dia hanya bisa terbarin seperti saat ini. Bicarapun sudah tak bisa. Padahal suaranya sangat lucu. Saya kangen suara Anisa," kata Rita sedih.

Iwan, ayah Anisa, menceritakan ataxia yang diderita anaknya berawal saat Anisa menderita kejang tanpa demam pada 2010.

Ia lalu membawanya ke Puskesmas Pancoran Mas. Di sana Anisa diberi obat kejang. Namun kejangnya terus terjadi. Anisa akhirnya dirujuk ke RS Fatmawati sekitar 2011.
Setelah menjalani pemeriksaan dan beberapa kali perawatan, dokter RS Fatmawati memvonis Anisa menderita Spinocerebellar Degeneration Ataxia atau ataxia.

"Kata dokter penyakit ini langka dan belum ada obatnya. Makin lama katanya otot anak saya akan makin lemah dan kondisinya dia tak akan bisa bergerak apa-apa. Saya dan istri marah mendengar dokter bilang seperti itu. Bukankah Tuhan bilang kalau semua penyakit itu ada obatnya," kata Iwan.

Kemarahan Iwan dan istrinya Rini, bukan tanpa alasan. "Sebab Anisa cuma kejang saja, dan kalau hari biasa, sangat lincah dan sangat aktif. Jadi saya gak percaya dengan vonis dokter. Bahkan saya bilang ke dokter, kok ngomongnya seperti itu dan bukan memberi semangat," ujar Iwan.

Namun keesokan harinya, Iwan memahami vonis dokter setelah mengetahui informasi seputar Ataxia dari internet.

Apa yang dikatakan dokter pun akhirnya terjadi pertengahan 2012. Sejak itu perlahan, Anisa kehilangan semua gerak motorik dan syaraf ototnya. Sejak pertengahan 2012 Anisa hanya bisa berbaring dan tak bisa bergerak apa-apa lagi. "Cuma satu yang bisa dilakukannya yakni bernafas saja," ujar Iwan.

Iwan dan Rita kini mulai pasrah. Anak pertama mereka itu, kini sudah tak lagi dibawa ke dokter dan mengonsumsi obat kejang.

"Sudah setahun lebih Anisa tak lagi saya bawa ke dokter. Untuk obat kejang, dosisnya dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya kini tak minum obat lagi," kata Iwan yang kini hanya berjualan pulsa telepon di depan rumahnya.

Menurut Iwan penghasilannya sebulan sekitar Rp 3 Juta. Iwan mengaku, sejak awal ke Puskesmas Pancoran Mas, sampai ke RS Fatmawati, semua biaya pengobatan ditanggung Jamkesda.

Namun ia tak punya biaya untuk membawa Anisa ke RS, karena saat ini harus menggunakan taksi mengingat Anisa tak bisa bergerak apa-apa.

"Sekali berobat, harus punya uang minimal Rp 300.000. Itu untuk ongkos taksi ke RS Fatmawati. Seminggu, minimal harus berobat 2 kali," kata Iwan dengan suara parau.
Menurutnya Anisa kini sesekali menjalani pengobatan alternatif.

Walau penyakit yang dialami Anisa dikatakan belum ada obatnya, Iwan dan Rita masih tetap optimistis anaknya bisa sembuh.

"Tantenya pernah membawa Anisa ke Palembang untuk pengobatan alternatif, tapi ternyata nggak juga sembuh. Saya juga terus mencari informasi. Saya berharap ada penemuan baru dari dokter ahli soal obat penyakit ini," kata Iwan.

Dengan segala keterbatasan, Iwan berjanji akan terus mengusahakan kesembuhan Anisa.
Walaupun Iwan sendiri menderita penyakit getah bening. Karena penyakit itulah Iwan tak lagi bekerja dan hanya menjual pulsa di depan rumahnya.

"Saya bersyukur masih ada orang yang berbaik hati memberikan bantuan kursi roda untuk anak saya, walaupun saat ini kursi roda tak bisa dipakai lagi," kata Iwan.

Iwan berharap ada mukjizat yang bisa menyembuhkan Anisa. "Saya percaya mukjizat itu pasti ada, dan kami bisa merasakan pelukan Anisa lagi," kata Iwan yang diamini Istrinya Rita.(bum)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved