Sabtu, 4 Oktober 2025

10 Mitos tentang Perubahan Iklim: Benarkah Kenaikan Suhu 1,5 Derajat Celsius Tidak Terasa Dampaknya?

Inilah 10 mitos tentang perubahan iklim yang perlu diluruskan, benarkah kenaikan suhu 1,5 derat Celsius tidak berdampak apa-apa?

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Febri Prasetyo
Pexels
MITOS PERUBAHAN IKLIM - Foto ilustrasi perubahan iklim yang diunduh dari Pexels pada 4 Juli 2025. Inilah 10 mitos tentang perubahan iklim yang perlu diluruskan, benarkah kenaikan suhu 1,5 derajat Celsius tidak berdampak apa-apa? 

TRIBUNNEWS.COM – Krisis iklim menjadi topik hangat di berbagai media.

Namun, masih banyak kesalahpahaman mengenai apa itu perubahan iklim dan apa penyebab utamanya.

Mengutip WWF dan nationalgrid.com, berikut 10 mitos paling umum tentang perubahan iklim.

Mitos 1: Iklim Bumi selalu berubah

Memang benar bahwa iklim Bumi telah mengalami banyak perubahan selama 4,5 miliar tahun.

Namun, kali ini skala perubahannya berlangsung sangat cepat dan belum pernah terjadi sebelumnya.

Laju kenaikan suhu saat ini setidaknya 10 kali lebih cepat dibandingkan dengan kepunahan massal terakhir 65 juta tahun lalu, ketika 95 persen spesies laut dan 70 persen spesies darat punah.

Perubahan yang dulunya terjadi dalam ratusan ribu tahun kini berlangsung hanya dalam beberapa dekade.

MITOS PERUBAHAN IKLIM - Foto ilustrasi perubahan iklim yang diunduh dari Pexels pada 4 Juli 2025. Inilah 10 mitos tentang perubahan iklim yang perlu diluruskan, benarkah kenaikan suhu 1,5 derajat Celcius tidak berdampak apa-apa?
MITOS PERUBAHAN IKLIM - Foto ilustrasi perubahan iklim yang diunduh dari Pexels pada 4 Juli 2025. Inilah 10 mitos tentang perubahan iklim yang perlu diluruskan, benarkah kenaikan suhu 1,5 derajat Celcius tidak berdampak apa-apa? (Pexels)

Mitos 2: Pemanasan global tidak nyata karena cuaca masih terasa dingin

Pemanasan global mengacu pada peningkatan suhu rata-rata permukaan Bumi, yang menyebabkan gangguan dalam sistem iklim alami.

Perubahan ini membuat peristiwa cuaca ekstrem seperti kekeringan, gelombang panas, dan badai menjadi lebih sering dan lebih parah.

Aneh tapi nyata, pemanasan global juga bisa meningkatkan kemungkinan terjadinya cuaca dingin ekstrem.

Perlu dipahami perbedaan antara cuaca (perubahan jangka pendek) dan iklim (pola jangka panjang).

Baca juga: Kolaborasi Multisektor Wujudkan Ketahanan Iklim dan Pelestarian Hutan Kalbar 

Variasi musiman, seperti musim dingin yang tetap terasa dingin, tetap terjadi meskipun suhu global meningkat.

Mitos 3: Kenaikan suhu 1,5°C tidak terasa dampaknya

Faktanya, kenaikan suhu sekecil apa pun bisa berdampak besar terhadap cuaca dan kehidupan di Bumi.

Menurut Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), jika suhu naik 2°C, lebih dari 2 miliar orang akan secara teratur terpapar panas ekstrem—dua kali lipat dibanding jika kenaikan dibatasi hingga 1,5°C.

Perbedaan setengah derajat juga bisa menyebabkan hilangnya dua kali lebih banyak spesies tumbuhan dan vertebrata, serta tiga kali lebih banyak spesies serangga.

Mitos 4: Manusia tidak mungkin menyebabkan perubahan iklim

Perubahan iklim saat ini terjadi terlalu cepat untuk bisa dijelaskan hanya dengan faktor alami.

Suhu global telah meningkat tajam sejak Revolusi Industri, dan tiga dekade terakhir mencatat suhu tertinggi sejak pengukuran dimulai.

Mayoritas pemanasan ini berasal dari pembakaran bahan bakar fosil—batu bara, minyak, dan gas—yang melepaskan gas rumah kaca ke atmosfer, menciptakan “selimut” panas di sekitar Bumi.

Mitos 5: Energi terbarukan lebih mahal

Saat ini tenaga angin dan matahari adalah sumber energi yang lebih murah dibandingkan dengan energi dari gas impor.

Transisi ke energi hijau bukan hanya pilihan ramah lingkungan, tapi juga langkah strategis untuk menekan biaya dan meningkatkan ketahanan energi nasional.

Mitos 6: Tumbuhan membutuhkan karbon dioksida, jadi peningkatannya bukan masalah

Benar, tumbuhan membutuhkan CO₂ untuk fotosintesis.

Namun, kemampuan mereka menyerap CO₂ sangat terbatas dan semakin berkurang karena deforestasi besar-besaran.

Tingkat CO₂ di atmosfer saat ini belum pernah setinggi ini dalam tiga juta tahun terakhir, dan itu akibat aktivitas manusia.

Mitos 7: Hewan akan beradaptasi dengan perubahan iklim

Sebagian spesies memang bisa beradaptasi, namun banyak yang tidak.

Perubahan iklim memaksa flora dan fauna untuk memilih antara pindah atau beradaptasi.

Baca juga: Kapolri Ungkap Tantangan Konflik Geopolitik, Perubahan Iklim hingga Disrupsi Teknologi Informasi

Tapi dengan kecepatan perubahan yang sangat tinggi dan rusaknya habitat akibat pembangunan, banyak spesies tidak bisa beradaptasi cukup cepat, dan pada akhirnya terancam punah.

Mitos 8: Populasi beruang kutub meningkat

Faktanya, perubahan iklim adalah ancaman terbesar bagi beruang kutub.

Arktik menghangat empat kali lebih cepat dari rata-rata global, menyebabkan es laut mencair lebih awal dan membeku lebih lambat.

Ini membuat beruang kutub kesulitan berburu dan berkembang biak.

Populasi beruang kutub diperkirakan bisa menurun hingga 30 persen pada pertengahan abad ini.

Mitos 9: Gelombang panas dan kebakaran hutan tidak terkait perubahan iklim

Perubahan iklim memperburuk frekuensi dan intensitas bencana cuaca ekstrem seperti gelombang panas, banjir, dan kebakaran hutan.

Data menunjukkan bahwa gelombang panas ekstrem meningkat sejak 1950-an, dan penyebab utamanya adalah aktivitas manusia.

Kondisi lebih kering dan panas memicu kebakaran hutan yang lebih luas dan sulit dikendalikan, memperpanjang musim kebakaran dan memperburuk dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan.

Mitos 10: Semua sudah terlambat, tak ada yang bisa dilakukan

Anggapan ini keliru dan berbahaya.

Menurut laporan terbaru IPCC, masih ada waktu untuk mencegah dampak terburuk perubahan iklim.

Namun kita harus bertindak sekarang.

Tujuan untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5°C masih mungkin dicapai, tapi membutuhkan langkah besar dari pemerintah, bisnis, dan juga masyarakat.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Setiap orang dapat berkontribusi dalam mengatasi perubahan iklim dan mengurangi emisi gas rumah kaca, baik di rumah, dalam perjalanan, maupun di lingkungan komunitas.

Berikut adalah tindakan utama yang dapat Anda lakukan, menurut US Environmental Protection Agency (EPA):

Di Komunitas Anda

  • Pelajari lebih dalam tentang ilmu perubahan iklim dan jangan ragu untuk menyuarakan kepedulian Anda.
  • Cari tahu bagaimana perubahan iklim berdampak pada hal-hal yang Anda pedulikan, dan bagikan informasi tersebut kepada orang lain untuk meningkatkan kesadaran.

Di Rumah

  • Gunakan peralatan dan perlengkapan rumah tangga yang hemat energi dan air.
  • Jika memungkinkan, manfaatkan sumber energi terbarukan untuk kebutuhan rumah tangga Anda.
  • Jaga suhu rumah tetap nyaman dengan isolasi yang baik dan perawatan peralatan pemanas atau pendingin secara rutin.
  • Kurangi limbah dengan menerapkan prinsip 4R: reduce (kurangi), reuse (gunakan kembali), repair (perbaiki), dan recycle (daur ulang).

Dalam Perjalanan

  • Gunakan moda transportasi ramah lingkungan, seperti transportasi umum, berjalan kaki, bersepeda, atau berbagi kendaraan (carpool).
  • Kurangi perjalanan yang tidak perlu dan pilih kendaraan yang hemat bahan bakar untuk mobilitas sehari-hari.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved