Profil Juan dan Fahrul, Ilmuwan Indonesia yang Diakui Dunia, Temuannya Jadi Harapan Pasien Diabetes
Juan lahir di Jakarta pada 1993. Ia menempuh pendidikan menengah di Shanghai, dan melanjutkan kuliah S1 Sains di Boston.
Penulis:
Willem Jonata
Editor:
Erik S
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juan Leonardo dan Fahrul Nurkolis, dua ilmuan muda dari Indonesia, berhasil menemukan senyawa baru, yang mereka namakan Juanleoxy Fahrulanoside (C12H23NO9).
Senyawa tersebut dapat mengendalikan kadar gula darah setelah makan, kemudian meningkatkan rasa kenyang, sekaligus mendukung kesehatan metabolisme untuk mengatasi penyakit seperti diabetes.
Atas temuan tersebut, Juan dan Fahrul diundang sebagai pembicara di International Congress of Nutrition (ICN) 2025 di Paris, Prancis, pada 24–29 Agustus.
Baca juga: Ini Penyebab Kelahiran Prematur: Usia, Hipertensi, Pre Eklampsia Hingga Diabetes
Forum empat tahunan yang digelar International Union of Nutritional Sciences (IUNS), diakui UNESCO dan WHO, serta mendapat dukungan langsung dari Presiden Prancis Emmanuel Macron.
ICN dikenal sebagai panggung ilmiah paling bergengsi di bidang gizi dunia.
“Kami mengirimkan abstrak sesuai jadwal ICN pada Juli–Desember 2024, dan hasil seleksi diumumkan Mei 2025. Saat diterima, itu momen bersejarah, karena hanya sedikit peneliti muda dari Indonesia yang bisa tampil di forum sebesar ini,” ujar Fahrul, dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Kamis (4/9/2025).
Senyawa Juanleoxy Fahrulanoside sudah terdaftar di National Library of Medicine. Kini tengah diajukan untuk memperoleh hak paten.
Penelitian Berawal dari Obat Herbal
Penelitian bermula dari eksplorasi terhadap Delites, obat herbal berbasis formula tradisional Tiongkok yang sudah lama digunakan di Indonesia.
Dengan pendekatan bioinformatika, senyawa ini terbukti menargetkan GLP-1 modulator, reseptor penting dalam pengendalian diabetes.
Baca juga: Fakta Baru: Fast Food dan Minuman Manis Percepat Risiko Diabetes pada Remaja
“Mekanisme ini berperan menurunkan kadar gula darah setelah makan, meningkatkan rasa kenyang, sekaligus mendukung kesehatan metabolisme,” jelas Juan.
Uji laboratorium menunjukkan perubahan signifikan pada marker metabolik, dan hasil riset telah dipublikasikan di Frontiers in Nutrition (Swiss), jurnal bereputasi kategori Scopus Q1.
Penelitian ini juga diperkuat oleh kolaborasi dengan pakar senior seperti Dr. Rony (USU) dan Prof. Dr. dr. Nurpudji (UNHAS).
Dijelaskan bahwa, proses penemuan ini dimulai sejak 2022, melalui serangkaian tahapan, mulai dari integrasi literatur herbal dengan teknologi modern, in silico screening, validasi metabolomik, hingga uji awal in vitro.
“Lebih dari satu tahun, kami berinvestasi penuh, mulai dari karakterisasi senyawa hingga uji eksperimental pada hewan percobaan,” kata Juan.
Namun perjalanan itu tidak mudah. Mereka menemui kesulitan. Yang terbesar adalah keterbatasan fasilitas riset di dalam negeri, mulai dari instrumen canggih hingga pendanaan berkelanjutan.
Diabetes Tipe 1 pada Anak, Penyakit Autoimun yang Sering Terlambat Terdeteksi |
![]() |
---|
WHO Keluarkan Obat Baru Tambahan untuk Penyakit Kanker dan Diabetes, Ini Daftarnya |
![]() |
---|
Mengintip Terapi Elektromagnetik Ala Shinse Rian, Alternatif Modern dalam Pengobatan Tradisional |
![]() |
---|
Kondisi Kesehatan Yetty Wijaya Sebelum Meninggal, Sakit Diabetes dan Sempat Koma di RS |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.