Prof Teguh Santoso Beber Metode Baru Tangani Pasien Jantung Koroner di Indonesia
Prof. Dr. dr. Teguh Santoso, SpJP(K), dokter spesialis jantung intervensi, mengatakan, pengobatan PJK umumnya mengandalkan penggunaan stent logam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sampai saat ini penyakit jantung koroner (PJK) masih menjadi penyebab utama kematian di Indonesia, selain diabetes, dan stroke serta beberapa penyakit lain.
Prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia juga terus menunjukkan tren meningkat. Yang lebih mengkhawatirkan, penderita PJK kini semakin banyak ditemukan pada usia muda, baik secara global maupun di Indonesia.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran baru di kalangan ahli jantung dunia mengenai pentingnya hasil pengobatan jangka panjang yang lebih baik dan berkelanjutan.
Prof. Dr. dr. Teguh Santoso, SpJP(K), dokter spesialis jantung intervensi, mengatakan, pengobatan PJK umumnya mengandalkan penggunaan stent logam dan stent bioabsorbable.
Meskipun membawa kemajuan, kedua jenis stent ini memiliki keterbatasan karena sifatnya yang kaku dan menetap dalam pembuluh darah.
Hal ini dapat mengganggu fungsi alami pembuluh darah dan meningkatkan risiko komplikasi jangka panjang, seperti penyumbatan ulang (re-stenosis).
“Stent logam maupun bioabsorbable memang memberikan solusi penting, namun strukturnya yang rigid membuatnya tidak dapat beradaptasi dengan perubahan alami tubuh, yang pada akhirnya bisa menimbulkan komplikasi,” jelas Prof. Teguh.
Mengikuti Ritme Alami Tubuh
Prof. Teguh menjelaskan, teknologi Bioadaptor menggunakan pendekatan berbeda. Tidak seperti stent konvensional yang bersifat statis, Bioadaptor tidak hanya membuka pembuluh darah yang tersumbat tetapi juga memungkinkan proses penyembuhan yang lebih alami.
Perangkat ini dirancang untuk melepaskan tekanan secara bertahap terhadap dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah dapat kembali bergerak mengikuti ritme alami tubuh setelah beberapa waktu.
“Teknologi ini memberikan kesempatan bagi pembuluh darah untuk beradaptasi dan memulihkan diri tanpa kehilangan fungsinya. Hasilnya, kualitas hidup pasien meningkat dan risiko komplikasi jangka panjang dapat ditekan,” kata Prof. Teguh.
Pengalaman Klinis di Indonesia
Sejak dikembangkan di Amerika Serikat, Bioadaptor kini digunakan di beberapa rumah sakit di Indonesia. Prof. Teguh sendiri mengaku telah melakukan lebih dari 400 prosedur menggunakan teknologi ini dengan hasil yang sangat menggembirakan.
“Kami telah menerapkannya dalam berbagai prosedur angioplasti di Jakarta dan sejauh ini tidak ditemukan komplikasi serius. Pasien pulih lebih cepat dan menunjukkan hasil klinis yang sangat positif,” ujar Prof. Teguh.
Sebagai pakar yang telah dikenal di tingkat internasional, Prof. Teguh kerap diundang ke berbagai negara untuk berbagi pengalaman ilmiah mengenai teknik pemasangan stent, termasuk menghadapi kasus-kasus kompleks yang berhasil ditangani dengan baik.
Pentingnya Edukasi dan Seleksi Pasien
Sebagai teknologi canggih, Bioadaptor idealnya digunakan pada pasien dengan kondisi tertentu untuk memperoleh hasil optimal. Oleh karena itu, edukasi kepada tenaga medis dan pasien menjadi kunci keberhasilan penerapannya.
Agar lebih mudah dipahami pasien, para dokter kerap menyederhanakan penjelasan teknologi ini sebagai 'stent yang dapat terpisah dan mengembalikan gerakan alami pembuluh darah'.
Diabetes Tipe 1 pada Anak, Penyakit Autoimun yang Sering Terlambat Terdeteksi |
![]() |
---|
Pakar Ingatkan Waspada Cuaca Panas Ekstrem, Mulai Heat Stroke, Dehidrasi, hingga Gangguan Jantung |
![]() |
---|
Minta Polda Metro Jaya Tak Proses Ferry Irwandi, IPW Singgung Putusan MK |
![]() |
---|
IPW Kecam TNI soal Laporkan Ferry Irwandi atas Dugaan Pencemaran Nama Baik, Singgung Putusan MK |
![]() |
---|
Mengenal Digital Subtraction Angiography, Teknologi untuk Melihat Jalur Macet di Pembuluh Darah Otak |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.