Senin, 29 September 2025

Kata Menkes Budi Gunadi Sadikin Soal Pembentukan Kolegium Kesehatan: Keterlibatan Saya 'Zero'

Budi pun merasa pertentangan ini muncul karena ada perubahan yang ia lakukan. Dan perubahan ini ternyata tidak disukai oleh banyak pihak.

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: willy Widianto
Tribunnews.com/Jeprima
MENKES JAWAB SOAL KOLEGIUM KESEHATAN - Menteri Kesehatan RI (Menkes) Budi Gunadi Sadikin saat berbincang dengan Tribun Network di kantor Kemenkes, Jakarta, Senin (18/11/2024). Menkes menyebut tidak terlibat dalam pembentukan kolegium kesehatan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belakangan muncul isu panas soal dunia kedokteran di Indonesia. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin digugat sejumlah dokter di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Baca juga: Tiap Tahun Ada 1 Juta Orang Tertular TBC di Indonesia, Ini Pesan Menkes untuk Kader Kesehatan

Gugatan tersebut berkaitan dengan proses pembentukan kolegium kesehatan Indonesia yang dianggap merugikan para dokter. Sebagian ada yang beranggapan jika pembentukan kolegium yang terdiri dari para dokter yang 'manut' dengan Kementerian Kesehatan. Terkait hal ini, Budi beri tanggapan.

“Ketua kolegium itu (dulu) dipilih dan ditentukan sendiri oleh segrup elit di kolegium itu. Sekarang yang kejadian adalah kolegium kan pemegang ilmu,” ujarnya dalam video yang diunggah di Instagram Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Selasa (11/5/2025).

Menteri Kesehatan kata Budi tidak terlibat dalam pembentukan kolegium tersebut. “Loh yang milih bertiga itu Menkes terlibat nggak? Zero. Tiga nama terbaiknya dipilih oleh seluruh anggota kolegiumnya,” tegasnya.

Lebih lanjut, Budi mengungkapkan jika perubahan kolegium yang kini masuk di dalam undang-undang justru berawal dari masukan salah satu pihak yang kini menggugatnya.  "Saya ketemu dengan banyak guru besar. Guru besar yang membuka pikiran saya untuk mengangkat kolegium(yang tadinya) dasar hukumnya dari anggaran dasar organisasi profesi loncat tinggi ke undang-undang adalah seorang profesor dari Surabaya yang sekarang menggugat saya di Mahkamah Konstitusi (MK)," paparnya.

Budi pun merasa pertentangan ini muncul karena ada perubahan yang ia lakukan. Dan perubahan ini ternyata tidak disukai oleh banyak pihak.

Baca juga: Soal Rudapaksa di RSHS Bandung, Menkes: Lebih Parah Kasus yang Terjadi di Undip

"Sudah saya lihat kenapa. Oh ternyata ada perubahan kedua yang saya lakukan, yang tidak berkenan kebanyak orang. Which is tidak apa-apa," ujarnya.

Perubahan tersebut adalah kolegium independen dari sisi ilmu. "Tapi kalau dia akan mengatur siapa, boleh melakukan apa, itu ada konflik interest-nya dengan orang-orang yang duduk di kolegium. Itu harusnya dia ada yang jaga, tidak boleh dia diberikan momen seluruhnya," kata Budi lagi.

Ia pun memberikan contoh. Dahulu, dokter spesialis bedah boleh melakukan tindakan kraniotomi evakuasi hematoma. Kraniotomi evakuasi hematoma adalah prosedur bedah yang dilakukan untuk mengangkat bekuan darah (hematoma) dari dalam otak.

Namun kini, tindakan ini hanya diperbolehkan oleh spesialis bedah saraf.​ "Akibatnya 300. 000 orang meninggal karena stroke (dalam) setahun. Spesialis bedah di 514 kabupaten mungkin cuma ada 40 cuma 50.  Tiba-tiba sekarang nggak boleh spesialis bedah melakukan itu," paparnya.

"Kenapa bisa begini, karena dulu nggak diajarin. Loh kenapa dulu bisa sekarang nggak bisa? Oh sudah diubah oleh kolegium ilmunya, yang boleh melakukan hanya bedah saraf," sambungnya.

Dirinya berharap prosedur ini bisa dilakukan kembali oleh dokter bedah.​ Begitu juga dengan penyakit lainnya seperti hemodialisis.

Baca juga: Kisah Menkes Budi Gunadi Sadikin Taklukkan Berlin Marathon Sejauh 42 Kilometer Saat Usia 60 Tahun

"Hemodialisa sekarang boleh tuh hanya spesialis penyakit dalam subspesialis Ginjal dan Hipertensi (KGH). Itu cuma ada berapa puluh? Kenapa sih spesialis penyakit dalam diturunkan ilmunya. Kalau menurut saya, diajarin dong boleh. Mau turunkan ilmunya ke bawah, supaya makin banyak yang bisa," lanjut Budi.

Menurut Budi, hal ini bisa berdampak kepada layanan kesehatan masyarakat.  "Jangan kemudian disedikitkan yang bisa, hanya di atas-atas saja. Kasihan dong masyarakat di bawah. Jadi konsen saya adalah menurunkan ilmu-ilmu yang dibutuhkan oleh masyarakat bawah, sebawah-bawahnya," tutup Budi.

DIketahui, para dokter ahli bergelar profesor doktor bersikap tegas atas SK Menteri Kesehatan yang mengatur tentang kolegium kesehatan. Para dokter ahli itu pun menggugat Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan