Temuan BPOM Tunjukkan Tingginya Risiko Migrasi BPA pada AMDK, Pelabelan jadi Upaya Lindungi Konsumen
pelabelan AMDK nantinya juga dapat memotivasi pelaku industri untuk berinovasi dalam menghadirkan kemasan air minum yang aman bagi masyarakat. Tentuny
Penulis:
Anniza Kemala
Editor:
Vincentius Haru Pamungkas
TRIBUNNEWS.COM - Potensi bahaya Bisfenol A (BPA) yang terdapat dalam Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) telah disoroti oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI dan kalangan pakar sejak lama.
BPOM bersama berbagai pakar senantiasa menekankan bahwa pelabelan galon isi ulang polikarbonat (PC) menjadi sebuah urgensi demi melindungi kesehatan puluhan juta masyarakat Indonesia.
“Dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dan memberi informasi yang benar dan jujur, BPOM berinisiatif melakukan pengaturan pelabelan AMDK pada kemasan plastik dengan melakukan revisi peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan,” demikian kata Kepala BPOM, Penny K. Lukito, seperti tertulis dalam rilis resmi di situs web BPOM.
Pada kegiatan sarasehan dalam rangka memperingati Hari Keamanan Pangan Dunia di Jakarta, Penny selaku menjelaskan regulasi pelabelan tersebut mengacu pada hasil kajian dan riset mutakhir di berbagai negara terkait risiko paparan BPA pada kesehatan publik.
"Semua kajian (scientific research) lebih kepada risiko yang sangat tinggi terhadap kesehatan akibat dari BPA," katanya.
Hal ini didukung oleh temuan uji migrasi BPOM pada AMDK galon polikarbonat, yang menunjukkan bahwa terdapat potensi masalah yang sangat besar pada kemasan galon isi ulang dari bahan plastik polikarbonat.
Berdasarkan uji migrasi BPOM pada AMDK galon polikarbonat (PC) sepanjang tahun 2021-2022, ditemukan bahwa 3,4 persen sampel di sarana peredaran tidak memenuhi syarat batas maksimal migrasi BPA yang dipatok BPOM: yakni 0,6 bpj (bagian per juta).
Lalu, terdapat 46,97 persen sampel di sarana peredaran dan 30,91 persen sampel di sarana produksi yang dikategorikan “mengkhawatirkan”, atau migrasi BPA-nya berada di kisaran 0,05 bpj sampai 0,6 bpj.
Lebih lanjut, ditemukan pula 5 persen di sarana produksi (galon baru) dan 8,67 persen di sarana peredaran yang dikategorikan “berisiko terhadap kesehatan”, karena migrasi BPA-nya berada di atas 0,01 bpj.
Baca juga: Labelisasi BPA Galon Guna Ulang, BPOM: Konsumen dapat Teredukasi dan Cerdas Memilih Produk
Pelabelan BPA akan untungkan pelaku industri dan masyarakat
Penny menyebut, pelabelan AMDK nantinya juga dapat memotivasi pelaku industri untuk berinovasi dalam menghadirkan kemasan air minum yang aman bagi masyarakat. Tentunya, ini juga memberikan keunggulan dalam menjaga keamanan dan kesehatan konsumen.
"Dari sisi konsumen, pelabelan risiko BPA adalah hak masyarakat untuk teredukasi dan memilih apa yang aman untuk dikonsumsi," katanya.
Dukungan untuk memperketat regulasi pelabelan BPA juga datang dari kalangan pakar, salah satunya yaitu Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono.
Dalam sebuah talkshow di televisi swasta beberapa waktu lalu, Pandu menegaskan bahwa BPA menghadirkan risiko yang ‘luar biasa’ bagi kesehatan manusia.
“Bahkan sebelum jadi manusia sudah berisiko, saat dalam kandungan, BPA berpotensi mengganggu pertumbuhan janin sehingga dalam perkembangannya akan menimbulkan banyak masalah kesehatan, termasuk autisme dan Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD),” katanya.
Ingin Hadirkan Saksi BPOM di Sidang, Pihak Nikita Mirzani: Biar Masyarakat Tahu Ini Masalah Skincare |
![]() |
---|
Indomie Soto Banjar Limau Kuit Dinyatakan Aman, BPOM Klarifikasi Temuan Taiwan |
![]() |
---|
WHO Ungkap Jutaan Anak di Dunia Termasuk Indonesia Tewas Akibat Layanan Kesehatan Tidak Aman |
![]() |
---|
Pihak BPOM Disebut Akan Bersaksi di Sidang Kasus Nikita Mirzani vs Reza Gladys, Ini Harapan Sahabat |
![]() |
---|
Kepala BPOM Curhat Panen Kritik di Medsos Soal Kasus Indomie Soto Banjar Limau Kuit |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.