Minggu, 5 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Bela Israel, AS Jatuhkan Sanksi ke 4 Anggota Pengadilan Kriminal Internasional

AS umumkan sanksi ke 4 anggota ICC usai keluarkan surat penangkapan Netanyahu. Israel sambut baik, ICC kecam keras

Situs resmi Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC)
HAKIM ICC - Kolase foto dari Situs resmi Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC). Empat pejabat ICC yang dikenai sanksi Amerika Serikat (AS): Kimberly Prost (Kanada), Nicolas Guillou (Prancis), Nazhat Shameem Khan (Fiji), dan Mame Mandiaye Niang (Senegal). 

TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi baru kepada empat pejabat Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).

Langkah ini disebut sebagai upaya Washington untuk melindungi sekutu dekatnya, Israel.

Langkah ini menyusul surat perintah penangkapan yang dikeluarkan ICC terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang di Gaza.

Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) adalah lembaga peradilan internasional yang bersifat permanen dan independen.

ICC memiliki wewenang untuk mengadili individu atas kejahatan paling serius menurut hukum internasional

Kejahatan yang termasuk dalam yurisdiksi ICC meliputi: genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang.

ICC didirikan berdasarkan Statuta Roma yang diadopsi pada 17 Juli 1998 dan mulai berlaku pada 1 Juli 2002.

Kantor pusatnya berada di Den Haag, Belanda dan hingga kini memiliki lebih dari 120 negara anggota.

Dalam pernyataan resmi, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menyebut ICC sebagai “ancaman keamanan nasional”.

Rubio menuduh lembaga tersebut menjadi alat perang hukum terhadap AS dan Israel.

"Pengadilan tersebut telah menjadi instrumen yang digunakan untuk menyerang sekutu kami,” ujar Rubio, seperti dikutip Al Jazeera (20/8/2025).

Empat pejabat ICC yang dikenai sanksi adalah Kimberly Prost (Kanada), Nicolas Guillou (Prancis), Nazhat Shameem Khan (Fiji), dan Mame Mandiaye Niang (Senegal).

Baca juga: Ben Gvir Masukkan Foto-foto Kehancuran Gaza ke Dalam Penjara Israel

Guillou diketahui memimpin panel praperadilan yang mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu, sementara Khan dan Niang menjabat sebagai wakil jaksa penuntut umum.

Prost dikenai sanksi karena mendukung penyelidikan ICC terhadap personel militer AS di Afghanistan.

ICC mengecam keras langkah Washington, menyebutnya sebagai “serangan terang-terangan terhadap independensi lembaga peradilan yang imparsial” dan terhadap para korban kejahatan perang di seluruh dunia.

Pengadilan menegaskan akan tetap melanjutkan tugasnya “tanpa memperhatikan tekanan atau ancaman apa pun.”

Netanyahu menyambut baik sanksi tersebut dan menyebutnya sebagai “tindakan tegas melawan kampanye kebohongan terhadap Negara Israel.”

AS dan Israel bukan anggota ICC, namun pengadilan berwenang mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap warga negara non-anggota jika kejahatan terjadi di wilayah negara anggota.

Dalam kasus Gaza, Palestina adalah pihak dalam ICC.

Sanksi ini memperpanjang ketegangan antara AS dan ICC, yang sebelumnya telah menyelidiki kemungkinan kejahatan perang oleh pasukan AS di Afghanistan.

Pemerintahan Trump telah lebih dulu menjatuhkan sanksi terhadap pejabat ICC awal tahun ini, yang menuai kritik luas dari komunitas internasional.

Dua pejabat yang kini dikenai sanksi berasal dari Prancis dan Kanada—dua negara yang baru-baru ini menyatakan dukungan terhadap pengakuan negara Palestina sebagai respons atas pelanggaran Israel di Gaza dan pengusiran warga Palestina dari Tepi Barat.

Kementerian Luar Negeri Prancis menyatakan bahwa peran para hakim ICC “penting dalam melawan impunitas.”

Sementara itu, juru bicara PBB Stephane Dujarric menyebut sanksi AS sebagai tindakan yang “merusak fondasi keadilan internasional” dan “menghambat fungsi kantor kejaksaan.”

Al Jazeera melaporkan bahwa langkah AS ini memperkuat kesan bahwa Washington lebih memilih melindungi sekutunya daripada menegakkan hukum internasional secara konsisten.

Genosida Gaza

Pada 7 Oktober 2023, Hamas melancarkan serangan kejutan dari Jalur Gaza ke wilayah Israel selatan.

Serangan ini melibatkan tembakan ribuan roket dan masuknya pasukan darat Hamas yang menyusup ke beberapa komunitas dan pangkalan militer Israel.

Baca juga: Netanyahu Perintahkan Persingkat Waktu Perebutan Kendali Gaza

Serangan tersebut mengakibatkan banyak korban jiwa dan penculikan warga sipil serta tentara Israel.

Sebagai tanggapan, Israel mendeklarasikan perang dan melancarkan operasi militer besar-besaran di Jalur Gaza, yang bertujuan untuk menghancurkan Hamas.

Peristiwa ini memicu konflik bersenjata yang masih berlangsung hingga hari ini.

Krisis kemanusiaan di Jalur Gaza telah memasuki hari ke-682 sejak serangan dimulai.

Hingga kini, jumlah korban jiwa tercatat mencapai 62.064 orang.

Selain itu, sedikitnya 156.573 orang mengalami luka-luka dengan berbagai tingkat keparahan.

Sekitar 11.000 orang lainnya masih hilang dan belum ditemukan.

Data ini terakhir diperbarui pada 19 Agustus 2025.

(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved