Kamis, 2 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Hamas Peringati Satu Tahun Pembunuhan Ismail Haniyeh, Serukan Hari Solidaritas Gaza Sedunia

Hamas serukan Hari Solidaritas Gaza Sedunia untuk memperingati satu tahun pembunuhan Ismail Haniyeh dalam serangan Israel.

TRIBUNNEWS/HERUDIN
KEMATIAN ISMAIL HANIYEH - Demonstran dari Aliansi Rakyat Indonesia Bela Palestina memegang poster bergambar Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh saat demonstrasi di depan Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat, di Jakarta, Sabtu (3/8/2024). Dalam aksinya, demonstran mengutuk pembunuhan terhadap Ismail Haniyeh yang dilakukan Israel dan menuntut Amerika Serikat ikut bertanggung jawab. Kelompok perlawanan Palestina, Hamas pada Kamis (31/7/2025) memperingati satu tahun pembunuhan pemimpin mereka, Ismail Haniyeh, yang tewas di Teheran, Iran, pada 31 Juli tahun lalu. (Foto arsip 2024/TRIBUNNEWS/HERUDIN) 

TRIBUNNEWS.COM - Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, pada Kamis (31/7/2025), memperingati satu tahun pembunuhan pemimpin mereka, Ismail Haniyeh, yang tewas di Teheran, Iran, pada 31 Juli tahun lalu.

Ismail Haniyeh adalah seorang politikus senior dan pemimpin kunci Hamas, Gerakan Perlawanan Islam Palestina. 

Dalam sebuah pernyataan di Telegram, Hamas menyebut kematian Haniyeh sebagai "kejahatan Zionis yang berbahaya dan pengecut".

Mereka menegaskan, tindakan tersebut "hanya meningkatkan" semangat perlawanan rakyat Palestina terhadap pendudukan Israel.

Dikutip dari Al Jazeera, pernyataan panjang tersebut juga menyerukan agar tanggal 3 Agustus setiap tahun dijadikan sebagai hari nasional sedunia untuk mendukung Gaza, Yerusalem, Al-Aqsa, dan para tawanan.

"Ini adalah bentuk kesetiaan kepada pemimpin syahid Ismail Haniyeh, dan sebagai penegasan seruannya kepada rakyat Palestina, bangsa-bangsa dunia, serta orang-orang merdeka di seluruh dunia."

"Hamas berharap gerakan ini dapat terus berlanjut hingga perang pemusnahan dan kelaparan terhadap rakyat kami di Jalur Gaza berakhir".

Tujuan akhir yang ditekankan adalah "hingga pendudukan diusir dari seluruh tanah kami, dan hingga rakyat kami mencapai kebebasan mereka".

Siapa Ismail Haniyeh?

Ismail Haniyeh menjabat sebagai Ketua Biro Politik Hamas sejak Mei 2017 hingga pembunuhannya pada 31 Juli 2024 di Teheran, Iran.

Sebelum menjadi kepala biro politik, Haniyeh memiliki jejak karier yang signifikan dalam Hamas dan politik Palestina.

Baca juga: Sekjen Hizbullah, Sheikh Naim Qassem Menolak Pelucutan Senjata dan Menyerahkannya kepada Israel

Ia adalah tokoh terkemuka dalam Hamas sejak organisasi itu didirikan pada 1987.

Haniyeh pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Otoritas Palestina setelah Hamas memenangkan pemilihan legislatif tahun 2006.

Ia juga menjadi pemimpin Hamas di Jalur Gaza dari tahun 2007 hingga 2017, setelah Hamas secara de facto mengambil alih kendali wilayah tersebut menyusul perselisihan dengan Fatah.

Sebagai Ketua Biro Politik, Haniyeh adalah wajah diplomasi internasional Hamas dan memainkan peran sentral dalam negosiasi, termasuk upaya gencatan senjata selama perang Israel-Hamas.

Haniyeh, lahir di kamp pengungsi Shati di Jalur Gaza pada 1962.

Dia dipandang oleh beberapa pihak sebagai salah satu tokoh yang relatif lebih pragmatis dan moderat dalam kepemimpinan Hamas.

Namun, seperti seluruh kepemimpinan Hamas, ia dianggap sebagai teroris oleh Israel, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.

Kematian Ismail Haniyeh, pemimpin politik Hamas, pada 31 Juli 2024 di Teheran, Iran, adalah peristiwa yang sangat signifikan dan memicu ketegangan besar di Timur Tengah.

Kronologi Kematian Ismail Haniyeh

  1. Kedatangan di Iran

    Ismail Haniyeh diketahui tiba di Iran pada Selasa (30/7/2025).

    Tujuan kedatangannya adalah untuk menghadiri upacara pelantikan Presiden Iran yang baru terpilih, Masoud Pezeshkian.

  2. Pertemuan Penting:

    Beberapa jam sebelum kematiannya, Haniyeh dilaporkan bertemu dengan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.

    Pertemuan ini menggarisbawahi posisi Haniyeh yang penting dalam jaringan Axis of Resistance yang didukung Iran.

    Axis of Resistance adalah istilah politik yang merujuk pada koalisi informal dari berbagai negara, kelompok militan, dan organisasi politik di Timur Tengah yang didukung oleh Iran.

    Jaringan ini berkomitmen untuk secara kolektif menentang pengaruh Amerika Serikat dan Israel di kawasan tersebut, serta menantang kepentingan negara-negara Teluk Arab Sunni seperti Arab Saudi.

  3. Insiden Pembunuhan:

    Pada Rabu (31/7/2024), sekitar pukul 02.00 dini hari waktu setempat (sekitar 22:30 GMT pada Selasa (30/7/2024)), Haniyeh terbunuh di tempat tinggalnya di Teheran.

    Tempat tinggal ini disebut sebagai wisma tamu militer atau kediaman untuk para veteran di bagian utara Teheran.

    Seorang pengawal pribadinya juga tewas dalam insiden tersebut.

  4. Penyebab Kematian (Perbedaan Laporan)

    - Laporan awal

    Hamas dan Garda Revolusi Iran (IRGC) segera mengonfirmasi kematian Haniyeh dan menyebutnya sebagai pembunuhan.

    Awalnya, beberapa media Iran, misalnya, Al Hadath melaporkan Haniyeh tewas dalam serangan udara atau serangan rudal berpemandu yang menargetkan kediamannya.

    - Investigasi IRGC dan Laporan Selanjutnya:

    Pada 3 Agustus 2024, IRGC menyatakan Haniyeh tewas akibat "proyektil jarak pendek yang membawa sekitar 7 kilogram bahan peledak" yang diluncurkan dari luar kediamannya, dikutip dari Al Jazeera.

    - Laporan Media Barat:

    The New York Times, mengutip pejabat Timur Tengah dan AS, melaporkan, Haniyeh terbunuh oleh alat peledak yang diledakkan dari jarak jauh yang sebelumnya telah disembunyikan di kamarnya.

    Axios melaporkan bom tersebut diledakkan oleh agen Mossad di tanah Iran.

  5. Tuduhan terhadap Israel:

    Hamas dan Iran segera menuduh Israel bertanggung jawab atas pembunuhan Haniyeh.

    Israel sendiri tidak secara resmi mengonfirmasi atau menyangkal keterlibatannya, meskipun pembunuhan ini cocok dengan pola operasi Israel yang menargetkan pemimpin Hamas dan militan lainnya di luar wilayah Palestina.

Pembunuhan Haniyeh terjadi hanya beberapa jam setelah komandan senior Hizbullah, Fuad Shukr, tewas dalam serangan udara Israel di Beirut, Lebanon.

Insiden ini menambah ketegangan yang sudah tinggi di wilayah tersebut, terutama di tengah perang Israel-Hamas yang sedang berlangsung di Gaza.

Baca juga: Anggota Parlemen Palestina Mohammad Faraj al-Ghoul Tewas Ditembak Tentara Israel di Gaza

Perang 7 Oktober: Titik Balik Konflik Israel-Hamas

Perang Israel-Hamas dimulai pada 7 Oktober 2023.

Konflik ini diawali dengan serangan mendadak yang dilancarkan oleh Hamas dari Jalur Gaza ke wilayah selatan Israel, memicu respons militer skala penuh dari Israel.

Serangan awal ini dikenal sebagai Operasi Badai Al-Aqsa.

Pada 7 Oktober 2023 pagi hari, yang bertepatan dengan hari Sabat Yahudi dan Simchat Torah, Hamas dan kelompok bersenjata Palestina lainnya melancarkan serangan kejutan besar-besaran terhadap Israel.

Serangan tersebut meliputi tembakan roket dalam jumlah besar ke berbagai wilayah di Israel, termasuk Tel Aviv dan Yerusalem.

Selain itu, militan Hamas menyusup ke wilayah Israel melalui darat, laut, dan udara menggunakan paralayang.

Mereka menerobos pagar pembatas Gaza-Israel dan menargetkan instalasi militer serta permukiman sipil.

Sebagai balasan, Israel mendeklarasikan perang dan meluncurkan operasi militer berskala besar bernama Operasi Pedang Besi (Operation Swords of Iron).

Respons Israel meliputi blokade total terhadap Jalur Gaza, memutus pasokan air, listrik, bahan bakar, dan bantuan kemanusiaan.

Israel juga melakukan pengeboman udara intensif di seluruh Jalur Gaza dengan target infrastruktur yang diklaim milik Hamas.

Tak hanya itu, militer Israel juga melancarkan invasi darat dengan tujuan menghancurkan kemampuan militer Hamas, membebaskan sandera, dan menggulingkan kekuasaan Hamas di Gaza.

Konflik ini telah menimbulkan bencana kemanusiaan yang luar biasa di Jalur Gaza.

Hingga Juli 2025, lebih dari 60.000 warga Palestina dilaporkan tewas, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak, TRT Global melaporkan.

Sebanyak 145.000 lebih orang mengalami luka-luka dan sekitar 11.000 lainnya masih dinyatakan hilang, dilansir Middle East Monitor.

Baca juga: Mantan Presiden Iran Ahmadinejad Lolos dari Upaya Pembunuhan di Tengah Konflik Israel Vs Iran

Ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal dan mengungsi dalam kondisi yang memprihatinkan.

Banyak dari mereka tinggal di tenda pengungsian tanpa akses cukup terhadap makanan, air bersih, dan layanan kesehatan.

(Tribunnews.com/ Andari Wulan Nugrahani)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved