Minggu, 5 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Netanyahu Minta Negara Lain Tiru Israel Kirim Bantuan ke Gaza Lewat Udara

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu minta negara lain meniru Israel untuk mengirim bantuan ke Jalur Gaza melalui udara.

Instagram @b.netanyahu
NETANYAHU BERPIDATO - Foto ini diambil dari Instagram Netanyahu pada Minggu (23/3/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berbicara tentang pemecatan Kepala Shin Bet Ronen Bar melalui video yang diunggah pada Sabtu (22/3/2025) malam. Pada 30 Juli 2025, Netanyahu meminta negara lain mengikuti langkah Israel untuk menjatuhkan bantuan kemanusiaan ke Gaza melalui udara. 

TRIBUNNEWS.COM - Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu meminta negara lain mengikuti langkah negaranya untuk mengirim lebih banyak bantuan ke Jalur Gaza melalui udara.

Netanyahu menuduh kelompok perlawanan Palestina, Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), mencuri bantuan kemanusiaan yang disalurkan ke Gaza.

"Hamas mencuri makanan dari rakyatnya. Israel mengambil tindakan. Kami menjatuhkan bantuan melalui udara kepada warga sipil di Gaza, dan mengundang negara-negara lain untuk bergabung dengan kami," cuit kantor Netanyahu di platform X, Rabu (30/7/2025).

Perdana menteri mengatakan Israel membuka langit Gaza untuk mengizinkan penyaluran bantuan melalui jalur udara.

"Beberapa (negara) sudah melakukannya. Kami menyediakan ruang udara, mengamankan airdrop, dan memastikan makanan sampai," tambahnya.

"Negara mana pun yang sungguh-sungguh ingin membantu, dipersilakan bergabung dengan kami," lanjutnya, lapor Al Jazeera.

Negara yang Kirim Bantuan ke Gaza Lewat Udara

Di hari yang sama, Mesir mengumumkan mereka menjatuhkan berton-ton bantuan melalui udara ke Gaza.

Pengiriman bantuan melalui udara itu dilakukan ke wilayah-wilayah di Jalur Gaza yang sulit dijangkau melalui darat.

"Sebagai implementasi arahan Presiden Abdel Fattah el-Sisi, empat pesawat angkut militer yang membawa berton-ton bantuan pangan lepas landas untuk melakukan penerjunan udara ke wilayah-wilayah di Jalur Gaza yang sulit dijangkau melalui darat," kata pemerintah Mesir.

"Hal ini dilakukan untuk meringankan kondisi kehidupan yang sulit dan kekurangan bantuan kemanusiaan yang dialami penduduk Jalur Gaza, sekaligus melanjutkan penyaluran bantuan melalui darat," lanjutnya.

Baca juga: Korban Tewas di Gaza Tembus 60.000, Israel Dituding Lakukan Genosida

Perdana Menteri Mesir, Mostafa Madbouly, menegaskan Mesir tidak pernah dan tidak akan berhenti mengirimkan bantuan ke Jalur Gaza.

"Tidak akan ada perdamaian di kawasan itu tanpa solusi dua negara," katanya dalam konferensi pers setelah rapat kabinet, Rabu (30/7/2025).

Ia menolak tuduhan di luar sana yang berupaya melemahkan peran Mesir dalam mendukung Palestina.

"Negara Mesir, sejak saat pertama setelah pecahnya peristiwa 7 Oktober 2023, telah beroperasi berdasarkan tiga poros utama," katanya.

Poros pertama berupaya menghentikan perang, poros kedua berupaya menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Gaza dan poros ketiga berupaya membantu pembebasan tahanan.

Ia juga menyinggung pihak-pihak yang menyebarkan asumsi bahwa pintu perlintasan dari Sinai (Mesir) ke Rafah (Jalur Gaza selatan) ditutup oleh Mesir.

Perdana Menteri itu menjelaskan, para menterinya mengunjungi perlintasan Rafah secara berkala.

Ia menjelaskan perlintasan itu memiliki dua sisi, yaitu sisi pertama yang terletak di dalam wilayah Mesir dan sisi kedua di dalam wilayah Jalur Gaza yang saat ini dikuasai oleh tentara Israel.

"Sisi yang kedua mengalami kerusakan yang parah dan Israel membangun zona penyangga yang mencegah kehadiran warga Palestina di sana, sehingga tidak mungkin untuk mendatangkan bantuan," katanya.

"Namun, Mesir tidak menunda, melalui dua penyeberangan yang tersedia, baik Rafah maupun Kerem Shalom (perlintasan di perbatasan Mesir, Gaza, Israel), dalam mendatangkan bantuan ke Gaza," tegasnya.

Ratusan truk yang memuat berton-ton bantuan kemanusiaan telah menunggu selama berminggu-minggu di depan perlintasan tersebut untuk dapat masuk ke Gaza.

Jumlah truk di depan pelabuhan mencapai lebih dari 1.200 kendaraan pengangkut dan truk yang memuat berbagai barang secara berkala, yang terkadang menyebabkan kerusakan pada barang-barang dan pasokan makanan tersebut akibat penantian ini.

"Negara Mesir telah menanggung beban ini dan terus menanggung banyak beban lainnya," katanya.

Ia mencatat Mesir juga berperan di bidang politik dengan aktif berupaya menyelesaikan konflik tersebut melalui mediasi dan berpartisipasi dalam berbagai acara dan inisiatif internasional untuk menerapkan solusi dua negara.

Selain Mesir, ada Yordania yang lebih dulu mengerahkan Royal Jordanian Air Force telah melakukan sejumlah misi airdrop sejak akhir 2023 hingga 2025.

Pesawat-pesawat Yordania menurunkan makanan, obat-obatan, dan barang kebutuhan lainnya, termasuk ke rumah sakit lapangan yang mereka kelola di Gaza, menurut laporan The Washington Post.

Pada Maret–April 2024, bersama sekutu Israel, Amerika Serikat (AS), Jordan menurunkan ratusan ribu makanan dan ratusan ton suplai melalui pesawat C‑130 ke sepanjang pantai utara Gaza.

AS mengerahkan US Central Command dalam kerja sama dengan Yordania, menjatuhkan lebih dari 38.000 makanan pada 7 Maret 2024, dan ribuan kilogram bahan makanan seperti beras, tepung, pasta, dan makanan kaleng berupa lebih dari 25.000 unit setara makanan pada 1–12 April 2024.

Uni Emirat Arab (UEA) juga melakukan pengiriman bantuan ke Gaza melalui udara bersama Yordania dalam beberapa misi.

Pada 29 Maret 2024, UEA dan Yordania menjatuhkan 44 ton makanan ke Gaza Utara, menurut laporan Anadolu Ajansi.

Pada Juli 2025, UEA kembali melakukan gelombang air drop ke Gaza (sekitar 25 ton) melalui C‑130 Jordan dan UEA, setelah Israel mulai memberikan jeda militer terbatas dan membuka jalur bantuan udara sementara.

Negara lainnya yaitu Inggris, Jerman, Perancis, Belanda, Indonesia, Singapura juga melakukan penyaluran bantuan melalui udara.

Dipimpin oleh Yordania, negara-negara tersebut bersama AS, Mesir, dan UEA melakukan misi airdrop terbesar pada 9 April 2024 untuk menyambut Eid al-Fitr di Jalur Gaza.

Pesawat RAF Inggris, misalnya, menurunkan lebih dari 10 ton bantuan siap konsumsi dalam misi tunggal itu, sementara total lebih dari 110 ton bantuan dijatuhkan dari 16 pesawat dari berbagai negara.

Pengepungan Israel dan Bencana Kelaparan di Jalur Gaza

Pengepungan Israel di Jalur Gaza memperburuk krisis pangan dan bencana kelaparan, tercatat 147 orang meninggal karena kelaparan dan malnutrisi, termasuk 88 anak-anak sejak Oktober 2023.⁣ 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan 74 kematian terkait malnutrisi pada 2025, 63 kematian terjadi hanya bulan Juli, termasuk 24 anak di bawah lima tahun.

Pada 25 Juli 2025, Israel yang mengendalikan jalur masuk ke Gaza, mengizinkan negara lain untuk mengirim bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza melalui jalur udara.

Pada 27 Juli 2025, Netanyahu mengatakan Israel berupaya memastikan sejumlah besar bantuan dapat masuk ke Jalur Gaza.

Ia mengatakan bantuan kemanusiaan termasuk makanan, air, dan obat-obatan masuk ke Gaza setiap hari.

Netanyahu menyalahkan Hamas atas bencana kelaparan di Jalur Gaza setelah Israel memperketat pengepungan, lapor Al Arabiya.

Ia mengklaim Hamas diuntungkan dengan adanya krisis kemanusiaan, yang disebabkan oleh pengepungan Israel.

Sejak 2 Maret 2025, Israel menutup semua penyeberangan ke Jalur Gaza dan mencegah masuknya bantuan makanan dan medis, yang menyebabkan kelaparan menyebar di Jalur Gaza.

Berton-ton bantuan menumpuk di pintu perbatasan Mesir menuju Rafah di Jalur Gaza selatan, dan penyeberangan Kerem Shalom di perbatasan Mesir, Gaza, Israel.

Pengepungan terjadi setelah Israel dan Hamas gagal untuk melanjutkan negosiasi perjanjian gencatan senjata tahap kedua, setelah tahap pertama berakhir.

Penyaluran bantuan sempat dibuka selama gencatan senjata tahap pertama yang dimulai pada 19 Januari 2025 dan berlangsung selama enam minggu.

Israel dan Hamas melakukan pertukaran tahanan selama periode tersebut, membebaskan sekitar 33 tahanan Israel dan ribuan warga Palestina.

Israel menyalahkan Hamas atas apa yang terjadi di Gaza setelah Hamas meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023.

Sementara Hamas pada awal operasi militernya menegaskan perlawanannya untuk menargetkan pendudukan Israel  yang berlangsung selama beberapa dekade sejak pendirian Israel di Palestina pada 1948.

Sejak Oktober 2023, Israel melancarkan serangan mematikan ke Jalur Gaza, menewaskan 60.138 warga Palestina telah tewas dalam perang genosida Israel di Jalur Gaza sejak Oktober 2023, menurut data Kementerian Kesehatan pada hari Rabu.

Setidaknya 104 jenazah dibawa ke rumah sakit dalam 24 jam terakhir, sementara 399 orang terluka, sehingga jumlah korban luka menjadi 146.269 dalam serangan Israel, lapor Anadolu Agency.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved