Kamis, 2 Oktober 2025

Tiru Dialog Bahasa Gaul Drama Korea, 4 Pemuda Korut Ditangkap dan Dihukum Kim Jong Un

Presiden Korea Utara, Kim Jong Un melakukan penangkapan empat pemuda berusia dua puluhan yang kedapatan berbicara layaknya warga Korea Selatan. 

Foto oleh Kristina Kormilitsyna/Rossiya Segodnya/Kremlin
KIM JONG UN - Foto diambil dari publikasi Kantor Presiden Rusia pada Senin (23/6/2025), memperlihatkan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dalam pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin (tidak terlihat di foto) di Pyongyang pada 18 Juni 2024. Presiden Korea Utara, Kim Jong Un melakukan penangkapan empat pemuda berusia dua puluhan yang kedapatan berbicara layaknya warga Korea Selatan.  

"Memikirkan cara memberi makan keluarga saja sudah melelahkan, tapi sekarang saya juga harus memikirkan hal ini. Benar-benar berat," tambahnya.

Fenomena meluasnya penggunaan bahasa gaul Korea Selatan di kalangan pemuda Korea Utara menunjukkan betapa kuatnya daya tarik budaya asing, terutama hallyu, bahkan di negara yang paling tertutup sekalipun. 

Namun, penangkapan dan potensi hukuman berat bagi keempat pemuda di Chongjin menjadi pengingat suram akan risiko yang dihadapi oleh mereka yang berani mengadopsi elemen-elemen budaya yang dianggap "mengancam" oleh rezim Kim Jong Un

Awal Larangan Bahasa Gaul Korea Selatan di Korea Utara

1. Awal Larangan dan Pengendalian Budaya (Sejak 1950-an hingga 1990-an)

Setelah Perang Korea (1950-1953), Korea Utara memperketat kontrol terhadap segala bentuk budaya asing yang dianggap dapat mengancam ideologi negara, terutama budaya Korea Selatan dan Barat. 

Pada masa ini, segala bentuk media dan bahasa dari Korea Selatan hampir sepenuhnya dilarang masuk ke Korea Utara.

2. Larangan Bahasa dan Budaya Korea Selatan Makin Ketat (2000-an)

Di era 2000-an, dengan kemajuan teknologi seperti penyebaran ponsel, USB, dan media digital, budaya Korea Selatan, termasuk drama, musik K-pop, dan bahasa gaul, mulai menyusup secara diam-diam ke Korea Utara secara ilegal. 

Pemerintah Korut merespons dengan memperketat hukum dan pengawasan, termasuk pelarangan tegas penggunaan bahasa dan ekspresi khas Korea Selatan.

3. Pengesahan Undang-Undang Jaminan Pendidikan Pemuda (2021)

Pada tahun 2021, Korea Utara secara resmi mengesahkan Pasal 41 Undang-Undang Jaminan Pendidikan Pemuda, yang secara khusus melarang kaum muda menggunakan pola bicara atau bahasa “yang aneh dan bukan pola bicara kita sendiri”.

Ini menjadi landasan hukum yang lebih jelas untuk melarang bahasa gaul dan ekspresi Korea Selatan di kalangan generasi muda.

4. Penindakan dan Penangkapan karena Bahasa Gaul Korsel (2022–2025)

Dalam beberapa tahun terakhir, aparat keamanan Korea Utara semakin agresif melakukan penindakan terhadap orang-orang, terutama generasi muda, yang menggunakan bahasa gaul Korea Selatan. 

Kasus-kasus penangkapan dan interogasi terkait penggunaan kata-kata khas Korea Selatan seperti "jagiya," "oppa," dan "daebak" mulai dilaporkan, termasuk kasus empat pemuda yang ditangkap di Chongjin pada 2025.

Alasan Korut Larang Pakai Bahasa Gaul Korea Selatan

Larangan penggunaan bahasa gaul Korea Selatan di Korea Utara bukan sekadar soal linguistik, itu adalah bagian dari strategi besar rezim Kim Jong Un untuk menjaga kontrol ideologi, identitas nasional, dan stabilitas kekuasaan. 

Berikut adalah alasan-alasan utamanya:

  • Menjaga Ideologi Sosialis: Pemerintah Korea Utara menganggap bahasa dan budaya Korea Selatan sebagai bentuk “pengaruh kapitalis dan imperialis” yang dapat melemahkan kontrol ideologis mereka.
  • Kontrol Sosial dan Politik: Bahasa gaul Korea Selatan sering diasosiasikan dengan gaya hidup bebas dan budaya pop yang bertentangan dengan norma ketat Korea Utara.
  • Menghindari Pengaruh Budaya Asing: Larangan ini bagian dari upaya menutup akses warganya terhadap konten asing yang dianggap dapat menimbulkan perlawanan atau ketidakpuasan terhadap rezim.

Landasan Hukum Larangan Menggunakan Bahasa Gaul Korea Selatan

Pada tahun 2020 dan 2021, Korea Utara mengesahkan beberapa undang-undang baru, termasuk:

  • Undang-Undang Pencegahan Pemikiran dan Budaya Reaksioner
  • Undang-Undang Jaminan Pendidikan Pemuda (Pasal 41)

Yang secara eksplisit melarang konsumsi dan penyebaran konten asing, termasuk pola bicara yang dianggap "non-sosialis".

Konsekuensi Pelanggaran

Pelanggaran Pasal 41 dapat dikenakan:

  • Interogasi oleh Kementerian Keamanan Negara
  • Pendidikan ulang ideologis
  • Kerja paksa selama 6 bulan hingga 1 tahun
  • Pencatatan sebagai “pengaruh buruk” dalam catatan keluarga (songbun)

(Tribunnews.com/Farra)

Artikel Lain Terkait Korea Utara dan Korea Selatan

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved