Donald Trump Pimpin Amerika Serikat
Aturan Baru Trump, Migran Bisa Dideportasi Hanya dalam 6 Jam, Negara Tujuan Tidak Dijamin Aman
Pemerintahan Donald Trump kembali menunjukkan sikap keras terhadap migran, akan mendeportasi ke negara ketiga dalam waktu 6 jam.
Penulis:
Farrah Putri Affifah
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintahan Donald Trump kembali menunjukkan sikap keras terhadap migran.
Dalam kebijakan terbarunya, Badan Imigrasi dan Bea Cukai Amerika Serikat (ICE) kini diberi kewenangan untuk mendeportasi imigran ke negara ketiga hanya dalam waktu enam jam setelah pemberitahuan.
Namun, deportasi ini tidak menjamin keamanan para migran di negara tujuan.
Sebelumnya, deportasi ke negara ketiga dilakukan dengan pemberitahuan minimal 24 jam.
Akan tetapi, dengan aturan terbaru ini justru memangkas waktu secara drastis dan memungkinkan proses deportasi dilakukan lebih cepat.
Pernyataan ini disampaikan oleh Pelaksana Tugas Direktur ICE, Todd Lyons, yang menyebut bahwa kebijakan ini akan meningkatkan efisiensi, namun sekaligus menandai tantangan baru bagi para imigran di AS.
"ICE kini dapat mendeportasi imigran ke negara selain negara asal mereka hanya dengan pemberitahuan enam jam," kata Lyons dalam pernyataan resminya, dikutip dari Insurance Khabar.
Terdapat satu hal yang menjadi sorotan tajam yaitu pernyataan terkait negara tujuan deportasi tidak diharuskan menjamin keamanan para migran.
Artinya, seseorang bisa dikirim ke negara ketiga yang mungkin belum pernah mereka kunjungi sebelumnya.
Atau bahkan bisa saja memiliki risiko konflik dan penganiayaan.
Kebijakan ini diputuskan setelah Mahkamah Agung AS pada Juni 2025 membatalkan putusan pengadilan yang lebih rendah.
Baca juga: Trump Ungkap Kekecewaan pada Putin: 4 Kali Gagal Capai Kesepakatan Gencatan Senjata dengan Ukraina
Di mana sebelumnya melindungi imigran dari deportasi jika mereka berisiko menghadapi kekerasan di negara ketiga.
Sejak putusan itu, ICE telah mengeksekusi deportasi terhadap delapan migran dari Kuba, Laos, Meksiko, Myanmar, Sudan dan Vietnam ke Sudan Selatan.
Banyak Pihak Tak Setuju
Banyak pihak menilai kebijakan ini sebagai bentuk pengabaian terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Seorang pengacara dari organisasi pembela hak migran, Trina Realmuto menilai bahwa kebijakan tersebut melemahkan perlindungan hukum yang seharusnya diberikan kepada setiap individu.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.