Konflik Iran Vs Israel
Serukan Transisi Kekuasaan, Putra Mahkota Iran Reza Pahlavi Disorot Karena Dekat Dengan Israel
Putra mahkota Iran yang diasingkan, Reza Pahlavi, kembali menuai kontroversi setelah dinilai bersekutu dengan musuh-musuh utama Iran.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putra mahkota Iran yang diasingkan, Reza Pahlavi, kembali menuai kontroversi setelah dinilai bersekutu dengan musuh-musuh utama Iran.
Putra dari Shah Iran yang telah terguling itu disebut berkompromi dengan Israel dan Amerika Serikat, dalam upayanya merebut kekuasaan melalui jalur intervensi asing.
Pahlavi yang kini menetap di luar negeri menyampaikan jika Iran saat ini dalam situasi yang sangat rentan karena berkonflik dengan negara di atas.
"Struktur politik dan militer Iran sedang runtuh," ujarnya dalam sebuah pidato di Paris, Senin (23/6/2025), dilansir dari AP.
Kendati demikian, dia tidak secara eksplisit menyebut ingin mencari kekuasan politik.
Baca juga: Pemerintah AS Minta Warganya di Seluruh Dunia Hati-hati Setelah Konflik dengan Iran
"Membantu negara kita yang hebat melewati masa kritis ini menuju stabilitas, kebebasan, dan keadilan," jelasnya.
Terpisah, Tehraintimes mewartakan jika Pahlavi menyerukan kepada rakyat Iran untuk segera melakukan aksi turun ke jalan demi menggulingkan pemerintahan yang sah di Teheran.
Dalam wawancaranya dengan media Iran, Iran International, Pahlavi juga menyebut bahwa ia telah menyiapkan 'rencana transisi' bagi masa depan Iran.
Baca juga: Cerita WNI Dievakuasi dari Iran, Jadi Saksi Serangan Rudal Israel di Langit Teheran
Untuk diketahui, Pahlavi meninggalkan Iran pada usia 17 tahun, tak lama sebelum Revolusi Islam 1979.
Banyak publik Iran yang dinilai memiliki kenangan pahit tentang penindasan di bawah pemerintahan ayahnya sebagai Shah.
Terlebih, saat ini dia disorot karena relasinya dengan Israel.

Pertemuan tatap muka dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, juga menjadi sorotan tajam ke putra Mohammad Reza Shah itu.
Di lain pihak, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pun menyuarakan isu penggulingan rezim Iran.
Isu tersebut digulirkan Donald Trump setelah militer AS melakukan serangan mendadak ke Iran di tengah memanasnya konflik Teheran dengan Israel.
AS melakukan serangan udara mendadak ke tiga situs nuklir Iran.
Sekretaris Gedung Putih Karoline Leavitt, berpendapat bahwa Iran memang harus menggulingkan pemerintahan mereka jika menolak untuk berunding mengenai program nuklirnya.
Namun, AS masih tertarik dengan jalan damai dari Iran.
"Jika rezim Iran menolak untuk mencapai solusi diplomatik yang damai, yang masih diminati dan ditekuni oleh presiden (Donald Trump), mengapa rakyat Iran tidak boleh mengambil alih kekuasaan rezim yang sangat kejam ini, yang telah menindas mereka selama beberapa dekade?" kata Leavitt dilansir Aljazeera, Senin (23/6/2025).
Sebelumya, dalam akun media sosial Trump menyinggung soal nasib rezim Khamenei di Iran setelah negaranya diserang AS.
"Tidak tepat secara politik untuk menggunakan istilah 'Perubahan Rezim', tapi jika rezim Iran sekarang tidak mampu untuk MAKE IRAN GREAT AGAIN (membuat Iran hebat lagi), kenapa tidak akan ada perubahan rezim di sana? MIGA!" tulis Trump dalam akun medsos Truth.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.