Sabtu, 4 Oktober 2025

Trump Terapkan Tarif Timbal Balik

Hadapi Tarif Impor Trump, Haidar Alwi Minta Pemerintah Tak Tergantung Satu Kekuatan Besar 

Haidar Alwi, menyoroti dinamika pemerintahan Donald Trump di Amerika Serikat pasca terpilih kembali tahun 2024.

Dok Pribadi/HO
TARIF IMPOR - Pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, R. Haidar Alwi. (HO/Haidar Alwi Institute) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, R. Haidar Alwi, menyoroti dinamika pemerintahan Donald Trump di Amerika Serikat pasca terpilih kembali tahun 2024

Haidar Alwi menyebutkan bahwa apa yang terjadi di Amerika harus menjadi peringatan serius bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia

Kemenangan Trump yang dibalut jargon nasionalisme ekonomi justru melahirkan kebijakan tarif tinggi yang merusak ekosistem perdagangan internasional dan memicu gelombang inflasi global.

Dirinya menyebut tindakan itu sebagai bentuk neo-merkantilisme destruktif yang memperlihatkan kekeliruan fundamental dalam memahami keterkaitan ekonomi antarnegara.

“Tarif tinggi memang melindungi industri tertentu dalam jangka pendek, tapi memukul daya beli, menaikkan ongkos produksi, dan menghantam petani serta manufaktur kecil yang menjadi tulang punggung ekonomi domestik,” kata Haidar Alwi melalui keterangan tertulis, Rabu (9/4/2025).

Belajar dari kekeliruan Trump dan Brexit, Haidar Alwi menawarkan formula solusi konkret dan multidimensi bagi Indonesia

Hal ini agar tidak terseret dalam arus global yang membahayakan stabilitas jangka panjang.

"Pemerintah harus memperkuat capacity for policy calibration, yakni kemampuan untuk menyesuaikan kebijakan ekonomi secara presisi berdasarkan dinamika domestik dan eksternal," katanya. 

"Ini berarti penguatan data ekonomi real-time, konsolidasi lintas lembaga, dan pengembangan predictive economic modelling yang lebih akurat agar tidak terjebak dalam kebijakan populis," tambahnya. 

Salah satu contoh nyata kebijakan populis yang perlu dikalibrasi ulang adalah program Makan Bergizi Gratis yang dijanjikan Prabowo Subianto dalam masa kampanye. 

Meski secara niat program ini tampak mulia, namun dalam praktiknya, program ini berpotensi menjadi beban fiskal yang luar biasa besar bagi anggaran negara. 

Proyeksi awal menyebutkan bahwa program ini akan menyedot lebih dari seratus triliun rupiah per tahun. 

Haidar Alwi menegaskan bahwa kebijakan semacam ini harus diputuskan bukan berdasarkan sentimen elektoral semata

Melainkan berdasarkan kajian kebutuhan dan kemampuan negara secara objektif. 

Dalam kondisi ekonomi global yang tidak stabil, dengan ancaman fluktuasi harga pangan, energi, serta perlambatan ekspor-impor, program yang bersifat pengeluaran besar tanpa hasil jangka panjang yang terukur harus dikaji ulang secara rasional.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved