Gempa di Myanmar
Situasi Myanmar Mencekam, Militer Junta Larang Wartawan Asing Liput Berita Gempa
Situasi Myanmar yang mencekam memaksa Militer Junta melarang jurnalis internasional melakukan liputan di daerah-daerah yang hancur akibat gempa
TRIBUNNEWS.COM – Junta Myanmar larang jurnalis internasional melakukan liputan di daerah-daerah yang hancur akibat gempa berkekuatan 7,7 skala richter yang melanda Myanmar.
Larangan tersebut diungkap juru Bicara Militer Zaw Min Tun pada Senin (31/3/2025).
Dalam keterangan resminya, Zaw Min mengatakan larangan itu tidak lepas dari situasi Myanmar yang mencekam dan tak memungkinkan.
“Jurnalis asing tidak mungkin datang, tinggal, mencari tempat berteduh, atau bergerak di sini. Kami ingin semua orang memahami hal ini,” ujarnya seperti dikutip dari Myanmar Now, Senin (31/3/2025).
“Kami ingin semua orang memahami ini,” imbuh Zaw Min.
Meski Junta telah memberikan penjelasan, namun beberapa pihak menuduh junta menghalangi bantuan kemanusiaan mencapai daerah-daerah terdampak tertentu yang tidak berada di bawah kendali langsungnya.
Sejak kudeta tahun 2021, ketika militer menggulingkan pemerintahan terpilih peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi, Junta sangat membatasi akses, informasi, bahkan bantuan kemanusiaan yang diperlukan untuk warga sipil.
Setelah kudeta, junta juga menangkap hingga membunuh siapa saja termasuk jurnalis yang dianggap melawan kekuasaan mereka.
Pemblokiran terhadap jurnalis asing untuk meliput di Myanmar diproyeksi akan membuat skala bencana tak tergambar dan dunia tak mengetahui apa yang terjadi di sana.
Korban Tewas Capai 2.000 Jiwa
Menurut laporan terbaru dari Dewan Administrasi Negara Myanmar saat ini jumlah korban tewas akibat gempa bumi berkekuatan 7,7 skala Richter yang melanda Myanmar pada Jumat (28/3/2025) terus bertambah.
Baca juga: Korban Tewas Gempa Melonjak Capai 2.000 Orang, Myanmar Umumkan Hari Berkabung Nasional
Setidaknya 2.056 orang tewas dan lebih dari 3.900 orang terluka, dan hampir 300 orang lainnya masih hilang.
"Lebih dari 2.000 orang kini dipastikan tewas di Myanmar setelah gempa bumi terbesar melanda," bunyi keterangan pemerintah Myanmar.
Jumlah tersebut diperkirakan terus bertambah, Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) memproyeksi jumlah korban tewas Myanmar dapat melampaui 10.000 orang, lantaran saat ini operasi pencarian dan penyelamatan korban berjalan tidak maksimal.
Pasca korban jiwa dilaporkan melonjak, Pemerintah Myanmar mengumumkan masa berkabung nasional selama tujuh hari.
Ditandai dengan pengibaran bendera nasional setengah tiang untuk menghormati para korban tewas.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.