Selasa, 30 September 2025

Latihan Angkatan Laut Tiongkok di Laut Tasman Timbulkan Kekhawatiran

Latihan angkatan laut Tiongkok di Laut Tasman, yang terletak di antara Australia dan Selandia Baru, menimbulkan kekhawatiran

Editor: Wahyu Aji
War on the Rocks
KAPAL MILITER CHINA - Patroli kapal fregat China. Militer China kembali menggertak Taiwan dengan menggelar latihan perang melibatkan empat kapal dan 57 pesawat tempur di perairan dekat Taiwan, Senin (9/1/2023). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Latihan angkatan laut Tiongkok di Laut Tasman, yang terletak di antara Australia dan Selandia Baru, menimbulkan kekhawatiran besar. 

Dikutip dari Mekong News, Jumat (21/3/2025), latihan tersebut menggarmbarkan niat strategis Beijing dan implikasinya terhadap dinamika keamanan regional.

Selain itu, latihan ini juga menandakan ambisi Tiongkok untuk membentuk kembali arsitektur keamanan Pasifik Selatan, menantang sistem pertahanan yang ada.

 

Sekaligus, mendorong evaluasi ulang strategi pertahanan di antara para aktor regional.

Mencakup skema penggunaan amunisi sungguhan, latihan angkatan laut Tiongkok ini jauh dari sekadar kebetulan.

Sebaliknya, latihan ini merupakan penegasan kekuatan yang diperhitungkan, yang menimbulkan pertanyaan yang menantang tentang keseimbangan keamanan regional, kebebasan navigasi, dan otonomi strategis negara-negara Kepulauan Pasifik.

Proyeksi Kekuatan dan Pengaruh Tiongkok

Inti dari latihan ini adalah ambisi Tiongkok yang lebih luas untuk memperluas jangkauan angkatan lautnya di luar wilayah pengaruh tradisionalnya.

Laut Tasman, yang secara historis didominasi oleh Australia, Selandia Baru, dan sekutu Barat mereka, belum pernah menjadi tempat bagi aksi militer Tiongkok yang begitu terang-terangan.

Dengan melakukan latihan ini di dekat perairan Australia dan Selandia Baru, Beijing bertujuan untuk menunjukkan jangkauan operasional Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLAN), memperkuat kemampuannya untuk memproyeksikan kekuatan jauh melampaui Indo-Pasifik dan ke wilayah yang secara tradisional dianggap sebagai wilayah maritim Barat.

Manuver ini juga menjadi tantangan langsung terhadap asumsi keamanan Australia dan Selandia Baru.

Kedua negara telah lama beroperasi dengan keyakinan bahwa perbatasan maritim mereka relatif terisolasi dari ancaman eksternal langsung.

Namun, tindakan Tiongkok mengganggu persepsi ini, yang memaksa negara-negara ini untuk mempertimbangkan kembali postur pertahanan dan penyelarasan strategis mereka.

Meskipun Canberra dan Wellington sama-sama mengajukan keberatan, implikasi dari latihan ini lebih dari sekadar sikap berpura-pura.

Pada dasarnya, latihan ini menandakan keinginan Tiongkok yang semakin besar untuk menentang tatanan maritim yang telah lama berlaku di Pasifik Selatan.

Secara tradisional, kawasan ini dibentuk oleh komitmen pertahanan Australia dan Selandia Baru, yang diperkuat oleh kemitraan dengan Amerika Serikat.

Upaya Beijing memasuki perairan ini menunjukkan adanya upaya untuk melemahkan jaringan keamanan ini dengan menegaskan dirinya sebagai kekuatan alternatif.

Lebih jauh lagi, kehadiran Tiongkok di Laut Tasman menekan para pelaku regional untuk membuat pilihan strategis yang sulit.

Bagi Australia, perkembangan ini sejalan dengan meningkatnya kecemasannya tentang ketegasan militer Tiongkok, khususnya setelah komitmen keamanannya yang semakin dalam di bawah AUKUS dan QUAD.

Bagi Selandia Baru, yang secara historis telah menjalankan kebijakan luar negeri yang lebih independen, latihan ini menciptakan dilema yang tidak mengenakkan, apakah akan mengambil sikap yang lebih tegas terhadap Tiongkok atau mempertahankan posisi netral dengan harapan dapat menjaga hubungan ekonomi.

Dampak Luas pada Negara-negara Kepulauan Pasifik

Meskipun Australia dan Selandia Baru merupakan titik fokus langsung dari pergeseran ini, dampaknya meluas ke negara-negara Kepulauan Pasifik yang lebih kecil.

Banyak dari negara-negara ini secara historis mengandalkan Canberra dan Wellington untuk bantuan keamanan dan ekonomi, tetapi meningkatnya kehadiran Tiongkok di kawasan tersebut menantang status quo ini.

Latihan angkatan laut juga harus dipahami dalam konteks perluasan keterlibatan diplomatik dan ekonomi Tiongkok dengan negara-negara Kepulauan Pasifik, seperti perjanjian keamanan terbarunya dengan Kepulauan Solomon.

Dengan menunjukkan kemampuan militer di perairan ini, Tiongkok tidak hanya menguji respons Barat tetapi juga memberi isyarat kepada negara-negara yang lebih kecil bahwa ia memiliki kekuatan dan keinginan untuk menawarkan pengaturan keamanan alternatif.

Hal ini dengan demikian menimbulkan kekhawatiran bahwa beberapa negara Kepulauan Pasifik mungkin mengkalibrasi ulang pandangan strategis mereka, baik dengan melindungi posisi mereka antara Tiongkok dan sekutu Barat atau, dalam beberapa kasus, lebih dekat dengan Beijing.

Jika Tiongkok menetapkan pola aktivitas angkatan laut reguler di Laut Tasman, hal itu akan mengikis norma-norma tata kelola maritim yang ada di kawasan tersebut.

Hal ini tidak hanya akan berdampak pada keamanan militer.

Hal itu berdampak pada rute pelayaran komersial, yang berpotensi memaksa Australia, Selandia Baru, dan sekutu-sekutunya untuk mempertimbangkan peningkatan patroli angkatan laut atau tindakan pencegahan maritim yang lebih tegas.

Skenario seperti itu berisiko meningkatkan ketegangan dan meningkatkan kemungkinan salah perhitungan strategis.

Pembenaran Tiongkok dan Perlunya Respons Kontra-Strategis

Menanggapi kekhawatiran internasional, pejabat Tiongkok telah meremehkan pentingnya latihan ini, dengan alasan bahwa latihan tersebut merupakan bagian dari jadwal latihan rutin PLAN dan konsisten dengan hukum maritim internasional.

Namun, penjelasan ini gagal mengakui implikasi geopolitik yang lebih luas dari tindakan tersebut. Rutin atau tidak, latihan tersebut sengaja dilakukan di wilayah tempat Tiongkok secara historis memiliki kehadiran militer yang minimal, sehingga sulit untuk mengabaikannya sebagai sekadar kebetulan.

Selain itu, perilaku Beijing di masa lalu dalam sengketa maritim lainnya, seperti di Laut Cina Selatan, menunjukkan bahwa sikap militer awal sering kali diikuti oleh tindakan yang lebih tegas, termasuk pembentukan pos-pos militer atau kemitraan strategis.

Preseden ini menimbulkan kekhawatiran yang valid bahwa aktivitas Tiongkok di Laut Tasman mungkin bukan kejadian satu kali, melainkan awal dari strategi jangka panjang yang bertujuan untuk menormalkan kehadiran angkatan lautnya di Pasifik Selatan.

Dengan demikian, latihan angkatan laut Beijing di dekat Australia dan Selandia Baru bukan sekadar operasi militer rutin, tetapi upaya yang disengaja untuk mengubah dinamika keamanan Pasifik Selatan.

Dengan memproyeksikan kekuatan ke wilayah yang secara historis didominasi Barat ini, Beijing menantang keseimbangan kekuatan yang ada, mempersulit kalkulasi keamanan bagi para pelaku regional, dan memaksa negara-negara Kepulauan Pasifik ke dalam posisi strategis yang genting.

​Respons dari Australia, Selandia Baru, dan sekutu-sekutunya harus dikalibrasi dengan cermat. Pendekatan yang murni defensif, seperti meningkatkan patroli angkatan laut, mungkin hanya akan meningkatkan ketegangan.

Sebaliknya, kombinasi keterlibatan diplomatik, kerja sama pertahanan regional, dan inisiatif ekonomi strategis harus diupayakan untuk mengimbangi pengaruh Tiongkok yang semakin besar.

Seiring Beijing terus menguji batas jangkauan angkatan lautnya, Pasifik Selatan menjadi medan penting dalam persaingan yang lebih luas atas dominasi maritim.

Apakah wilayah ini akan tetap menjadi ruang kerja sama keamanan yang stabil atau menjadi titik api lain dalam tatanan dunia yang semakin multipolar akan sangat bergantung pada bagaimana para pelaku regional memetakan tantangan yang ditimbulkan oleh strategi maritim Tiongkok yang tegas.

SUMBER

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan