Konflik Rusia Vs Ukraina
Retaknya Hubungan AS-Ukraina, Trump Sebut Zelensky 'Diktator Tanpa Pemilu ' dan Ancam Bantuan
Presiden AS, Donald Trump baru-baru ini melacarkan serangan tajam kepada Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky.
Ia mengatakan bahwa Trump mulai menerima "informasi objektif" tentang perang di Ukraina.
Putin juga memuji hasil pertemuan Rusia-AS di Arab Saudi.
Menurutnya, pertemuan tersebut menunjukkan adanya kerja sama dalam bidang ekonomi, energi, dan antariksa.
Kritik dari Politisi AS dan Eropa
Selain menuduh Zelensky sebagai 'Diktator tanpa pemilu' dan yang memulai perang dengan Rusia, ia mengklaim bahwa Zelensky menolak untuk menyelenggarakan pemilu dan popularitasnya di Ukraina menurun.
Pernyataan Trump mendapat tantangan dari mantan Wakil Presiden Mike Pence.
Melalui sebuah unggahan di media sosial, Pence mengatakan bahwa dengan tegas bahwa yang memulai perang adalah Rusia, bukanlah Ukraina.
Ia mendesak Trump untuk mengungkapkan kebenaran agar kedua pihak dapat segera damai.
"Tuan Presiden, Ukraina tidak 'memulai' perang ini. Rusia melancarkan invasi yang tidak beralasan dan brutal yang merenggut ratusan ribu nyawa. Jalan menuju perdamaian harus dibangun di atas kebenaran," katanya.
Selain Mike Pence, pernyataan Trump juga mendapat kecaman dari Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer.
Ia segera melakukan panggilan telepon dengan Zelensky dan menyatakan dukungan kepadanya.
Menurut Starmer, pemilu di Ukraina ditunda lantaran terjadinya peperangan yang tak kunjung berhenti.
"Sangatlah masuk akal untuk menunda pemilihan umum selama masa perang," tegasnya.
Hal ini sama seperti Inggris pada saat Perang Dunia II yang juga menunda pemilihan umum.
Sejalan dengan PM Inggris, Kanselir Jerman Olaf Schoolz juga mengecam pernyataan Trump.
Menurutnya, pernyataan Trump justru 'salah dan berbahaya'.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.