Sabtu, 4 Oktober 2025

Angka Pernikahan di Tiongkok Relatif Rendah, Bisnis Perjodohan Menjamur

Angka pernikahan terus menurun di China sejak 2014, berikut sejumlah faktornya hingga disebut membuat bisnis perjodohan menjamur.

Editor: Wahyu Aji
Dokumentasi Tribunnews.com
ANGKA PERNIKAHAN - Data resmi menunjukkan, jumlah pasangan China yang menikah pada paruh pertama tahun ini turun ke level terendah sejak 2013. Penyebabnya adalah semakin banyak anak muda yang menunda pernikahan di tengah ekonomi yang melambat dan kenaikan biaya hidup. 

Angka pernikahan terus menurun di China sejak 2014. 

Menurut pakar demografi He Yafu kepada Global Times, meskipun ada sedikit peningkatan pada tahun 2023 karena permintaan yang terpendam setelah pelonggaran pembatasan pandemi, angka tahun ini diperkirakan akan turun ke level terendah sejak 1980.

He menjelaskan, alasan penurunan pendaftaran pernikahan termasuk penurunan jumlah anak muda, di mana lebih banyak laki-laki dalam populasi yang dapat dinikahi dibandingkan perempuan, tingginya biaya pernikahan, dan perubahan sikap.

"Tren penurunan angka kelahiran China dalam jangka panjang akan sulit diubah secara mendasar kecuali kebijakan dukungan persalinan yang substansial diterapkan di masa depan untuk mengatasi tantangan ini," kata He.

Ketidakseimbangan Gender

Seorang perempuan mengungkapkan kenyataan di daerahnya, menjelaskan bahwa anak perempuan sangat langka bahkan perempuan yang sudah menikah, seperti dirinya, diperlakukan seperti barang berharga.

Dia menyebutkan bahwa jika dia bertengkar dengan suaminya dan tinggal di rumah orang tuanya selama sekitar sepuluh hari, para mak comblang akan mulai mengetuk pintu, menanyakan apakah dia sudah bercerai. 

Meski menganggap dirinya polos, dia menerima perhatian seperti ini, menyiratkan betapa besarnya minat terhadap gadis-gadis muda yang belum menikah.

Saat remaja putri berjalan di jalan, mereka sering kali menarik perhatian pria dan perempuan lanjut usia yang mencoba menjebak mereka.

Seorang pria menjelaskan bahwa selama Tahun Baru, dua gadis di desanya menarik banyak pelamar.

Pintu masuk keluarga menjadi penuh sesak dengan lebih dari 12 mobil, dan mereka tetap sibuk sepanjang hari.

Para bujangan pedesaan, mengenakan pakaian terbaik mereka, dengan sabar menunggu kesempatan untuk bertemu dengan gadis-gadis.

Karena ketidakseimbangan gender di Tiongkok, ongkos pernikahan yang tinggi adalah hal yang biasa. Di banyak tempat, ongkos ini bisa mencapai ratusan ribu dolar, sehingga upah yang diperoleh dengan susah payah dan terbatas dari seorang petani tidak dapat memenuhi permintaan.

Di antara perempuan lanjut usia yang belum menikah, beberapa dari mereka tetap mempertahankan ekspektasi yang tinggi. Yakni, terus menuntut mahar yang besar dari calon suami, dan hal ini menimbulkan banyak perdebatan. Namun, perspektif ini tidak bersifat universal. 

Banyak wanita lanjut usia juga menghadapi tantangan dan perjuangan unik mereka sendiri.

Seorang perempuan, kini berusia 37 tahun dan masih belum menikah, mengungkapkan kekhawatirannya. Dia mencatat bahwa meskipun hidupnya tidak terlalu menyedihkan, dia tidak ingin gadis-gadis muda berakhir seperti dia. 

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved