Perusahaan milik Keuskupan Maumere gusur ratusan rumah warga adat – 'Kami tidak menyangka gereja bisa melakukan ini'
Ratusan keluarga dari Suku Soge Natarmage dan Goban Runut-Tana Ai di Desa Nangahale, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, memilih…
Ada perasaan sesal dan sakit hati karena "Yesus Kristus tidak pernah mengajarkan perbuatan seperti ini," tutur Ignasius.
"Kami tidak menyangka, kami kaget pihak gereja bisa melakukan ini. Bangunan rumah kami rusak, tanaman rusak, dan sumur air ditutup semua."
"Saat ini kami pun belum bisa ke gereja, tapi kami tidak bisa lepas dengan agama."
Anggota Dewan Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Sikka, John Bala, mengatakan penggusuran pekan lalu itu sebetulnya terjadi di beberapa lokasi: dua rumah di Utan Wair, seratus lebih unit di Pedan, Desa Nangahale dan lima lainnya di Wair Hek, Desa Likong Gete.
Jika dijumlahkan maka ada 450 jiwa yang terdampak.
Bagaimana silsilah tanah ini?
John Bala, Anggota Dewan Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Sikka, menuturkan masyarakat adat Suku Soge Natarmage dan Goban Runut-Tana Ai sudah mendiami wilayah di Desa Nangahale dan sekitarnya jauh sebelum kolonial Belanda menguasai tanah tersebut pada 1912.
Itu dibuktikan dari beberapa dokumen sejarah gereja Katolik di NTT dan Maumere.
Dokumen itu menyebutkan ada tiga stasi utama dalam Misi Dominikan di wilayah Maumere yakni Sikka, Paga, dan Krowe.
Dalam peta Stasi Misi dari zaman Dominikan yang dibuat oleh B.J.J. Visser, stasi Krowe ditempatkan di sekitar Nangahale –yang sekarang adalah lokasi konflik HGU dengan PT Kristus Raja Maumere.
"Jadi ada keyakinan bahwa itu tanah leluhur suku Soge dan Goban Runut," ujar John Bala kepada BBC News Indonesia, Senin (27/01).
"Dan semestinya mereka mendapatkan tanah itu sebagai kewajiban negara untuk melayani kepentingan masyarakat adat dan petani yang tidak bertanah," sambungnya.
John kemudian merujuk pada dokumen permohonan pembaruan HGU yang diajukan oleh PT Kristus Raja Maumere tertanggal 3 November 2013.
Katanya tertulis di situ, pada 1912 keluar surat keputusan dari pemerintah kolonial Belanda yang memberikan izin kepada perusahaan Amsterdam Soenda Compagny—yang berada di Amsterdam—untuk usaha penanaman kapas dan kelapa seluas 1.438 hektare.
Tetapi perusahaan ini dilaporkan terus merugi gara-gara perkebunan kapasnya sering dibakar oleh rakyat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.