Minggu, 5 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Netanyahu Tolak Ultimatum Menteri Israel Benny Gantz soal Akhiri Perang di Gaza

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menjawab ultimatum dari Menteri kabinet perang Benny Gantz yang ajukan rencana pascaperang di Gaza.

X
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu marah atas pernyataan menteri kabinet perang Benny Gantz yang menyerukan rencana pascaperang di Gaza. 

TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengkritik Menteri kabinet perang Israel, Benny Gantz, yang menyerukan penerapan rencana 6 langkah untuk mengakhiri perang setidaknya sebelum 8 Juni 2024 dan mengembalikan para tahanan di Jalur Gaza.

Netanyahu mengatakan tuntutan itu tidak bisa diterima.

"Sementara para pejuang heroik kita berjuang untuk menghancurkan brigade Hamas di Rafah, Gantz memilih untuk mengeluarkan ultimatum kepada perdana menteri daripada mengeluarkan ultimatum kepada (gerakan Palestina) Hamas," kata Netanyahu dalam pernyataannya, Minggu (19/5/2024).

"Syarat yang ditetapkan oleh Gantz adalah kata-kata manis dan maknanya jelas: berakhirnya perang, kekalahan Israel, pembebasan sebagian besar tahanan, membiarkan Hamas tetap utuh, dan berdirinya negara Palestina," lanjutnya.

Ia menegaskan kematian para tentara Israel bukanlah hal yang sia-sia demi mencapai tujuan perang untuk menghancurkan empat Brigade Hamas di Rafah, seperti apa yang dipropagandakan Netanyahu.

"Tentaranya tidak gugur dengan sia-sia, dan tentu saja bukan demi menggantikan Hamastan dengan Fatehistan,” katanya, seperti diberitakan Al Arabi.

Benny Gantz Ancam akan Keluar dari Pemerintah Israel

Menteri kabinet perang Israel, Benny Gantz, mengancam akan mengundurkan diri jika Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, tidak menyetujui rencana periode pascaperang di Jalur Gaza.

“Pemerintahan perang harus merumuskan dan menyetujui pada tanggal 8 Juni sebuah rencana aksi yang akan mengarah pada pencapaian 6 tujuan strategis kepentingan nasional... (atau) kita akan dipaksa mengundurkan diri dari pemerintahan,” kata Benny Gantz dalam pidatonya yang disiarkan televisi, Sabtu (18/5/2024).

Dia menjelaskan bahwa enam tujuan tersebut termasuk menggulingkan Hamas, memastikan kontrol keamanan Israel atas Jalur Palestina, dan mengembalikan tahanan Israel.

“Selain mempertahankan kontrol keamanan Israel, membentuk pemerintahan Amerika, Eropa, Arab, dan Palestina yang akan mengatur urusan sipil di Jalur Gaza dan meletakkan dasar bagi alternatif masa depan yang jauh dari Hamas dan Presiden Otoritas Palestina, (Mahmoud) Abbas," lanjutnya.

Baca juga: Netanyahu Keringat Dingin, Kabinet Perangnya Tak Setuju Israel Perintah Gaza, 2 Anggota Ancam Mundur

Benny Gantz juga mendesak pembentukan hubungan dengan Arab Saudi sebagai bagian dari langkah komprehensif untuk menciptakan aliansi dengan dunia bebas dan dunia Arab melawan Iran dan sekutunya.

Selain itu, ia mengatakan sejumlah pejabat Israel hanya memikirkan dirinya sendiri.

"Mereka yang mengendalikan segala sesuatunya mengirim tentara ke lapangan dan saat ini bertindak pengecut. Dan beberapa politisi memikirkan diri mereka sendiri," katanya dikutip dari Al Araby.

Ia menggambarkan proposal kesepakatan terbaru yang disetujui oleh Hamas dan ditolak oleh Netanyahu sebagai hal yang seimbang, sambil menegaskan kemungkinan mengembangkannya.

“Dalam koalisi pemerintah yang kami ikuti bersama Netanyahu, terdapat persatuan yang kuat, namun dalam beberapa waktu terakhir terjadi kebingungan, mengingat kemenangan dalam perang hanya dapat diraih melalui kompas strategis yang jelas," katanya.

“Saya dan rekan-rekan saya akan melakukan segala yang kami bisa. Untuk mengubah arah, diperlukan perubahan segera, dan kami tidak akan membiarkan keadaan apa adanya,” lanjutnya.

Benny Gantz mengaku sudah melakukan diplomasi ke para pemimpin dari negara-negara lain untuk menyampaikan pandangannya.

Menurutnya, Netanyahu harus memilih untuk menyetujui ultimatumnya atau ia akan mengundurkan diri bersama pejabat lainnya.

"Netanyahu harus memilih antara perpecahan dan persatuan, kemenangan atau bencana. Kami akan menarik diri dari pemerintahan darurat jika tuntutan tidak dipenuhi," katanya.

"Jika Netanyahu terus bergerak maju di jalurnya saat ini, kami akan melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan keinginannya dan menyerukan untuk menyelenggarakan pemilu," ancamnya.

Jumlah Korban

Israel masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 35.386 jiwa dan 79.366 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Sabtu (18/5/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, seperti dilaporkan Anadolu.

Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023).

Israel memperkirakan, kurang lebih ada 136 sandera yang masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.

Sementara itu, lebih dari 8.000 warga Palestina yang masih berada di penjara-penjara Israel, menurut laporan The Guardian pada Desember 2023 lalu.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved