Para pendukung fanatik capres-cawapres 'rentan kena depresi’, kata psikolog
Kalangan psikolog dan psikiater memperingatkan isu kesehatan mental terhadap masyarakat makin nyata jelang hari pencoblosan Pemilu…
"Sekarang menurut saya benar-benar kacau, karena perangnya sudah [menjadi] polusi otak. Memainkan emosi, banyak sekali. Bagian otak yang emosi yang mengendalikan,” katanya.
Psikater penyuka kesenian ini juga menilai, pendukung fanatik atau pun mereka yang mengambil peran langsung dalam pemilu 2024 akan mengalami sejumlah fase psikologis ketika menelan kekalahan: menyangkal, marah, mempertimbangkan, mengalami depresi, dan menerima [kenyataan].
Persoalannya, fase ini tidak linier atau “bisa saja” seseorang akan terus terjebak dalam fase menyangkal, marah dan depresi, tidak sampai mampu menerima kekalahan.
"Yang jadi masalah, kalau proses itu sudah selesai, luka itu masih tetap ada, yang kemudian ini menjadi semacam catatan luka, sifatnya bukan ideologis, tapi lebih ke personal atau kelompok, akhirnya terjadi gesekan,” lanjut Ida.
Dalam akun Instagramnya, Ida Rochmawati juga memprediksi situasi yang akan dihadapi masyarakat pemilih di mana semua harus siap mental menghadapi kenyataan jika jagoannya kalah.
Masyarakat kenyang pengalaman
Gesekan antar pendukung paslon pernah terjadi di sejumlah wilayah termasuk di Boyolali, Jawa Tengah dan Sleman, Yogyakarta, sementara perang opini masih terus berlangsung di media sosial.
Kabar baiknya, menurut sejumlah kalangan, emosi para pendukung yang termanifestasi ke dalam kekerasan tidak sekuat pemilu-pemilu sebelumnya. Ida Rochmawati menyebut masyarakat "sudah lebih cerdas“ dalam menyikapi pemilu hari ini.
Sementara itu, dokter Bernd Manoe mengatakan dampak stres terhadap masyarakat diharapkan tidak sekuat pemilu sebelumnya di mana hanya terdapat dua pasangan capres-cawapres. "Sekarang ada tiga pasangan, jadi konsentrasinya lebih terurai,“ katanya.
Menurut dosen psikologi dari Universitas Katolik Parahyangan, Ignatia Ria Natalia, pemilih masyarakat sudah punya gambaran dan pengalaman dari pemilu 10 tahun terakhir.
Dalam momentum bersejarah, Presiden Joko Widodo justru merangkul rivalnya Prabowo Subianto menjadi bagian dari kabinetnya. Hal ini, kata Ignatia, telah memberi pendidikan kepada publik bahwa, "Tidak selamanya dalam politik itu, kawan betul-betul kawan dan lawan betul-betul lawan“.
"Kalau saya lihat sih sebenarnya mungkin tidak akan terlalu panas seperti tahun-tahun sebelumnya… Kalau saya melihat ini masih keramaian di media sosial belum sampai pada aksi-aksi yang kontraproduktif, yang misalnya terlalu anarkis, walaupun mungkin ada satu dua di daerah, tapi saya rasa nggak sampai ekstrem,“ kata Ignatia.
Ruang khusus caleg stres tinggi
Anggota calon legislatif yang bertarung dalam pemilu 2024 juga tak luput dari sorotan terkait kesehatan mental mereka. Sejumlah rumah sakit daerah secara khusus menyediakan ruang bagi mereka yang mentalnya tak kuat menghadapi kekalahan.
Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik di Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi pemerintah tidak secara khusus memiliki program untuk caleg stres. Tapi kata dia, hal ini akan diurus oleh masing-masing pemerintah daerah.
“Ini langsung di masing-masing daerah terkait. Bawaslu dengan rumah sakit masing-masing,” kata dokter Nadia dalam keterangan tertulis kepada BBC News Indonesia.
Dari sejumlah pemberitaan media lokal, pihak pemda sudah bersiap-siap menyambut mereka yang terluka batinnya karena gagal menjadi wakil rakyat. Seperti Pemprov Jawa Tengah yang telah menyiapkan tujuh rumah sakit untuk melayani masyarakat yang depresi, termasuk caleg.
"RSUD milik provinsi ada tujuh, RS Adiyatma Tugu Semarang, RS Margono, Moewardi Solo, Rumah sakit Kelet Jepara, terus ada rumah sakit jiwa ada tiga, Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Amino Ghondo, RSJD Soedjarwadi Klaten, RSJD Solo, sudah menyiapkan fasilitas," kata Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Kesehatan (Yankes) Dinkes Jateng, Elhamangto Zuhdan seperti dikutip dari RRI.
Fenomena caleg stres karena kalah bertarung hampir muncul di setiap pemilu. BBC Indonesia pernah menurunkan laporan di mana caleg yang mengamuk sampai malu bertemu keluarga karena gagal pemilu.
Cara mengurangi masalah kesehatan mental karena pemilu
BBC Indonesia merangkum saran dari para ahli terkait dengan cara mengurangi sumber stres karena pemilu.
- Batasi akses berita pemilu di media sosial yang memicu emosi
Berita pemilu itu penting, tapi tidak semua harus dibaca, terutama yang bisa menguras emosi. Contohnya adalah potongan cuplikan video yang berulang ditampilkan sebagai kampanye negatif terhadap paslon tertentu.
- Berbagi waktu dengan orang terdekat
Ketika Anda sudah mulai jenuh dengan informasi pemilu di depan layar ponsel, carilah teman atau keluarga untuk memulai obrolan ringan seperti musik atau fashion terkini.
Sebaiknya, tidak membawa masalah perbedaan pendapat pemilu dalam obrolan ini, sehingga dapat meregulasi emosi dengan baik.
- Menuangkan curahan hati di buku harian
Anda bisa menuangkan keluh kesah dan kecemasan dalam jurnal.
- Tetap terhubung dengan alam dan olah raga
Jalan-jalan ke taman, atau lari-lari kecil akan bisa menyegarkan pikiran Anda dari efek berita negatif terkait pemilu.
- Bawa santai
Pemilu hakikatnya adalah pesta demokrasi yang menjadi ruang kegembiraan warga untuk menyambut harapan di masa depan. Harapan itu bisa terwujud atau sebaliknya.
Jadi, siapa pun pemenangannya, tidak dapat menjadi jaminan serta merta mengubah kehidupan masyarakat menjadi lebih baik.
Sebagai masyarakat, harus tetap menunaikan tugas dan fungsi sebagai individu dengan baik, dan semuanya dapat berlangsung jika jiwa tetap sehat.
Wartawan Yuli Saputra di Bandung, Jawa Barat berkontribusi dalam artikel ini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.