Konflik Palestina Vs Israel
Teka-teki Perang Darat Tentara Israel di Gaza Pasca-Gencatan Senjata, Pantai Titik Terlemah Hamas
Sejauh ini, bombardemen Israel ke Gaza terbukti tidak efektif melawan Hamas. Brigade Al Qassam justru punya inovasi perlawanan dalam perang kota
Hasan menjelaskan, titik utama dalam poros ini adalah Kamp Pantai, yang mana tentara pendudukan Israel tidak dapat memasukinya karena keganasan perlawanan di sana.
Sejauh ini, Tel Aviv telah mengakui kematian lebih dari 70 tentara dan perwira, dan ratusan lainnya terluka.
"Sumber Hamas membenarkan kalau konfrontasi sebenarnya dengan pasukan Israel baru dimulai setelah IDF memasuki Kompleks Medis Rumah Sakit Al-Shifa," kata Hasan.
"Frekuensi dan intensitas pemboman udara dan artileri Israel tidak memungkinkan pejuang Hamas untuk menghalau gerak maju pasukan IDF, karena daya tembak yang sangat besar meledakkan sebagian besar Improvised Explosive Devices (IED) alias alat peledak rakitan," kata Hasan.
IED ini ditujukan Hamas untuk meledakkan tank atau infanteri dan memblokir atau menghancurkan pintu masuk terowongan.
"Oleh karena itu, kelompok perlawanan menunggu jeda pemboman, masuknya tank, dan pembukaan kembali terowongan untuk memulai operasinya. Pada tahap ini, para pejuang menunggu infanteri Israel muncul dari kendaraan lapis baja mereka untuk membidik mereka," papar Hasan menjelaskan cara pertempuran Hamas sejauh ini dalam perang kota di Gaza.
Hal ini, kata dia, terlihat dalam sejumlah operasi perlawanan Hamas di poros utara dan barat pergerakan pasukan pendudukan Israel.
Sejauh ini, kelompok perlawanan menegaskan kalau mereka telah merusak dan menghancurkan lebih dari 300 kendaraan lapis baja Israel. Beberapa di antaranya dibuang karena rusak dan tidak bisa dipakai, sementara yang lain disimpan untuk digunakan kembali.
"Seorang sumber mengkonfirmasi lebih lanjut kepada TC bahwa jumlah korban tentara Israel, baik tewas maupun terluka, jauh lebih besar daripada yang diumumkan Tel Aviv," tulis Hasan.
Apa yang Bakal Dilakukan IDF?
Sebelum gencatan senjata tanggal 24 November, tentara pendudukan Israel tampak sudah kehabisan kemampuannya untuk bermanuver di darat.
"Mereka telah mengerahkan sebagian besar pasukan tempur regulernya di wilayah utara dan barat (Gaza)," kata Hasan.
Hasan menilai, IDF perlu mencari solusi inovatif jika ingin mencapai wilayah padat penduduk di Gaza utara, seperti kamp pengungsi Jabalia, lingkungan Al-Zaytoun dan Al-Shuja'iya, kamp pantai Al-Shati, dan tempat-tempat penting lainnya yang sejauh ini gagal dimasuki pasukan Israel.
"Daerah-daerah ini adalah titik awal perlawanan Palestina, di mana kekuatan-kekuatan ini telah mempersiapkan diri – dan infrastruktur terowongan mereka – untuk menghadapi konfrontasi yang sengit dan berlarut-larut," kata Hasan.
Hasan menganalisis, alasan utama pemerintah Israel menyetujui gencatan senjata jangka pendek adalah karena serangan darat mereka mentok di batas ini – selain faktor-faktor lain seperti tekanan dari AS untuk membebaskan tawanan Amerika.
"Sederhananya, tentara Israel perlu mengaji ulang rencananya dan mengembangkan strategi baru untuk maju di lapangan," tulis Hasan.
Hasan menyatakan, penting untuk dicatat kalau norma-norma perang yang berlaku dalam konflik bersenjata biasa, seperti di Ukraina, Suriah, Irak, atau Sudan, belum tentu berlaku di Jalur Gaza.
Ketika peta kendali menunjukkan tentara Ukraina menguasai suatu wilayah, tentara Rusia telah mundur dari wilayah tersebut, dan sebaliknya.
"Di Gaza, peta yang menunjukkan tentara Israel (ada) di suatu wilayah tidak berarti penarikan pasukan Hamas, karena pasukan Hamas tidak memiliki kendaraan lapis baja atau formasi tradisional untuk dikeluarkan dari wilayah yang diserang musuh," katanya.
Alih-alih mundur, Hasan mengatakan, para pejuang Hamas seolah menghilang begitu saja di area yang diduduki tentara IDF.
"Mereka di bawah tanah menunggu munculnya tentara pendudukan dari tank mereka dan sejenisnya," kata Hasan.
Intinya adalah, ulas Hasan, kalau peta Gaza yang saat ini beredar oleh pemerintah, media, dan lembaga think tank yang menampilkan kemajuan pergerakan lapangan tentara Israel di Gaza – akurat atau tidak – tidak menggambarkan kendali darat Israel, melainkan seberapa dalam serangan mereka di wilayah tersebut di Gaza.
Ketika gencatan senjata berakhir, bahkan jika gencatan senjata diperpanjang, kata Hasan, Tel Aviv akan meluncurkan kembali operasi daratnya.
"Pertama-tama mereka akan mempersiapkan lapangan dengan pemboman udara yang lebih ganas dari sebelumnya, yang dimaksudkan untuk membuat lebih dari 700.000 warga sipil yang tersisa di Jalur Gaza utara terlantar dan berdampak pada moral para pejuang Hamas," kata Hasan.
Hasan menhilai, Hamas juga sudah bersiap diri menghadapi serangan lebih ganas dari Israel dengan mempelajari realitas lapangan secara baik, memodifikasi rencana pertahanannya, menentukan tujuannya operasinya secara hati-hati, dan mengatur ulang garis pertahanannya untuk melawan musuh dengan efektivitas yang lebih besar dan menimbulkan kerugian sebesar mungkin terhadap IDF.
"Tujuan Israel adalah untuk menghancurkan perlawanan di Gaza utara sebagai persiapan untuk perang tahap berikutnya di selatan – yang mungkin dilakukan dengan cara yang berbeda, baik secara strategis maupun taktis. Yang diinginkan kelompok perlawanan adalah memaksa musuh menghentikan perang," kata Hasan menganalisis tujuan maisng-masing kubu dalam perang Gaza pasca-gencatan senjata.
Hasan menekankan, sejak awal, Tel Aviv menetapkan dua tujuan perang secara umum, dan operasi darat pada khususnya: menghancurkan perlawanan dan membebaskan para tahanan.
"Peristiwa yang terjadi pada tanggal 26 November di Palestine Square, di jantung Kota Gaza, menunjukkan kepada kita organisasi Hamas yang masih utuh dan mampu memberi balasan serangan ke Israel," kata Hasan.
Faktanya Hamas masih sangat kuat, beberapa hari kemudian setelah 26 Oktober, pemerintah Israel memang justru harus menyaksikan kalau para tawanan Israel dibebaskan sesuai dengan persyaratan yang terutama ditentukan oleh Hamas: operasi militer harus dibekukan (dan diawasi dengan ketat), tahanan Palestina dibebaskan dari tahanan Israel, dan bantuan mulai mengalir kembali ke jalur Gaza yang terkepung.
"Lima puluh hari setelah perang Israel yang sangat tidak proporsional di Gaza, perlawanan Palestina masih mampu mendikte Israel – meskipun militer pendudukan Israel telah melakukan pembantaian yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap lebih dari 20.000 warga sipil, ratusan ribu orang mengungsi, dan penghancuran besar-besaran rumah tinggal, rumah sakit, dan sekolah," kata Hasan.
"Ketika konflik kembali terjadi pada hari-hari mendatang, dan perang antarpasukan dimulai dengan sungguh-sungguh, Brigade Al Qassam mungkin akan menimbulkan akibat yang lebih tinggi bagi IDF, suatu hal yang tidak dapat ditoleransi oleh Israel," kata Hasan menutup ulasannya.
(oln/TC/*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.