Haris Azhar dituntut empat tahun penjara, tim kuasa hukum: 'alarm bahaya untuk demokrasi'
Jaksa menuntut aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti masing-masing empat dan 3,5 tahun penjara dalam kasus dugaan pencemaran…
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut eks-Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar selama empat tahun penjara, dan meminta terdakwa "segera ditahan".
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan direktur Lokataru itu secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi yang memiliki muatan penghinaan, dan atau pencemaran nama baik.
Menurut tim Jaksa, tidak ada hal yang meringankan terhadap terdakwa dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan.
"Tidak ditemukan adanya hal-hal meringankan atas perbuatan pidana terdakwa," kata jaksa penuntut umum, Senin (13/11), sebagaimana dikutip dari Kompas.
Sementara itu, terdakwa lainnya dalam kasus yang sama, Fatia Maulidiyanti dituntut 3,5 tahun penjara. Fatia juga sempat menjabat koordinator KontraS.
Kasus ini berawal dari program bincang-bincang di YouTube berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam".
Dalam program ini Haris dan Fatia menyebut Luhut "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua.
Respons tim kuasa hukum
Tim kuasa hukum Haris-Fatia, menuduh JPU dalam tuntutannya telah "menyampingkan proses pembuktian di persidangan."
"Jaksa sama sekali tidak menyinggung persoalan kebebasan berekspresi, konflik kepentingan pejabat hingga narasi Anti-SLAPP yang telah disampaikan pada proses pembuktian," kata pernyataan tim kuasa hukum yang diterima BBC, Senin (13/11).
"Jaksa pun mengeyampingkan fakta podcast yang berbasis riset berupa kajian cepat masyarakat sipil," tulis pernyataan itu kemudian.
Anti-SLAPP atau Anti Strategic Lawsuit Against Public Participation merupakan konsep yang menjamin perlindungan hukum masyarakat untuk tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Mereka juga menilai tuntutan ini bentuk penegasan jaksa membela kepentingan Luhut.
“Tuntutan ini merupakan bentuk menginjak-injak hukum sekaligus alarm berbahaya bagi situasi demokrasi, khususnya kebebasan sipil di Indonesia," kata Muhammad Isnur, anggota tim kuasa hukum Haris-Fatia yang menyebut diri mereka sebagai 'Tim Advokasi untuk Demokrasi'.
"Jaksa pun bertindak tidak profesional karena melahirkan tuntutan manipulatif, jahat dan politis, terlebih penggunaan UU ITE lagi-lagi menegaskan bahwa produk hukum ini problematik, bersifat karet dan menggerus hak-hak digital masyarakat," tambah M. Isnur.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.