Konflik Palestina Vs Israel
Rumah Sakit di Gaza Gelap Gulita akibat Serangan Israel, Netanyahu Masih Menolak Gencatan Senjata
Rumah sakit utama di Gaza menjadi gelap selama pertempuran sengit, Netanyahu mengatakan gencatan senjata tidak mungkin sampai semua sandera bebas.
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu masih belum menginginkan gencatan senjata saat pasukannya menyerbu rumah sakit di Gaza, di mana 5 pasien meninggal dunia termasuk bayi prematur.
Habisnya bahan bakar juga membuat rumah sakit menjadi gelap gulita, CBS News melaporkan.
Dalam pidato yang disiarkan di televisi pada Sabtu (11/11/2023), Benjamin Netanyahu menyebut gencatan senjata baru dimungkinkan jika 239 sandera yang ditahan oleh Hamas, dibebaskan.
Ia juga menegaskan bahwa setelah perang, yang sekarang sudah memasuki minggu keenam, Gaza akan didemiliterisasi dan Israel akan mempertahankan kontrol keamanan di sana.
Ketika ditanya apa yang dimaksud dengan kontrol keamanan, Netanyahu mengatakan pasukan Israel harus bisa memasuki Gaza dengan bebas untuk memburu militan.
Netanyahu juga menolak gagasan bahwa Otoritas Palestina (PA), yang saat ini mengelola wilayah otonom di Tepi Barat, akan mengendalikan Gaza nantinya.
Baca juga: Israel Terus Luncurkan Serangan, WHO Sebut Kehilangan Kontak dengan RS Al-Shifa
Kedua pernyataan tersebut bertentangan dengan skenario pascaperang yang diajukan oleh sekutu terdekat Israel, Amerika Serikat.
Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan AS sebelumnya menentang pendudukan kembali Israel di Gaza.
Blinken membayangkan pemerintahan Palestina yang bersatu di Gaza dan Tepi Barat pada tahap tertentu sebagai langkah menuju negara Palestina.
Tapi untuk saat ini, Netanyahu mengatakan bahwa perang melawan (Hamas) sedang berlangsung dengan kekuatan penuh, dan mereka mempunyai satu tujuan, yaitu menang.
"Tidak ada alternatif lain selain kemenangan," ujarnya.
Pertempuran meningkat di sekitar rumah sakit terbesar di Gaza
Akibat bombardir Israel di rumah sakit terbesar di Gaza, generator terakhir yang masih bekerja kehabisan bahan bakar, mengakibatkan meninggalnya bayi yang lahir prematur.
Bayi lain yang berada di dalam inkubator juga meninggal dunia, serta 4 pasien lainnya.
Sementara ribuan orang yang terluka akibat perang, staf medis, dan juga warga sipil yang terlantar, terjebak dalam pertempuran tersebut.
Dalam beberapa hari terakhir, pertempuran di dekat RS Al-Shifa dan rumah sakit lain di Gaza utara semakin intensif dan persediaan telah habis.

Baca juga: Kurangnya Pasokan Listrik, 2 Bayi Prematur di RS Al-Shifa Meninggal
Militer Israel menuduh, tanpa memberikan bukti, bahwa Hamas mendirikan pos komando di dalam dan di bawah rumah sakit, menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia.
Staf medis di RS Al-Shifa membantah tuduhan tersebut dan menyebut Israel membahayakan warga sipil dengan serangan tanpa pandang bulu.
"Tidak ada listrik. Peralatan medis mati. Pasien, terutama yang berada di perawatan intensif, mulai meninggal," kata Mohammed Abu Selmia, direktur RS Al-Shifa, berbicara melalui telepon di tengah suara tembakan dan ledakan.
Abu Selmia mengatakan pasukan Israel menembak siapa pun yang berada di luar atau di dalam rumah sakit, dan mencegah pergerakan di antara gedung-gedung di kompleks tersebut.
Ketika ditanya tentang laporan tentara yang menembak ke kompleks rumah sakit Al-Shifa, militer Israel hanya mengatakan bahwa pasukannya terlibat dalam pertempuran melawan Hamas di sekitarnya.
Medhat Abbas, juru bicara Kementerian Kesehatan mengatakan kepada saluran televisi satelit Al Jazeera bahwa masih ada 1.500 pasien di Shifa.
Selain itu ada 1.500 tenaga medis dan 15.000 hingga 20.000 orang yang mencari perlindungan.
“Kompleks tersebut sekarang kekurangan makanan, air dan listrik,” katanya.
“Unit perawatan intensif telah berhenti bekerja.”
Ribuan orang telah meninggalkan Shifa dan rumah sakit lain yang diserang.

Baca juga: Mengaku Tak Ingin Duduki Gaza setelah Perang Berakhir, Netanyahu Tak Terima PA yang Ambil Alih
Namun dokter mengatakan tidak mungkin semua orang bisa keluar.
“Kami tidak bisa mengevakuasi diri kami sendiri dan meninggalkan orang-orang di dalam,” kata ahli bedah Doctors Without Borders di Shifa, Mohammed Obeid.
“Sebagai seorang dokter, saya bersumpah akan membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan.”
Korban tewas di Gaza terus meningkat
Sementara itu, lebih dari 11.070 warga Palestina, dua pertiganya adalah perempuan dan anak di bawah umur, telah terbunuh sejak perang dimulai, menurut Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas.
Sekitar 2.700 orang dilaporkan hilang dan diperkirakan mungkin terjebak atau tewas di bawah reruntuhan.
Kementerian Dalam Negeri yang dikelola Hamas mengatakan enam orang tewas Sabtu pagi dalam serangan di kamp pengungsi Nuseirat.
Kamp tersebut terletak di zona evakuasi selatan.
Setidaknya 1.200 orang tewas di Israel, terutama dalam serangan awal Hamas, dan 41 tentara Israel tewas di Gaza sejak serangan darat dimulai, kata para pejabat Israel.
Hampir 240 orang yang disandera oleh Hamas dari Israel masih ditawan.
Sekitar 250.000 warga Israel juga mengungsi dari komunitas di dekat Gaza dan di sepanjang perbatasan utara dengan Lebanon, tempat pasukan Israel dan militan Hizbullah berulang kali saling baku tembak.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.