Jumat, 3 Oktober 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Track 1.5, Pembicaraan Diplomasi Rahasia AS-Rusia Soal Ukraina: Nuklir Turun Kalau Krimea Lepas

Dikenal sebagai diplomasi 'track1.5', diskusi rahasia ini memungkinkan AS, Rusia, Ukraina untuk memahami garis merah masing-masing

Olga MALTSEVA / AFP
Seorang pria memotret seorang anak di atas tank Soviet di museum-diorama "Fiery Arc" di kota Belgorod, Rusia, sekitar 40 km dari perbatasan dengan Ukraina, pada 27 Mei 2023. Belgorod, dilanda serangan di seluruh wilayahnya. Serangan Kremlin di Ukraina, minggu ini merupakan tempat serangan dua hari yang belum pernah terjadi sebelumnya dari Ukraina, dengan Rusia menggunakan pasukan dan artileri untuk menghentikannya. Olga MALTSEVA / AFP 

Track 1.5, Pembicaraan Diplomasi Rahasia AS dan Rusia Soal Ukraina: Nuklir Turun Tangan Kalau Kriea Lepas

TRIBUNNEWS.COM - Sementara perang Rusia dan Ukraina terus berkecamuk, terjadi pembicaraan diplomatik rahasia yang berlangsung antara mantan pejabat senior keamanan nasional Amerika Serikat (AS) dan petinggi pemerintahan Rusia di Kremlin.

Pembicaraan rahasia ini dilansir The Moscow Times yang mengutip keterangan seorang mantan pejabat AS yang terlibat langsung dalam pembicaraan diplomatik rahasia tersebut.

Laporan The Moscow Times tersebut meneruskan laporan NBC awal Juli ini yang pertama kali mengabarkan adanya diskusi nonofisial alias 'back-channel' ini.

Baca juga: Pertahanan Rusia Masih Tangguh, Tank-Tank Ukraina yang Dipasok Barat Rontok Kena Ranjau

Pertemuan disebut melibatkan mantan pejabat AS yang terlibat dalam pertukaran rahasia dengan pihak Kremlin, serta pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov, dalam upaya meletakkan dasar negosiasi untuk mengakhiri perang di Ukraina.

Dikenal sebagai diplomasi 'track1.5', diskusi rahasia ini memungkinkan kedua belah pihak untuk memahami garis merah masing-masing dan mengurangi potensi konflik.

Komunikasi ini juga berfungsi sebagai penghubung penting antara negosiasi resmi pemerintah (diplomasi jalur 1) dan dialog pakar tidak resmi (jalur 2).

The Moscow Times mengklaim sudah berbicara dengan salah satu individu yang terlibat langsung dalam pembicaraan ini.

Mantan pejabat AS itu setuju untuk berbicara dengan syarat anonim mengingat sifat rahasia dari diskusi tersebut.

“Ada kebutuhan besar untuk diplomasi 'jalur 1.5' ketika dunia ditutup seperti sekarang,” kata mantan pejabat itu.

Pertemuan antara AS dan para pejabat di Kremlin telah berlangsung setidaknya dua kali sebulan, seringkali melalui format online.

“Saya telah mengunjungi Moskow setidaknya setiap tiga bulan,” kata mantan pejabat itu.

Atas laporan The Moscow Times ini, Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih mengatakan bahwa AS belum meminta pejabat saat ini atau formal untuk membuka saluran komunikasi belakang dengan apa yang tersirat sebagai Moskow.

“Amerika Serikat belum meminta pejabat atau mantan pejabat untuk membuka saluran belakang, dan tidak mencari saluran semacam itu. Kami juga tidak menyampaikan pesan apa pun kepada orang lain,” kicau penjabat juru bicara Dewan Keamanan Nasional, Adam Hodge di tweeter Kamis.

“Ketika kami tidak mengatakan apa-apa tentang Ukraina tanpa Ukraina, kami bersungguh-sungguh.”

Moscow Punya Peranan Penting Bagi AS

Dalam pembicaraan yang dijelaskan oleh mantan pejabat itu, pembicaraan sampai pada kesediaan Kremlin untuk 'meletakkan kartunya di atas meja'.

"Kami diberi akses ke pemikiran Kremlin, meskipun tidak sebanyak yang kami inginkan," kata mantan pejabat itu.

Dari sudut pandang si mantan pejabat, duduk di hadapan para pejabat dan penasihat senior Kremlin, tampak jelas bahwa masalah terbesar adalah bahwa Rusia tidak dapat mengartikulasikan apa yang sebenarnya mereka inginkan dan butuhkan.

“Mereka tidak tahu bagaimana mendefinisikan kemenangan atau kekalahan. Faktanya, beberapa elit yang kami ajak bicara tidak pernah menginginkan perang sejak awal, bahkan mengatakan itu adalah kesalahan total,” katanya.

"Tapi sekarang mereka sedang berperang, menderita kekalahan yang memalukan bukanlah pilihan bagi orang-orang ini."

“Di sinilah kami memperjelas bahwa AS siap untuk bekerja secara konstruktif dengan masalah keamanan nasional Rusia,” mantan pejabat itu menambahkan.

Di luar diskusi rahasia ini, kesediaan AS ini sejatinya melanggar garis resmi AS sendiri yang menekan Rusia secara finansial dan mengisolasinya secara internasional untuk mencegahnya melanjutkan perangnya melawan Ukraina.

“Upaya untuk mengisolasi dan melumpuhkan Rusia sampai ke titik penghinaan atau kehancuran akan membuat negosiasi hampir tidak mungkin – kita sudah melihat ini dalam keengganan pejabat Moskow,” katanya.

“Faktanya, kami menekankan bahwa AS membutuhkan, dan akan terus membutuhkan, Rusia yang cukup kuat untuk menciptakan stabilitas di sepanjang wilayah batas pinggirannya. AS menginginkan Rusia dengan otonomi strategis agar AS dapat memajukan peluang diplomatik di Asia Tengah. Kami di AS harus menyadari bahwa kemenangan total di Eropa dapat membahayakan kepentingan kami di wilayah lain di dunia.

“Kekuatan Rusia, belum tentu merupakan hal yang buruk,” katanya.

Mengenai hubungan Rusia yang semakin dalam dengan China, mantan pejabat itu mengakui bahwa memutuskan hubungan sepenuhnya antara Moskow dan Beijing tidak realistis.

Namun, upaya harus dilakukan untuk membatasi sejauh mana hubungan ini, katanya.

Tujuan Washington adalah untuk mencapai keseimbangan yang mencegah konsolidasi kekuatan Rusia yang luar biasa sambil mendorong peluang diplomatik di Asia, di mana Moskow memainkan peran penting.

“Ini tidak berarti kami meninggalkan (kepentingan) Ukraina atau Eropa,” kata mantan pejabat itu dengan cepat.

“Sebaliknya, kami ingin mencari cara untuk menjamin kemerdekaan Ukraina sambil membawa Rusia kembali sebagai pemain yang lebih kreatif dalam keamanan Eropa,” kata dia.

Lansiran The Moscow Times menulis, "baik AS dan Rusia sebaiknya memakai pandangan imajinasi strategis yang lebih besar dalam beberapa dekade sejak runtuhnya Uni Soviet, kata pejabat itu lebih lanjut.

Dalam beberapa tahun terakhir, Moskow menjadi sangat kesal setelah pemerintahan Biden tidak memprioritaskan upaya untuk membangun kembali hubungan AS-Rusia yang tegang.

Dengan demikian, pemerintahan Biden menyadari — meskipun terlambat — bahwa Rusia berusaha untuk dianggap serius, dengan pembangunan militernya di perbatasan Ukraina pada tahun 2021 merupakan taktik untuk mendapatkan perhatian.

“Ada sangat sedikit dialog AS-Rusia yang berkelanjutan tentang keamanan Eropa,” kata mantan pejabat itu.

“Dan negosiasi kami pada awal 2022, sebelum invasi skala penuh seharusnya tetap dirahasiakan, tetapi Rusia terus membocorkan detail. Ini membuat proses negosiasi jauh lebih sulit.”

Dia mengakui, bagaimanapun, bahwa tidak peduli berapa banyak pekerjaan yang mungkin dilakukan AS sekarang, cepat atau lambat Rusia dan Ukraina harus duduk bersama di meja perundingan.

“Kami menyarankan untuk menyiapkan sejumlah saluran diplomatik untuk memenuhi keinginan semua pihak yang terlibat,” katanya.

“Pertama-tama perlu ada saluran AS-Rusia yang serius, karena ini adalah dua negara yang cukup kuat untuk menegosiasikan keamanan di Eropa. Tentu saja harus ada saluran antara Ukraina dan Rusia, saluran lain antara Rusia dan UE; dan satu antara Rusia dan Dunia Selatan,” katanya.

Peluang Ukraina Tipis Ambil Alih Krimea

Selama diskusi, laporan menyebut, menjadi jelas bahwa peluang Ukraina untuk merebut kembali wilayah pendudukannya sangat tipis.

Krimea tetap menjadi masalah yang sangat diperdebatkan, karena Ukraina menegaskan niatnya untuk merebut kembali wilayah yang dianeksasi Rusia pada tahun 2014.

“Jika Rusia mengira akan kehilangan Krimea, hampir pasti (Rusia) akan menggunakan senjata nuklir taktis,” kata mantan pejabat itu.

Dia mencatat bahwa Washington juga telah menawarkan untuk membantu melakukan referendum yang adil di wilayah Donetsk, Luhansk, Kherson dan Zaporizhzhia yang diduduki Rusia, di mana penduduk akan memilih apakah mereka ingin menjadi bagian dari Ukraina atau Rusia.

Rusia tampaknya menolak tawaran ini dan mengklaim telah mencaplok wilayah tersebut pada September 2022 menyusul referendum yang secara luas dianggap palsu.

Namun mantan pejabat itu mengungkapkan kebuntuan dalam pembicaraan rahasia yang sedang berlangsung.

“Dalam diplomasi Rusia, semuanya sekarang terhubung, semuanya dibangun di sekitar lokus perang sehingga mustahil untuk melakukan bentuk diplomasi yang produktif.”

Masalahnya bukan pada elite Rusia secara keseluruhan, tapi -secara khusus- keputusan Vladimir Putin, jelasnya.

“Putin adalah penghalang utama untuk semua kemajuan,” katanya.

“Pemerintah AS telah melakukan setidaknya satu upaya untuk berbicara dengan Kremlin tetapi Putin sendiri menolak.”

Untuk alasan ini, dia berargumen, Washington “harus mulai menjangkau elit Rusia anti-perang dan mulai membuat kemajuan dengan mereka.”

Jika ada dukungan di antara elit untuk pemimpin lain, katanya, “melengserkan Putin bukanlah hal yang mustahil.”

Disclaimer The Moscow Times: Artikel ini telah diperbarui untuk mengklarifikasi bahwa sumbernya adalah mantan pejabat, dan untuk menambahkan pernyataan Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved