Sabtu, 4 Oktober 2025

Polusi udara di Jakarta tertinggi se-Asia Tenggara, dua tahun setelah Pemprov DKI kalah gugatan

Dalam dua minggu terakhir, Jakarta telah beberapa kali menduduki peringkat satu sebagai kota dengan polusi udara terburuk di dunia…

Walaupun memang Jakarta tidak selalu menempati posisi nomor satu, menurut Diya hal tersebut tidak terlalu penting sebab data itu berubah per jam.

Yang patut digarisbawahi dan perlu dikhawatirkan, kata dia, adalah fakta bahwa udara di Jakarta sudah termasuk dalam kategori tidak sehat.

“Tapi sebenarnya yang mau digarisbawahi itu bukan masalah ada di peringkat berapanya tapi kita lebih melihat walaupun bukan di peringkat satu tapi tetap kualitas udaranya itu masuk ke tidak sehat gitu. Selalu dalam warna merah.

“Ini suatu hal yang perlu diperhatikan ya, terutama oleh pemerintah,” ujarnya.

Berdasarkan data dari situs Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) milik Kementerian LHK, udara di Jakarta berada di level tidak sehat. Pada parameter PM2.5, udara di sekitar GBK berada pada angka 109 pada pukul 12.00 siang.

Tak hanya itu, hasil dari Laporan Akhir Kegiatan Pemantauan Kualitas Udara Provinsi DKI Jakarta Tahun 2021-2022 menunjukkan bahwa selama dua tahun terakhir kualitas udara di Jakarta masih berstatus ”tercemar”.

Sementara, Indonesia menduduki peringkat pertama negara dengan polusi tertinggi se-Asia Tenggara berdasarkan laporan World Air Quality (IQAir) 2022.

Dalam daftar negara paling berpolusi di seluruh dunia, Indonesia berada di posisi ke-26. Berdasarkan laporan tersebut, Jakarta memiliki tingkat konsentrasi PM 2.5 harian yang mencapai 30.4 µgram/m3 dan 36.2 µgram/m3.

Angka tersebut menunjukkan adanya perbaikan kualitas udara dibanding tahun sebelumnya, yakni 11% cara nasional dan 7% di Jakarta saja. Meskipun demikian, tingkat konsentrasi tersebut masih enam hingga tujuh kali lipat lebih tinggi dari standar yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Apa yang membuat udara di Jakarta semakin tercemar?

Direktur PPKL Kementerian LHK, Luckmi Purwandari, mengatakan bahwa kualitas udara Jakarta di bulan Mei, Juni, Juli, Agustus setiap tahun lebih buruk dibanding bulan-bulan lainnya.

Hasil penelitian Kementerian LHK selama tahun 2018-2020 di beberapa stasiun pemantau kualitas udara di Jakarta menunjukkan bahwa konsentrasi partikulat PM 2,5 rata rata harian berada pada kondisi lebih tinggi dibanding bulan-bulan lainnya.

“Hal ini terjadi karena adanya pengaruh siklus musim. Pada bulan April sampai September adalah musim kemarau dimana bertiup angin timur yang kondisinya kering serta membawa debu dan partikel lebih banyak.

“Sedangkan pada bulan Oktober sampai Maret adalah musim penghujan dimana bertiup angin barat yang mengandung uap air sehingga kualitas udara lebih baik dibanding musim kemarau,” jelas Luckmi.

Selain itu, ia mengatakan populasi manusia dan aktivitasnya yang meningkat juga berpotensi meningkatkan pencemaran lingkungan, termasuk potensi pencemaran udara. Pada 2020, penduduk DKI Jakarta telah berjumlah lebih dari 10 juta jiwa dengan tren pertambahan penduduk 0,92% per tahun.

Sehingga menurut Luckmi, manajemen pengelolaan dan pengaturan juga menjadi hal penting.

"Bila tidak dibarengi dengan pemilihan sarana prasarana dengan teknologi teknologi ramah lingkungan dan transportasi massal ramah lingkungan maka akan berdampak pada semakin menurunnya kualitas udara," ujar Luckmi.

Diya mengatakan bahwa kebanyakan masyarakat menganggap kontributor utama polusi udara di Jakarta adalah kepadatan lalu lintas yang mengeluarkan emisi transportasi.

Namun, itu ternyata terbukti tidak benar saat masa pandemi membuat masyarakat terpaksa beraktivitas di rumah dan menghentikan mobilisasi jalanan.

“Ketika kita lockdown, semuanya isolasi, enggak ada kendaraan yang masuk Jakarta. Kalaupun ada itu sangat sedikit, tapi polusinya naik.

“Jadi ketika di negara-negara lain ketika mereka isolasi itu memang turun, di Jakarta itu malah naik. Jadinya kita mempertanyakan ulang,” ujar Diya.

Ia mengatakan bahwa sebetulnya pencemaran udara di Jakarta juga disebabkan oleh polusi yang datang dari kawasan-kawasan industri yang di daerah-daerah sekitar Jakarta.

Sebab, daerah-daerah seperti Banten, Karawang dan lainnya dipenuhi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang mengeluarkan limbah dan asap.

Polutan tersebut kemudian terbawa melintasi batas daerah dan masuk ke Jakarta sebagai polusi udara yang melampaui batas atau transboundary air pollution.

Hal tersebut dibenarkan oleh Humas Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Yogi Ikhwan.

Ia mengatakan bahwa sumber terbesar polutan SO2 berasal dari sektor industri, sedangkan untuk NOx, CO, PM10 dan PM2,5 didominasi oleh sektor transportasi.

"Sumber emisi di suatu wilayah akan mempengaruhi wilayah lain karena adanya pergerakan polutan akibat pola angin yang membawa polutan bergerak dari satu lokasi ke lokasi yang lain sehingga menyebabkan terjadinya potensi peningkatan konsentrasi dilokasi tersebut," ujar Yogi.

Ia menambahkan bahwa pemerintah melakukan pengawasan sumber emisi tidak bergerak, yakni cerobong, secara pasif dan aktif serta melakukan penegakan hukum terhadap kegiatan usaha yang melanggar aturan.

Dalam hal ini, Diya berharap pemerintah segera melakukan transisi ke energi bersih.

“Pemerintah harus melakukan transisi energi itu sendiri. Mulai dari energi yang fosil ini, yang kotor, itu bergeserlah pelan-pelan ke energi terbarukan, energi yang lebih bersih,“ lanjut Diya.

Ia mencontohkan China sebagai negara yang berhasil melakukan transformasi energi hingga polusi udara di kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai berhasil berkurang.

”Pada akhirnya mereka bergerak, dan menurut aku itu langkahnya sangat signifikian karena mereka memang berani untuk shutdown PLTU mereka, dan hasilnya terbukti,” katanya.

Karena ia sadar pencemaran udara tidak akan selesai dalam waktu singkat, ia hanya berharap pemerintah melakukan langkah awal, yakni memberi peringatan kepada warga jika udara di luar sudah mencapai kadar yang tak layak hirup.

“Pemerintah harus berani mengeluarkan sistem peringatan dini kepada warga Jakarta. Jadi pada saat kualitas udara lagi memburuk, perlu memberitahu masyarakat, warga untuk hati-hati ya, udaranya sedang buruk di luar.”

Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved