Sabtu, 4 Oktober 2025

Kongo Banjir: 'Keajaiban' Terjadi Saat Dua Bayi Bertahan Hidup Terapung Di Atas Puing

Dua bayi telah diselamatkan saat mengambang di dekat tepi Danau Kivu beberapa hari setelah banjir menewaskan lebih dari 400 orang di Republik Kongo

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
GUERCHOM NDEBO / AFP
Relawan Palang Merah Kongo mengeluarkan jenazah seseorang yang meninggal saat banjir besar di Bushushu di bagian timur Republik Demokratik Kongo, pada 8 Mei 2023. 

TRIBUNNEWS.COM, KINSHASA - Dua bayi telah diselamatkan saat mengambang di dekat tepi Danau Kivu beberapa hari setelah banjir menewaskan lebih dari 400 orang di Republik Demokratik Kongo timur.

"Ini sebuah keajaiban, kami semua terkagum-kagum," kata tokoh masyarakat lokal, Delphin Birimbi.

Dikutip dari laman BBC, Kamis (11/5/2023), orang tua bayi-bayi itu telah meninggal, namun mereka dapat dirawat oleh orang yang mau membesarkan mereka.

Tidak jelas bagaimana bayi-bayi itu bisa bertahan hidup selama tiga hari mengapung di danau, namun para pengamat mengatakan bahwa mereka mengambang di atas puing-puing.

"Bayi-bayi itu diselamatkan pada Senin lalu, satu di Bushushu dan satu lagi di Nyamukubi, dua desa yang paling parah dilanda banjir yang terjadi minggu lalu," jelas Birimbi.

Palang Merah Kongo memperingatkan tragedi tersebut telah menyebabkan pemandangan menyedihkan di desa-desa, di mana mayat ditumpuk dan dibungkus selimut.

Ada pula kekhawatiran terkait munculnya bau mayat yang membusuk.

Lebih banyak mayat ditemukan di lumpur pada Rabu kemarin, dengan jumlah korban setidaknya mencapai 411 orang.

Dari jumlah tersebut, 317 telah dikuburkan.

"Namun mengidentifikasi semua yang meninggal adalah sebuah tantangan, kata para pemimpin setempat.

Karena beberapa dari mereka bukan merupakan penduduk desa, melainkan pedagang yang berkunjung dari kota-kota tetangga saat hujan turun ketika siang dan sore hari.

"Lebih banyak mayat ditemukan pada tahap pembusukan. Tanpa kamar mayat berkapasitas besar, penguburan yang aman harus dilakukan dengan cepat, saat identifikasi oleh anggota keluarga memungkinkan untuk dilakukan," kata Juru bicara Palang Merah Kongo, John Kashinzwet.

Seorang perwakilan dari badan amal medis Médecins Sans Frontières (MSF) sebelumnya menguraikan skala bencana di negara itu.

MSF mengatakan bahwa desa-desa tersebut saat ini menghadapi 'Krisis kemanusiaan'.

Dalam sebuah video yang dibagikan di Twitter oleh seorang Jurnalis lokal, seorang wanita terdengar mengatakan bahwa salah satu bayi yang diselamatkan memiliki kaki yang terluka parah.

"Lebih dari 5.000 orang kini masih dinyatakan hilang dan 'kegiatan penyelamatan masih berlangsung'," papar Birimbi.

Kelompok masyarakat sipil setempat melaporkan bahwa 200 orang yang terluka berada di pusat kesehatan setempat dan rumah sakit setelah banjir melanda.

Sementara 1.300 rumah penduduk telah hancur, dan 'banyak sekolah, fasilitas kesehatan, gereja, dan infrastruktur air yang hancur'.

Baca juga: Banjir di Kongo, Korban Tewas 401 Orang, Presiden Felix Tshisekedi Umumkan Hari Berkabung Nasional

Korban banjir sebelumnya mengatakan bahwa hidup mereka telah hancur total.

"Saya tidak punya kerabat lagi, dan saya tidak punya ladang, saya tidak punya apa-apa," kata Gentille Ndagijimana.

Banyak masyarakat setempat, termasuk peraih Nobel perdamaian Denis Mukwege yang berasal dari daerah ini, mengutuk penguburan korban banjir di kuburan massal.

Demikian pula Birimbi yang mengkritik pemerintah, terutama Presiden dan Perdana Menteri, karena tidak mengunjungi lokasi banjir, meskipun hari berkabung nasional diadakan pada Senin lalu.

Sebelumnya, hujan lebat melanda hanya beberapa hari setelah banjir terjadi di negara tetangga Rwanda, di mana lebih dari 130 orang tewas.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) António Guterres mengatakan banjir adalah ilustrasi lain dari percepatan perubahan iklim.

Banyak faktor yang menyebabkan banjir, namun atmosfer yang menghangat akibat perubahan iklim membuat curah hujan yang ekstrem lebih mungkin terjadi.

Dunia telah menghangat sekitar 1,2 derajat Celcius sejak era industri dimulai dan suhu akan terus meningkat, kecuali jika pemerintah di seluruh dunia melakukan pengurangan emisi secara drastis.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved