RUU Konservasi: Mengapa masyarakat adat perlu dilibatkan dalam konservasi hutan?
Tokoh masyarakat adat Dalem Tamblingan, yang berasal dari Bali, Putu Ardana, mengatakan masyarakat adat harus dilibatkan karena menurut dia,
Mulai November 2022, DPR membahas RUU ini. Per April 2023, RUU KSDAHE sudah mencapai tahap pembahasan di Pembicaraan Tingkat I oleh para pihak-pihak terkait.
Daniel Johan, selaku perwakilan panja DPR, mengatakan pihaknya tidak ingin terburu-buru dalam melakukan pembahasan agar diperoleh hasil yang maksimal dan kepentingan “konservasi benar-benar berjalan sesuai dengan tuntutan perkembangan”.
Pembahasan RUU ini juga mengalami hambatan, mulai dari masalah teknis, terkait jadwal rapat, sampai soal substansinya. Daniel menyebut pemerintah dan DPR belum memiliki persamaan persepsi dalam rumusan pasal-pasal.
“Ada beberapa rumusan usulan DPR yang dihapus oleh pemerintah, tetapi di situlah pentingnya menyamakan persepsi agar RUU ini menjadi lebih baik. Lahirnya undang-undang harus kerja sama antara DPR dan Pemerintah, artinya ketika RUU KSDAE ini banyak penolakan dari pemerintah maka akan lama lagi pembahasannya, padahal DPR ingin UU KSDAE ini benar-benar mengayomi masyarakat,” kata Daniel.
Menurut Kasmita Widodo, Muhammad Arman, dan Putu Ardana, daftar inventarisasi masalah (DIM) yang dilakukan pemerintah justru tidak sejalan dengan DPR.
Arman menyebutnya “lebih buruk” karena masih bertahan dengan undang-undang versi lama.
Widodo bahkan beranggapan pemerintah tidak mau mengganti undang-undang sebelumnya dengan RUU KSDAHE, “mereka maunya merevisi”.
“Kalau saya disuruh milih, saya lebih memilih yang diajukan DPR daripada DIM pemerintah. Tetapi, kalau boleh lagi, idealnya, justru banyak konsep yang harus diubah dulu,” ujar Ardana.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.