Kamis, 2 Oktober 2025

Studi: Amerika Serikat Tidak Siap Melawan China

AS disebut tak punya persediaan amunisi yang cukup atau kapasitas industri untuk mengisinya kembali dalam konfrontasi militer dengan China

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Arif Fajar Nasucha
US ARMY/WIKIPEDIACOMMON
Tentara AS sedang menembakkan rudal antitank Javelin yang diproduksi Raytheon. Ada 5.000 unit rudal jenis ini telah dikirimkan AS ke medan tempur Ukraina. Studi sebut AS tak punya persediaan amunisi yang cukup atau kapasitas industri untuk mengisinya kembali dalam konfrontasi militer dengan China. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) tidak memiliki persediaan amunisi yang cukup atau kapasitas industri untuk mengisinya kembali dalam konfrontasi militer besar-besaran dengan China.

Pernyataan ini disampaikan sebuah think tank AS, mengutip serangkaian latihan perang yang dilakukan negara itu.

Dikutip dari laman Russia Today, Selasa (24/1/2023), Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) yang menjalankan simulasi, telah mendesak Pentagon untuk menimbun senjata dan bahan untuk memproduksinya, serta memberi insentif kepada produsen untuk membangun fasilitas baru dengan menawarkan persyaratan yang lebih baik.

CSIS, sebuah organisasi nirlaba yang mencantumkan kontraktor pertahanan utama di antara donornya, termasuk Lockheed Martin, Boeing dan General Dynamics telah mengkritik keadaan industri pertahanan AS 'tidak memadai untuk lingkungan kompetitif saat ini'.

"Basis produksi tidak dapat mendukung konflik intensitas tinggi yang berlarut-larut," kata laporan yang dirilis pada Senin kemarin.

Negara kehabisan senjata tertentu dalam simulasi, termasuk rudal Javelin dan Stinger, howitzer 155 mm dan radar kontra-artileri.

Hal itu karena persenjataan itu telah dikirim ke Ukraina.

Baca juga: Menteri Luar Negeri Rusia Puji Hubungan Moskow-Beijing, Tuduh Amerika Lakukan Provokasi

Dalam potensi konflik dengan China terkait Taiwan, yang dinilai CSIS dapat pecah dengan hanya sedikit waktu persiapan, skenario ini dapat direplikasi.

"Dalam hampir dua lusin pengulangan permainan perang CSIS yang memeriksa potensi perang AS dan China di Selat Taiwan, AS biasanya mengeluarkan lebih dari 5.000 rudal jarak jauh dalam tiga minggu konflik yakni 4.000 JASSM, 450 LRASM, 400 Harpoon, dan 400 rudal serangan darat (TLAM) Tomahawk," jelas laporan itu.

Think tank memperkirakan bahwa LRASM, Rudal Anti-Kapal Jarak Jauh, akan menjadi sangat penting jika Angkatan Laut (AL) China memberlakukan blokade terhadap pulau yang diperintah sendiri itu.

CSIS mencatat, AS menghabiskan inventaris senjata-senjata itu pada minggu pertama di setiap iterasi konflik yang dimodelkan, sedangkan waktu untuk memproduksi senjata adalah dua tahun.

Laporan tersebut mengidentifikasi sejumlah kelemahan mendasar, termasuk status Pentagon sebagai satu-satunya pembeli senjata dan aturan akuisisinya yang memprioritaskan 'efisiensi dan pengendalian biaya terkait kecepatan dan kapasitas'.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved