Sabtu, 4 Oktober 2025

Krisis Myanmar

Siswa dan Guru Myanmar Boikot Sekolah: Takut Diserang Militer dan Tuntut Reformasi Sistem Pendidikan

Para siswa dan guru di Myanmar tidak hadir di sekolah karena takut diserang oleh militer. Mereka juga menuntut reformasi pada sistem pendidikan.

Penulis: Rica Agustina
Foto AP, Channel News Asia
Demonstran antikudeta di Myanmar - Para siswa dan guru di Myanmar tidak hadir di sekolah karena takut diserang oleh militer. Mereka juga menuntut reformasi pada sistem pendidikan. 

TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah militer atau junta Myanmar kembali membuka seluruh sekolah di negara itu per 1 November 2021.

Namun, hingga kini ruang kelas hampir sepenuhnya kosong dengan siswa dan guru.

Seorang siswa dengan nama samaran Chika Ko mengatakan, dia dan temannya tidak pergi ke sekolah karena baru-baru ini terjadi ledakan di sebuah sekolah.

Siswa berusia 16 tahun dari Pray, sebuah kota di negara bagian Bago itu, menambahkan, sekolahnya saat ini memang belum diserang.

Akan tetapi kabar ledakan di sekolah lain telah membuatnya sangat ketakutan dan memilih tinggal di rumah.

Baca juga: Wartawan AS dibebaskan junta Myanmar setelah sempat divonis 11 tahun penjara oleh pengadilan militer

"Saya tidak pergi ke sekolah karena baru-baru ini terjadi ledakan di sekolah. Tidak ada teman saya yang pergi juga," kata Chika Ko dikutip dari Al Jazeera.

"Sekolah saya belum diserang tetapi ketika saya mendengar ledakan di sekolah lain, itu membuat saya sangat takut dan saya tinggal di rumah," tambahnya.

Chika Ko mengatakan, ada sekitar 600 siswa yang menuntut ilmu di sekolahnya.

Dari 600 siswa tersebut, hanya sekitar 20 siswa yang hadir di sekolah dalam beberapa minggu terakhir.

Sejak junta mengumumkan pembukaan kembali sekolah pada 1 November, setelah penutupan nasional pada Juli karena Covid-19, banyak siswa seperti Chika Ko menolak untuk hadir.

Kebanyakan para siswa melakukannya karena ingin memprotes militer yang merebut kekuasaan dalam kudeta pada 1 Februari.

Tak sedikit dari mereka juga melakukannya karena takut menjadi sasaran serangan pasukan keamanan.

Tindakan para siswa turut mendapatkan dukungan dari para orangtua, di antaranya Nay Zin Oo.

Nay Zin Oo, bukan nama yang sebenarnya, memiliki satu anak di sekolah dasar dan dua di sekolah menengah.

Orangtua berusia 48 tahun dari Yangon itu telah menolak memberikan izin kepada anak-anaknya untuk menghadiri kelas sementara militer mengendalikan negara.

Selebaran ini diambil pada 10 September 2021 dan diterima dari sumber anonim pada 18 September menunjukkan orang-orang yang berusaha memadamkan api ketika rumah-rumah terbakar di Desa Namg Kar di Kotapraja Gangaw wilayah Magwe, ketika pertempuran berlanjut antara militer Myanmar dan pengunjuk rasa melawan kudeta militer.
Selebaran ini diambil pada 10 September 2021 dan diterima dari sumber anonim pada 18 September menunjukkan orang-orang yang berusaha memadamkan api ketika rumah-rumah terbakar di Desa Namg Kar di Kotapraja Gangaw wilayah Magwe, ketika pertempuran berlanjut antara militer Myanmar dan pengunjuk rasa melawan kudeta militer. (ANONIM/AFP)
Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved