Sabtu, 4 Oktober 2025

Krisis Myanmar

Siswa dan Guru Myanmar Boikot Sekolah: Takut Diserang Militer dan Tuntut Reformasi Sistem Pendidikan

Para siswa dan guru di Myanmar tidak hadir di sekolah karena takut diserang oleh militer. Mereka juga menuntut reformasi pada sistem pendidikan.

Penulis: Rica Agustina
Foto AP, Channel News Asia
Demonstran antikudeta di Myanmar - Para siswa dan guru di Myanmar tidak hadir di sekolah karena takut diserang oleh militer. Mereka juga menuntut reformasi pada sistem pendidikan. 

Pasukan keamanan yang berada di bawah komando junta, telah menyerang guru dan siswa yang terlibat dalam CDM.

Tentara bersenjata berada di sekeliling sekolah dan di ruang kelas sehingga membuat siswa dan guru ketakutan.

Selama akhir pekan, dua guru sekolah menengah dari Mandalay, yang menolak bekerja di bawah militer, dipukuli dan ditangkap karena mendukung gerakan pemogokan.

Pada 12 November, sebuah sekolah pelatihan komputer di Mandalay, dibakar karena dianggap terkait dengan badan amal yang berafiliasi dengan Aung San Suu Kyi.

Pembukaan Universitas

Sementara pembukaan kembali 1 November adalah untuk SD, SMP, dan SMA, ada juga pembicaraan bahwa universitas dapat dibuka kembali segera setelah Desember.

Rencana tersebut mendapatkan tanggapan dari para mahasiswa.

Mereka memutuskan juga akan melanjutkan boikot mereka.

Sekretaris Serikat Mahasiswa Sagaing, Way Yan Pyo memutuskan dia tidak akan hadir di kampus.

"Saya sudah memutuskan ketika mereka membuka universitas, saya tidak akan hadir," kata Way Yan Pyo.

FOTO DOKUMENTASI: Pengunjuk rasa mengenakan jas hujan untuk melindungi diri dari meriam air polisi saat mereka berdemo menentang kudeta militer di Yangon, 9 Februari 2021. Duta Besar Myanmar untuk PBB memperingatkan badan dunia itu tentang laporan pembantaian oleh militer.
FOTO DOKUMENTASI: Pengunjuk rasa mengenakan jas hujan untuk melindungi diri dari meriam air polisi saat mereka berdemo menentang kudeta militer di Yangon, 9 Februari 2021. Duta Besar Myanmar untuk PBB memperingatkan badan dunia itu tentang laporan pembantaian oleh militer. (AFP)

Dia tidak ingin lulus dalam sistem pendidikan di bawah kekuasaan junta.

Dia lebih memilih menunggu sampai ada reformasi kurikulum.

"Saya tidak ingin lulus dalam sistem militer, terutama yang tidak diakui secara internasional. Saya lebih suka menunggu sampai mereka mengubah kurikulum tetapi saya tidak berpikir mereka akan mengubahnya dalam waktu dekat, jadi untuk sementara saya telah bergabung dengan PDF lokal," jelas Way Yan Pyo.

Negara bagian Sagaing di barat laut Myanmar telah menjadi salah satu pusat kekerasan antara militer dan kelompok perlawanan, dengan banyak anak muda terjebak dalam baku tembak.

Ketua serikat pekerja Way Yan Pyo diculik pada bulan September dan tidak ada kabar lagi sejak itu.

Untuk melindungi diri mereka sendiri, serta untuk melawan para jenderal, Way Yan Pyo dan banyak teman-teman sekelasnya telah bergabung dengan gerakan perlawanan, mengangkat senjata untuk berperang.

Baca juga artikel lain terkait Krisis Myanmar

(Tribunnews.com/Rica Agustina)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved