Aktivis HAM Ungkap Metode Interogasi Iran: Semprot Lada ke Kelamin, Cabut Kuku Jari, hingga Disetrum
Amnesty International pada Rabu lalu menuduh pihak keamanan Iran menggunakan metode penyiksaan saat interogasi.
Penulis:
Ika Nur Cahyani
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha
Hukuman penjara berkisar antara satu bulan hingga 10 tahun, kata laporan itu.
Hukuman itu ditujukan untuk tuduhan berkumpul untuk melakukan kejahatan pada keamanan nasional, menyebarkan propaganda untuk melawan sistem, mengganggu ketertiban umum, dan menghina Pemimpin Tertinggi.
Baca: Terungkap! Para Tahanan Politik Disiksa di Kamp Penyiksaan Kim Jong-Un
Baca: Mandor Kapal Ikan China Jadi Tersangka Penyiksaan Anak Buah Kapal WNI Hingga Tewas

"Rasanya seperti seluruh tubuh saya ditusuk dengan jutaan jarum," ujar pria yang diduga disiksa dengan sengatan listrik kepada pihak Amnesty.
Seorang pria lain mengaku tangan dan kakinya digantung di tiang.
Metode ini disebut 'ayam kebab' oleh interogatornya.
"Sakitnya sangat menyiksa," katanya.
"Ada begitu banyak tekanan dan rasa sakit di tubuh saya sehingga saya tiba-tiba akan buang air kecil sendiri."
"Keluarga saya tahu bahwa saya disiksa, tetapi mereka tidak tahu bagaimana saya disiksa.
"Saya merasa sedih karena tidak ada orang yang dapat saya ajak bicara," ceritanya mengenang siksaan itu.
Orang ketiga asal provinsi Khorasan Razavi, bercerita tentang bagaimana dia menjadi sasaran waterboarding.
"Mereka (interogator saya) akan membasahi handuk dengan air dan meletakkannya di wajah saya."
"Kemudian mereka akan menuangkan air perlahan ke atas handuk, yang membuat saya merasa seperti tercekik."
"Mereka akan berhenti sampai saya mulai merasa lebih baik dan kemudian mereka akan mulai menyiksa saya dengan cara ini lagi."
"Mereka juga meninju, menendang, dan mencambuk saya di telapak kaki saya dengan kabel," cerita pria ini.
Baca: Seorang Ayah di Iran Tega Penggal Putrinya Usia 14 Tahun saat Tidur, Hanya Dihukum 9 Tahun Penjara
Baca: Persepolis, Kota Kuno di Iran yang Amat Megah Meski Hanya Tersisa Reruntuhan
Diana Eltahawy, Deputy Regional Director Amnesty International untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, memberikan pernyataan atas temuan tersebut.