PascaPerang Dunia II tentara dilatih 'tanpa belas kasih' saat bertempur
Seusai Perang Dunia II, sebuah kajian militer yang kontroversial menyebut mayoritas prajurit AS yang terlibat dalam pertempuran sejatinya tidak
Dia melanjutkan penelitiannya pada Perang Korea dan melaporkan rasio penembakan bertambah menjadi 55%.
Di Vietnam, rasio penembakan naik lebih tinggi. Sebuah kajian menemukan bahwa 90% tentara AS menembakkan senjata mereka ke pihak lain.
Metodologi
Marshall mengemukakan istilah "wawancara setelah pertempuran".
Caranya, dia mengunjungi pasukan di garis depan—dia mengklaim telah berbincang dengan lebih dari 400 orang—sesaat setelah pertempuran dan berbicara dengan tentara yang terlibat.
Tanpa menyebut identitas, para tentara itu mengemukakan apa yang mereka lakukan dalam pertempuran dan Marshall mencatatnya. Namun, kalangan yang mengritik Marshall mengatakan hanya sedikit buku catatan yang pernah ditemukan.
Kalangan pengritik juga menuding Marshall tidak pernah mewawancarai prajurit yang terluka, atau karena alasannya jelas, mereka yang kemudian tewas.

Dari catatan-catatan itu, Marshall membangun teori, yaitu mayoritas tentara AS yang berperang melawan Jerman dan Jepang terlalu takut menembak musuh.
Mereka tidak takut mati, menurutnya, tapi takut membunuh.
Penuturan Marshall ini kemudian didengar oleh para jenderal di Washington.
Teknik pelatihan
Semula latihan menembak bagi tentara AS biasanya menggunakan sasaran jarak jauh di lapangan tembak.
Namun, latihan semacam ini tidak mirip dengan kondisi pertempuran yang sebenarnya dan tidak menyiapkan serdadu untuk menembak manusia.
- Perang Dunia II: Pendaratan tentara sekutu di Prancis dalam foto berwarna
- Kisah Mata Hari, mata-mata Eropa yang pernah tinggal di Jawa Timur
- 'Perempuan pincang', mata-mata yang paling ditakuti oleh Nazi

Kemudian setelah Perang Dunia II, militer mulai memakai sasaran berupa bayangan manusia.
Hal ini, diharapkan, akan membantu mengatasi ketakutan agresi.
Target menembak juga akan muncul secara tiba-tiba pada jarak yang beragam, lantas tentara diperintahkan menembak secara cepat untuk merangsang refleks menembak.