'Keluarga saya tidak akan naik 737 Max,' kata mantan teknisi Boeing tentang pesawat yang terlibat dalam dua kecelakaan
Mantan teknisi Boeing mengatakan kepada program Panorama BBC bahwa pekerjaan bidang produksi pesawat 737 Max tidak cukup dana dan bahwa keluarganya
Tetapi para pilot tidak mengenal MCAS karena tidak dimasukkan dalam materi pelatihan atau manual 1.600 halaman Max.
Sistem Boeing juga memiliki cacat yang fatal - karena menggunakan sensor tunggal untuk mengetahui sudut terbang pesawat.
Pada penerbangan Indonesia dan Ethiopia, sensor berhenti bekerja dengan baik. Ini menyebabkan MCAS memaksa pesawat bergerak ke bawah meskipun sebenarnya telah berada pada arah yang benar.
Pilot berjuang mengendalikan kontrol, karena MCAS dirancang untuk bekerja setiap beberapa detik. Pesawat Indonesia dipaksa bergerak turun lebih dari 20 kali sebelum mengalami kecelakaan.
'Rumit'
Boeing menyatakan pihaknya tidak bergantung pada sensor tunggal, karena pilot hadir sebagai pengganti. Terdapat cara untuk mengendalikan MCAS - prosedur standar yang para pilot seharusnya telah mengetahui saat menerbangkan 737 versi sebelumnya.
Perusahaan mengatakan para pilot tidak mengikuti prosedur operasi yang tepat ketika terjadi masalah.
Tetapi pilot seperti Chris Brady mengatakan adalah suatu kekeliruan untuk menyalahkan pilot.
"Jika Anda akan merancang dan mensertifikasi sebuah pesawat dengan modus kegagalan yang begitu rumit dan tidak jelas seperti yang dialami para awak, tidaklah mengherankan jika awak pada umumnya tidak dapat mengatasinya," katanya.
Boeing menyatakan pihaknya memusatkan perhatian pada penerapan perbaikan perangkat lunak, menyelesaikan pelatihan pilot dan membangun kembali kepercayaan para pelanggan.
"Boeing sangat menyesalkan hilangnya nyawa dan akan terus bekerja sama dengan masyarakat, pelanggan dan industri penerbangan untuk membantu proses penyembuhan," katanya.