Brochez, Sang Pembocor Data Penderita HIV di Singapura
Portal HealthHub Kementerian Kesehatan menyebutkan, 90% infeksi HIV di Singapura terjadi melalui hubungan seksual,
Pada Mei 2016, Kementerian Kesehatan mengajukan laporan kepada kepolisian setelah menerima informasi bahwa Brochez memiliki informasi rahasia pengidap HIV di Singapura. Kemudian, pada 22 Januari 2019, kepolisian menginformasikan Kementerian Kesehatan bahwa Brochez telah membocorkan data rahasia tersebut secara daring.
Pro kontra registrasi data penderita HIV
Dari banyak media yang di riset kontan.co.id, data yang bocor itu data pasien HIV sejak tahun 1985 hingga Januari 2013. Tercatat ada 5.400 orang Singapura yang mengidap HIV. Jumlah orang asing di Singapura yang mengidap HIV di Singapura mencapai 8.800 orang.
Data yang bocor tersebut terbilang lengkap, karena data-data tersebut dilengkapi dengan nama, nomor identifikasi, nomor telepon, alamat, hingga hasil tes HIV serta informasi medis lainnya.
Tak pelak ini memantik kemarahan banyak orang. Pasalnya, registrasi data pribadi mereka untuk untuk tujuan kesehatan masyarakat, antara lain untuk pengawasan penyakit, pemantauan i infeksi HIV, pelacakan kontak hingga untuk pencegahan penyakit serta langkah-langkah yang harus dilakukan pemerintah.
Data itu harusnya juga merupakan data rahasia. Lantaran bocor, banyak orang mempertanyakan perlunya registrasi dan penyimpanan data hingga mempertanyakan keamanannya. Beberapa profesional medis kepada Channel NewsAsia menyebut, registrasi tetap relevan dilakukan.
“Pendaftaran berguna untuk memantau kasus dan perkembangan HIV setiap tahun, termasuk untuk melacak perubahan virus dan cara penyakit itu ditularkan,” ujar spesialis penyakit menular dari Rumah Sakit Mount Elizabeth Novena, Dr Leong Hoe Nam.
Registrasi penting karena bisa menjadi langkah antisipastif pemerintah dalam pengendalikan penyakit, hingga memproyeksikan biaya perawatan kesehatan. Apalagi, Undang-Undang Penyakit Menular, para profesional kesehatan berkewajiban memberi tahu Kementerian Kesehatan tentang hasil tes HIV positif.
Registrasi juga penting karena bisa melacak pasien dengan menggunakan detail pribadi bisa mencegah penghitungan ganda. Angka-angka pengidap virus HIV akan lebih akurat. Toh, kewajiban yang sa,a seperti TBC dan Hepatitis B dan C juga mewajibkan adanya registrasi.
Dr Jeremy Chan menambahkan, melacak tren HIV juga membutuhkan adanya data-data. Ini menjadi lebih mudah karena registrasi. “ Singapura kecil dan rentan,dan ada kebutuhan untuk meminimalkan risiko penyakit menular semacam itu,” ujar Dr Chan.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), HIV juga bermutasi dan berkembang menjadi virus baru sehingga butuh pemantauan. Tahap paling lanjut dari infeksi HIV adalah Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), yang didefinisikan perkembangan kanker tertentu, infeksi atau manifestasi klinis parah lainnya.
HIV selama ini banyak ditularkan secara seksual dan dapat menginfeksi siapa pun tanpa memandang jenis kelamin atau praktik seksual. Meski begitu, saat pertama kali ditemukan, HIV lebih banyak berjangkit di antara laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki.
Portal HealthHub Kementerian Kesehatan menyebutkan, 90% infeksi HIV di Singapura terjadi melalui hubungan seksual, dan 60% timbul dari hubungan seksual heteroseksual. Adanya data akan memudahkan pemantauan perkembangan penyakit ini.
Meski begitu, sebagaian dokter juga menyebut, identifikasi gender dan kebangsaan saja cukup, sepanjang ada indentikfikasi unik.
Ketua Komite Parlemen Pemerintah (GPC) untuk Kesehatan Dr Chia Shi-Lu menambahkan, dengan kebocoran data, perlu ada diskusi intensif atras kebutuhan untuk menyimpan database para penderita.