Seorang PSK yang berjuang untuk dekriminalisasi prostitusi dan kecewa
Sabrinna Valisce berjuang untuk dekriminalisasi perdagangan seks saat menjadi pekerja seks komersial namun setelah hal itu tercapai dia malah
Pada usia 40 tahun, Valisce mendekati sebuah bordil di Wellington untuk mencari pekerjaan dan terkejut dengan yang dilihatnya.
"Dalam jam kerja pertama, saya melihat seorang perempuan yang kembali dari pekerjaan mendampingi yang menderita kepanikan- gemetaran, menangis, dan tak mampu berbicara. Resepsionis berteriak kepadanya agar kembali bekerja. Saya ambil barang-barang saya dan pergi."
Tak lama setelah itu dia mengatakan kepada pusat pemberdayaan tentang peristiwa yang sudah disaksikannya. "Apa yang akan kita lakukan untuk itu?" Apakah kita memiliki layanan untuk membantu?"
Dia 'sama sekali tidak diperdulikan' kenangnya dan akhirnya meninggalkan NZPC.
Pusat pekerja seks komersial itu adalah satu-satunya sumber dukungannya, sebuah tempat tujuan ketika tidak ada orang yang menghakiminya karena bekerja di perdagangan seks.
Ketika menjadi sukarelawan di tempat itulah, dia memulai perjalanannya untuk menjadi seorang 'abolisionis' atau yang menentang perbudakan.
"Salah satu tugas saya di NZPC adalah menyiapkan kliping koran. Ada satu yang saya baca: mengenai seseorang yang berbicara tentang menangis namun tidak mengetahui kenapa dan sampai mereka ke luar (dari perdagangan seks) baru mereka menyadari perasaan-perasaan yang dulu itu."
"Saya melewatinya selama beberapa tahun, saya tidak tahu apa yang terjadi kenapa perasaan saya seperti itu? Dan menyadari ketika membacanya: 'Ya Tuhan, itu saya."
Valisce tidak berpaling lagi.

Dia meninggalkan prostitusi awal tahun 2011 dan pindah ke Gold Coast di Queensland, Australia, mencari arah hidup yang baru namun bingung dan tertekan. Ketika tetangganya ingin merekrutnya ke dalam prostitusi lewat kamera komputer, dia menolak dengan sopan.
"Saya merasa ada stempel 'pelacur' di kening saya. Bagaimana dia tahu sampai bertanya kepada saya? Saya kini tahu bahwa menjadi perempuan adalah satu-satunya alasan," tutur Valisce.
Setelah itu tetangganya menyampaikan hinaan setiap kali melihat Valisce.
Dia mulai bertemu dengan para perempuan lewat internet, para feminis yang menentang dekriminalisasi dan menyebut diri sebagai 'abolisionis' -dengan pemikiran sebuah proyek percontohan yang sedang dipertimbangkan oleh komite di Kementerian Dalam Negeri Inggris, yaitu mengkriminalkan mucikari dan pembeli seks namun membebaskan orang yang menjadi pekerja seks.
Valisce kemudian mendirikan Feminis Radikal Australia dan diundang ke sebuah konferensi di Universitas Melbourne, tahun lalu. Konferensi itu merupakan acara 'abolisionis yang pernah berlangsung di Australia, yang sejumlah negara bagiannya sudah mensahkan rumah bordil.