Jumat, 3 Oktober 2025

Pilkada Serentak 2024

Diduga Kejar Jadwal Pelantikan, Pengamat Sebut MK Terburu-buru Tangani Sengketa Pilkada

Menurut pengamat kepemiluan Titi Anggraini, hal ini diduga berkaitan dengan jadwal pelantikan kepala daerah.

Tribunnews/Danang Triatmojo
SENGKETA PILKADA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengucapan putusan dismissal sengketa hasil Pilkada 2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2025). Proses persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai terlalu tergesa-gesa dalam menangani perkara pilkada. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proses persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai terlalu tergesa-gesa dalam menangani perkara pilkada.

Menurut pengamat kepemiluan Titi Anggraini, hal ini diduga berkaitan dengan jadwal pelantikan kepala daerah.

Baca juga: Sebut Revisi Tata Tertib DPR Berbahaya, Eks Hakim MK Aswanto: Pencopotan Seperti yang Saya Alami

Diketahui MK menerbitkan Peraturan MK (PMK) terbaru nomor 1 Tahun 2025 terkait jadwal penanganan perkara pilkada.

Dalam aturan tersebut, MK mengubah jadwal putusan dismissal yang semula akan dibacakan 13 Februari 2025 dipercepat menjadi 4 Februari 2025.

Baca juga: Gugatan Sengketa Pilgub di MK Banyak yang Gugur, Hanya 3 Daerah Lanjut ke Sidang Pembuktian

"Saya juga menduga MK tergesa-gesa karena ada pengaruh jadwal pelantikan dipercepat," kata Titi kepada wartawan, Sabtu (8/2/2025).

Padahal jadwal pelantikan kepala daerah seharusnya tak jadi soal yang membebani MK sehingga mengakibatkan perubahan jadwal persidangan.

Perubahan ini disebut Titi jadi berdampak. Terhadap ahli, misalnya, yang kini punya waktu lebih singkat untuk menyiapkan keterangan untuk disampaikan dalam persidangan.

"Akhirnya semuanya tahapan persidangan diubah, jadwal persidangan diubah, semua prosesnya sangat pendek, pemberitahuan jadwal sidang datang tengah malam," tuturnya.

"Saya misalnya, diminta sebagai ahli tanggal 5, saya harus menyiapkan semua keterangan, membaca berkas untuk tanggal 7. Itu tidak maksimal," ia menambahkan.

Titi menekankan, dalam menangani sebuah perkara, diperlukan waktu yang cukup untuk membaca dan memahami kasus secara utuh. Ke depan, hal ini harus menjadi perhatian agar proses penyelesaian sengketa pilkada tetap berjalan dengan baik tanpa mengorbankan hak pencari keadilan untuk mendapatkan persidangan yang layak dan memadai.

Ia menilai bahwa dalam situasi saat ini, durasi 60 hari untuk penyelesaian sengketa pilkada seharusnya lebih memungkinkan untuk direalisasikan.

Namun, MK justru mempercepat jadwal, yang seharusnya menjadi bahan kritik tersendiri. 

Kepala Biro Humas dan Protokol MK, Pan Mohamad Faiz menjelaskan, perubahan jadwal ini didasarkan pada prinsip persidangan speedy trial (contate justitie), sehingga perkara yang selesai diperiksa bisa langsung diumumkan.

Baca juga: MK Kandaskan Sengketa Paslon 01 Pilwalkot Blitar karena Lewati Tenggat Pengajuan

"Ini sesuai dengan prinsip persidangan, speedy trial, persidangannya cepat. Alhamdulillah Majelis Hakim ini bisa memeriksa dengan secara efisien dan efektif," kata Faiz saat ditemui di Gedung MK, Jakarta, Jumat (31/1/2025) malam.

Dalam prinsip persidangan, Faiz juga menyebut adanya adagium delayed justice denied justice yang memiliki makna keadilan yang tertunda berarti keadilan yang ditolak.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved