Angka Pertumbuhan Ekonomi 5,12 Persen Terkesan Terlalu Optimis, Ini Kata Ekonom
BPS mencatat konsumsi rumah tangga tumbuh 4,97 persen yoy, nyaris sama dengan kuartal I-2025.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai angka pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 sebesar 5,12 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) terlalu optimis.
"Kalau melihat data dan laporan yang kita punya, memang ada indikasi kuat bahwa angka pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2Q25 yang dirilis BPS terkesan terlalu optimistis dibandingkan sinyal pelemahan dari data high-frequency," katanya kepada Tribunnews, Sabtu (9/8/2025).
Berdasarkan rilis resmi BPS, lonjakan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dari 2,12 persen yoy di kuartal I-2025 menjadi 6,99 persen yoy adalah pendorong utama kenaikan PDB.
Baca juga: CELIOS Kirim Surat ke Badan Statistik PBB, Minta Audit Pertumbuhan Ekonomi yang Dirilis BPS
Menurut Josua, lonjakan seperti ini bersifat musiman dan berbasis proyek besar, sehingga tidak selalu mencerminkan tren permintaan domestik yang luas.
Lalu, BPS mencatat konsumsi rumah tangga tumbuh 4,97 persen yoy, nyaris sama dengan kuartal I-2025.
Namun, indikator bulanan justru memberi sinyal pelemahan.
Pertama, Consumer Confidence Index menunjukkan tren penurunan pada kuartal II-2025.
Kedua, indeks penjualan ritel sempat melonjak di Maret–Mei karena Lebaran, tetapi kemudian turun kembali ke 233,7 di Juli, mendekati level awal tahun.
Ketiga, penjualan mobil dan motor cenderung melemah dibandingkan puncaknya awal tahun, terutama setelah April.
Keempat, data PMI manufaktur S&P Global juga menunjukkan kontraksi empat bulan beruntun (Apr–Jul), dengan indeks 49,2 di Juli dan penurunan permintaan ekspor baru.
"Artinya, meskipun ada dorongan musiman pada periode libur panjang, tren konsumsi tidak sekuat yang diimplikasikan oleh angka tahunan," ujar Josua.
Berikutnya, ekspor barang dan jasa tumbuh 10,67 persen yoy di kuartal II-2025. Sebagian karena front-loading menjelang tarif balasan AS pada Agustus.
Josua menilai efek ini sifatnya one-off dan berpotensi hilang di kuartal berikutnya, apalagi PMI manufaktur global juga melemah.
Lalu, ia mengungkap profil kemiskinan BPS Maret 2025 memang membaik.
Namun, gini ratio sedikit menurun hanya tipis, menunjukkan daya beli kelompok menengah-bawah belum pulih kuat.
"Inflasi bahan makanan mulai naik lagi di Juli, yang bisa menekan konsumsi semester II," ucap Josua.
Secara teknis, Josua memandang angka 5,12 persen yoy memang sah menurut metodologi BPS.
Namun, sumber pertumbuhan sangat terkonsentrasi pada belanja modal pemerintah dan faktor musiman Lebaran.
Data high-frequency seperti indeks kepercayaan konsumen, penjualan ritel, penjualan kendaraan, dan PMI, memberi gambaran bahwa permintaan domestik struktural sedang melemah.
Maka dari itu, jika hanya mengandalkan indikator aktivitas bulanan dan tren permintaan riil, pertumbuhan riil yang dirasakan pelaku usaha dan rumah tangga kemungkinan lebih rendah dari angka BPS.
Josua menilai semestinya angka pertumbuhan ekonomi seperti perkiraan awal pihaknya, yaitu di kisaran 4,8 persen yoy.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
pertumbuhan ekonomi
Josua Pardede
Badan Pusat Statistik
SDG08-Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi
Anwar Abbas: Rakyat Butuh Fakta, Menkeu Purbaya Harus Buktikan Janji Ekonomi |
![]() |
---|
Dorong Pertumbuhan Ekonomi, Menkeu Purbaya Bakal Pindahkan Dana Rp 200 Triliun untuk Perbankan |
![]() |
---|
Kepercayaan Diri yang Berlebihan Menkeu Purbaya Bisa Bikin Ekonomi RI Karam: Ciptakan Kegaduhan |
![]() |
---|
Menteri Keuangan Purbaya Harus Visioner Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen |
![]() |
---|
Ekonom: Penyelenggara Negara Tak Amanah, Manfaat Pertumbuhan Ekonomi Tak Dirasakan Masyarakat Luas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.