Trump Terapkan Tarif Timbal Balik
Pemerintah Butuh Rp120 Triliun untuk Realisasikan Janji ke Trump Beli 50 Pesawat Boeing
RI harus merogoh anggaran sekitar Rp120 triliun untuk merealisasikan janji ke Pemerintah AS membeli 50 unit pesawat Boeing untuk Garuda.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto diperkirakan harus merogoh anggaran sekitar Rp120 triliun untuk merealisasikan janji ke Pemerintah Amerika Serikat membeli 50 unit pesawat Boeing untuk Garuda.
Janji membeli 50 unit Boeing tersebut merupakan bagian dari kesepakatan RI-AS tentang penurunan tarif impor produk RI ke AS dari 32 persen ke 19 persen.
Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta mengatakan, angka ini muncul dengan melihat harga rata-rata Boeing 737 MAX dan 787 Dreamliner di pasar global.
Menurut Achmad, harga pesawat Boeing saat ini berkisar antara 120 juta hingga 150 juta dolar AS per unit, lebih detail akan tergantung tipe pesawat yang akan dibeli dan konfigurasi.
"Maka pembelian 50 unit (pesawat) akan membutuhkan komitmen belanja sekitar US$ 6 miliar – US$ 7,5 miliar atau setara Rp 96 triliun hingga Rp 120 triliun," ungkap Achmad dalam keterangan tertulis seperti dikutip Kontan, Minggu (20/7/2025).
Jika dibandingkan, angka belanja ini setara dengan tiga kali lipat belanja modal Kementerian Perhubungan (Kemenhub) 2025 dan nyaris 20 persen APBN sektor infrastruktur transportasi nasional.
Achmad juga menyoroti kondisi keuangan Garuda Indonesia Grup yang menurutnya masih rapuh, meskipun sudah melalui restrukturisasi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Impor pesawat dari AS, mayoritas akan digarap oleh Garuda Indonesia Grup.
Sebelumnya, dalam catatan Kontan, Sekretaris Perusahaan Garuda Indonesia, Cahyadi Indrananto mengatakan, penambahan ini termasuk dalam langkah strategis perusahaan dalam pengembangkan armada.
Sebagai bagian dari langkah strategis jangka panjang perusahaan untuk penambahan armada menjadi sekitar 120 pesawat dan optimalisasi jaringan penerbangan hingga 100 rute dalam 5 tahun ke depan," jelasnya saat dikonfirmasi Kontan, Kamis (17/7/2025).
Kembali ke kondisi keuangan Garuda, Achmad bilang, saat ini ekuitas perusahaan masih bisa dibilang negatif. Arus kas operasional pun tipis dan sangat bergantung pada harga avtur, nilai tukar, dan load factor rute-rute utama.
Baca juga: Tarif Impor AS Jadi 19 Persen, Industri Tekstil Minta Pemerintah Harmonisasi Regulasi Perdagangan
"Utang baru untuk membeli armada ini berpotensi membawa Garuda masuk ke lingkaran setan leverage tinggi, beban bunga besar, dan risiko gagal bayar yang sama seperti sebelum krisis 2020," jelasnya.
Dia mengatakan, kondisi Garuda saat ini menuntut strategi kebangkitan yang lebih fundamental. Antara lain, dengan mengoptimalkan utilisasi armada yang ada.
Garuda juga perlu memperbaiki governance, menata ulang rute-rute profit center, memperkuat aliansi codeshare dan route sharing, serta restrukturisasi model bisnis kargo dan Low Cost Carrier (LCC).
Baca juga: Kelakar Prabowo soal Tarif Impor AS: Kalau Puas Ya 0 Persen
"Ini adalah langkah yang lebih realistis untuk membangun daya saing dan kepercayaan pasar," kata dia.
"Membeli armada jumbo tanpa kesiapan finansial yang kokoh dan governance yang sehat justru dapat menimbulkan krisis baru di masa depan," ujarnya.
Laporan Reporter: Sabrina Rhamadanty | Sumber: Kontan
Sumber: Kontan
Trump Terapkan Tarif Timbal Balik
Trump Merasa 'Ditampar' saat India, Rusia, dan China Lakukan Pertemuan, Langsung Beri Peringatan |
---|
Trump Tolak Tawaran Manis India: Tarif Nol Persen Tak Lagi Berarti, Sudah Terlambat! |
---|
Industri Otomotif Kehilangan 51.500 Lapangan Kerja Akibat Tekanan Tarif Dagang |
---|
Trump Murka, Siap Gugat ke Mahkamah Agung Usai Tarif Dagang Andalannya Dinyatakan Ilegal |
---|
Acuhkan Ancaman Tarif Trump, India Tingkatkan Ekspor Minyak dari Rusia |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.