Pemindahan Ibu Kota Negara
Akademisi: UU IKN Berpotensi Tutup Akses Ekonomi Warga dan Merusak Adat
Pengaturan hukum agraria sebaiknya tetap merujuk pada ketentuan yang sudah ada dalam sistem agraria nasional.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dosen Hukum dari Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Samarinda Erika Siluq berpendapat pengaturan hukum agraria sebaiknya tetap merujuk pada ketentuan yang sudah ada dalam sistem agraria nasional.
Ia menyebut ketentuan tersebut lebih diterima masyarakat dan mencerminkan nilai-nilai keadilan.
Erika menyampaikan pendapat tersebut dalam kapasitasnya sebagai ahli pada sidang lanjutan pengujian materi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (25/6/2025).
“Ketentuan tersebut lebih diterima oleh masyarakat secara umum dan lebih menganut prinsip keadilan, kemanfaatan dan penghormatan terhadap adat istiadat sebagaimana nilai luhur dan jati diri bangsa Indonesia,” ujar Erika di hadapan Majelis Hakim MK.
Menurut Erika, pengaturan jangka waktu hak atas tanah semestinya diseragamkan karena Indonesia merupakan negara republik yang menjamin kesetaraan bagi seluruh warganya.
Ia mengingatkan pemberian hak atas tanah dengan jangka waktu yang panjang dan luasan tertentu dapat berdampak negatif terhadap akses masyarakat dalam meningkatkan taraf ekonominya.
“Apabila diberikan dengan jumlah yang luas berpotensi mengakibatkan tertutupnya akses masyarakat terhadap hak untuk meningkatkan perekonomiannya yang tentu saja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 33 UUD 1945,” kata Erika.
Ahli lainnya, Salfius Seko yang merupakan pakar hukum dari Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, mengkritik ketentuan Hak Guna Usaha (HGU) yang dinilainya terlalu lama, yakni hingga 180 tahun.
Baca juga: Pemerintah: Meski Sudah Ada UU IKN dan UU DKJ, Selama Belum Ada Keppres, Jakarta Masih Ibu Kota
Menurut dia, hal itu dapat menghancurkan struktur kehidupan masyarakat adat, khususnya masyarakat Dayak.
“Jangka waktu Hak Guna Usaha (HGU) yang sedemikian lama akan menghancurkan seluruh sendi-sendi dan pilar dasar yang menjadi pondasi kehidupan masyarakat adat secara umum dan masyarakat adat Dayak secara khusus," ujarnya.
"Karena dengan lamanya investasi, maka kepentingan bersama akan direduksi oleh kepentingan individual,” ia menambahkan.
Sebagai informasi, sidang ini mempersoalkan Pasal 16A UU IKN dan Pasal 9 Perpres Nomor 75 Tahun 2024 karena dinilai memberikan jangka waktu hak atas tanah (HGU, HGB, dan Hak Pakai) yang terlalu lama.
Baca juga: UU IKN Disahkan, Pemerintah: Kita Tidak Istimewakan Investor
Selain itu, aturan tersebut juga tidak secara jelas menyebut siapa saja pihak yang berhak memiliki hak atas tanah di IKN, sehingga dikhawatirkan membuka peluang bagi pihak asing untuk menguasai lahan dalam jangka panjang.
Pemohon menilai hal ini bisa merugikan generasi mendatang.
Dalam petitum, MK diminta untuk menyatakan Pasal 16A UU IKN bertentangan dengan UUD 1945, atau setidaknya membatasi jangka waktu HGU dan Hak Pakai masing-masing maksimal 20 dan 25 tahun.
Pemindahan Ibu Kota Negara
Basuki Pastikan Pembangunan IKN Tidak akan Dihentikan Sementara: Prabowo Justru Minta Dipercepat |
---|
Keponakan Prabowo Minta Kabareskrim Tindak Dugaan TPPO Berujung Prostitusi di IKN |
---|
Lelang Proyek Pembangunan IKN Tahap 2 Awal Agustus 2025 |
---|
Kaesang Pangarep Dukung Wapres Gibran Berkantor di IKN hingga Papua |
---|
Wapres Gibran Tunggu Perintah Presiden Prabowo Soal Rencana Berkantor di IKN |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.