KTT 'Belt and Road' Hasilkan Rencana Jalur Sutra Udara dan Pembangunan Berkelanjutan
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Todotua Pasaribu mengatakan Indonesia memiliki potensi besar.
Anggota Dewan UNGC dan Ketua Xiamen Airlines, Zhao Dong menambahkan penerbangan sipil juga ikut berkontribusi dan berfungsi sebagai penghubung penting dalam jaringan konektivitas global.
Oleh karena itu, mempercepat pengembangan 'Jalur Sutra Udara' merupakan tugas penting dalam mempromosikan kerjasama Belt and Road Initiative (BRI) yang berkualitas tinggi.
Ia mengimbau lebih banyak perusahaan untuk bekerja sama dengan
Xiamen Airlines dalam memajukan kerjasama Belt and Road Initiative secara mendalam di era baru dan secara aktif menyelaraskan dengan Agenda 2030 PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan, dengan demikian membangun komunitas komitmen perusahaan bersama dengan upaya bersama untuk meningkatkan kerja sama internasional, memenuhi tanggung jawab sosial, dan mempromosikan pembangunan inklusif dalam membangun Belt and Road Initiative (BRI) yang berkualitas tinggi.
Sebagai salah satu hasil utama dari KTT tersebut Kepala
Kantor China untuk United Nations Global Compact, Liu Meng secara resmi mengumumkan peluncuran laporan berjudul “Transition Finance for Sustainable Development of Traditional Industries”, atas nama UNGC Belt and Road Initiative (BRI) Action Platform.
Laporan tersebut dikembangkan bersama dengan Lianhe Equator Environment Impact Assessment dan bertujuan untuk mengeksplorasi peran penting dari transition finance dalam mempromosikan transformasi hijau dan rendah karbon pada industri tradisional, dan memberikan rekomendasi kebijakan dan referensi praktis untuk mempercepat pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
"KTT ini tidak hanya berfungsi sebagai platform internasional utama, tetapi juga menandai babak baru yang signifikan dalam mendorong kolaborasi praktis, lintas batas, dan lintas sektor. Sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi nasional, bisnis memainkan peran penting dalam memajukan kerjasama Belt and Road Initiative yang berkualitas tinggi tidak hanya sebagai pelaksana, tetapi juga sebagai penerima manfaat dan pendukung kepercayaan dan kolaborasi global," ujarnya.
Tahun 2025 menandai peringatan 75 tahun hubungan diplomatik antara China dan Indonesia serta peringatan 70 tahun Konferensi Bandung. Dengan latar belakang bersejarah ini, perwakilan tingkat tinggi dari berbagai perusahaan terkemuka China dan internasional, termasuk Huayou Cobalt, GEM, GCL Group, Yingke Law Firm, ZAN Group, VIVO, JA Solar, Tencent dan FinVolution bersama-sama meluncurkan sembilan inisiatif utama.
Inisiatif ini mencakup berbagai bidang fokus yakni inovasi teknologi rendah karbon dan kolaborasi internasional, transisi energi hijau, pemberdayaan UKM, pendidikan berbasis teknologi, integritas dan kepatuhan perusahaan, pembangunan pedesaan berkelanjutan, rantai nilai yang bertanggung jawab dalam mineral hijau dan energi terbarukan, inovasi global dalam pengobatan tradisional, dan pengembangan masyarakat yang inklusif dan berkelanjutan.
KTT tersebut juga meluncurkan “Jaringan Aksi Komunitas Korporat
China-Indonesia untuk mempercepat SDGs”, “Inisiatif Aliansi Tenaga Surya Berkelanjutan Global (GSSA) untuk mempercepat Transisi Energi”, “Menuju Pembangunan Ekosistem Bisnis Internasional yang Bersih dan Transparan: Inisiatif Integritas dan Kepatuhan untuk Investasi Korporat di bawah Kerangka Kerja Belt and Road Initiative” dan “Perusahaan Pengobatan Tradisional Membangun Belt and Road Bersama"
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Todotua Pasaribu mengatakan Indonesia memiliki potensi besar di bidang energi hijau diantaranya solar(matahari), angin dan geothermal.
Namun potensi yang besar tersebut kata Todotua tidak dibarengi dengan pertumbuhan investasi dan ekonomi yang besar karena masalah teknologi yang belum mumpuni di Tanah Air.
Karenanya yang menjadi salah satu topik pembicaraan dengan beberapa perusahaan China adalah soal partner teknologi, sebab itu sangat dibutuhkan.
"Kita butuh partner teknologi untuk tumbuh, apalagi kebutuhan kita atas energi terutama green energy sangat besar apalagi tren global sudah melakukan itu semua, sudah kampanye green energy," kata Todotua.
China lanjut Todotua juga sudah memiliki komitmen yang besar mengenai energi hijau.
Mereka sudah melakukan transisi energi dari PLTU ke green energy. Komitmen tersebut lanjutnya serupa dengan apa yang diinginkan Indonesia.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
Belt and Road Initiative
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
Sekretaris Jenderal PBB
Li Junhua
Todotua Pasaribu
SDG01-Tanpa Kemiskinan
Investasi Sektor Maritim Tembus Rp 136,3 Triliun Sepanjang Kuartal I 2025 |
![]() |
---|
RI Bidik Investasi di 9 Sektor, Mulai dari Kelanjutan Pembangunan IKN Hingga Pendidikan Vokasi |
![]() |
---|
Indonesia Ingin China Jadi Partner Teknologi untuk Kembangkan Energi Hijau |
![]() |
---|
Tiga Investasi Besar-besaran China di Indonesia: Smelter Nikel, Manufaktur dan Energi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.