Ekonomi Lesu, Pemerintah Diminta Genjot Belanja APBN dan Konsumsi Domestik di Kuartal II 2025
Fundamental perekonomian domestik terus dibayangi perlambatan pertumbuhan karena tertekannya daya beli masyarakat kelas menengah dan bawah.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Institut Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI Institute) menilai pelemahan pertumbuhan ekonomi kuartal-I 2025 sebesar 4,87 persen dibandingkan 5,11 persen pada kuartal-I 2024 disebabkan oleh perlambatan konsumsi domestik, lemahnya belanja pemerintah, dan diperparah dengan tekanan eksternal tarif resiprokal AS.
Chairman ALFI Institute, Yukki Nugrahawan Hanafi menilai pertumbuhan ekonomi kuartal-I 2025 masih resilien meskipun terdapat indikasi perlambatan pada pertumbuhan ekonomi. “Meskipun terdapat tekanan dan indikasi perlambatan pertumbuhan, namun pencapaian pertumbuhan kuartal-I ini masih pada kisaran target 4,7 persen-5,5% sesuai target pertumbuhan pemerintah tahun 2025," ujarnya.
Sepanjang kuartal-I 2025 juga banyak pencapaian positif ditengah tekanan yang membuat ekonomi Indonesia tetap tangguh, seperti realisasi investasi yang naik 15,9 persen yoy dan akselerasi percepatan program MBG sebagai bantalan konsumsi domestik.
Baca juga: Ketua Fraksi Gerindra DPR Budisatrio Djiwandono Ajak Publik Percaya pada Kekuatan Ekonomi Nasional
Sebagai informasi, BKPM merilis data realisasi investasi pada tahun 2025 mencapai Rp465,2 triliun atau tumbuh dibandingkan kuartal-I tahun 2024 sebesar Rp401,5 triliun. Selain itu, program MBG telah menjangkau 82,9 juta penerima dan membuka 54.000 lapangan kerja baru hingga bulan April 2025.
Yukki melanjutkan, fundamental perekonomian domestik terus dibayangi perlambatan pertumbuhan karena tertekannya daya beli masyarakat kelas menengah dan bawah, efisiensi belanja pemerintah yang turut memangkas pembangunan infrastruktur, serta terbatasnya ruang fiskal saat ini.
“Jika dilihat secara struktur PDB Indonesia, maka faktor konsumsi domestik memainkan peran sekitar 55 persen kontribusi, baru disusul oleh belanja pemerintah sekitar 15 persen. Kami mendorong agar pemerintah terus memperkuat konsumsi domestik dengan berbagai insentif bagi kelas menengah seperti stimulus belanja di UMKM, membuka lapangan kerja pada industri manufaktur, serta juga melakukan serapan belanja pemerintah yang dapat menggairahkan ekonomi," tambah Yukki.
Riset yang dilakukan CORE Indonesia akhir April 2025 lalu menemukan serangkaian faktor yang menunjukan pelemahan pada konsumsi domestik, termasuk indikator pelemahan Indeks Penjualan Riil yang melemah pada level 1 persen, tingkat deflasi bahkan menjelang hari raya Ramadan, serta penurunan mobilitas orang pada masa liburan.
“Faktor konsumsi domestik Indonesia merupakan keunggulan yang dimiliki dibandingkan negara lain. Dengan pasar dan jumlah kelas menengah yang konsumtif, pemerintah perlu mendorong agar ada katalis yang meningkatkan daya beli masyarakat ditengah tekanan eksternal yang penuh ketidakpastian," ujar Yukki.(tribunnews/fin)
Kemenperin Tingkatkan Kualitas SDM Industri Kelapa Sawit untuk Perkuat Industri Hilir |
![]() |
---|
Airlangga: Kesepakatan Percepatan IEU-CEPA Jadi Game Changer Pertumbuhan Ekonomi |
![]() |
---|
APBN 2026 Disahkan, Ini Daftar Anggaran yang Alami Kenaikan |
![]() |
---|
DPR Sahkan APBN 2026 Senilai Rp 3.842 Triliun |
![]() |
---|
Ketua Badan Anggaran DPR Optimistis Purbaya Bisa Longgarkan Kebijakan Ekonomi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.