Persaingan Ketat Bisnis Bakpia: Menjaga Tradisi Legendaris di Tengah Gempuran Inovasi
Di tengah ketatnya persaingan bisnis kuliner terutama bakpia di Yogyakarta, produsen dituntut harus mau berinovasi mempertahankan tradisi legendaris
Sistem penjualannya juga lebih fleksibel, dengan sistem pre-order dan pengiriman langsung ke pelanggan.
Produksinya pun lebih efisien.
Setiap akhir pekan, ia meningkatkan stok karena permintaan lebih tinggi.
“Biasanya produksi 1 resep 10 kg bisa jadi 50 dus. Kalau libur panjang, bisa dua kali lipat. Jadi kami menyesuaikan permintaan,” katanya.
Seiring meningkatnya permintaan, Joni menghadapi berbagai kendala.
Produksi manual mulai terasa melelahkan.
"Dulu, adonan diuleni pakai tangan, oven juga kecil, jadi nggak bisa produksi dalam jumlah banyak," kenangnya.
Selain itu, persaingan di industri bakpia juga semakin ketat. Inovasi varian rasa mulai bermunculan, dari bakpia isi cokelat, keju, hingga bakpia kukus yang mulai menarik perhatian konsumen.
Melihat peluang yang lebih besar, Joni menyadari bahwa ia harus meningkatkan kapasitas produksinya.
Namun, modal menjadi kendala.
Beruntung, saat itu ada program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BRI yang menawarkan pinjaman bagi pelaku usaha kecil.
Dengan modal Rp10 juta, Joni membeli mesin penggiling adonan dan peralatan lain yang lebih modern.
Usaha Joni juga semakin digital berkat digitalisasi yang ia terapkan.
Tak lupa ia melayani pembayaran cashless atau nontunai untuk pelanggan.
Fasilitas tersebut juga sejalan dengan program digitalisasi BRI untuk UMKM, yakni penggunaan QRIS singkatan dari Quick Response Code Indonesian Standard, yaitu standar kode QR untuk pembayaran digital di Indonesia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.