Konflik Suriah
Runtuhnya Rezim Assad di Suriah Guncang Pasar Minyak, Harga WTI Diproyeksi Anjlok ke Level Terendah
Penggulingan rezim Assad telah menciptakan kekosongan kekuasaan, dengan berbagai kelompok yang berlomba-lomba untuk menguasai negara ini.
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Runtuhnya kekuasaan rezim Bashar al-Assad yang telah memimpin Suriah lebih dari 50 tahun berpotensi mengguncang pasar minyak, hingga membuat harga minyak jenis WTI diproyeksi anjlok ke level terendah.
Penggulingan kekuasaan ini terjadi setelah Pemberontak Suriah yang dipimpin kelompok kelompok Islamis Hayat Tahrir al-Sham (HTS) sukses merebut kota-kota besar di Suriah dari cengkraman rezim Assad dalam kurun waktu kurang dari dua minggu.
Konflik tersebut semakin memanas pasca Aleppo dikuasai, HTS perlahan masuk ke Hama pada 3 Desember kemudian menguasai kota Homs dan merebut Damaskus 8 Desember.
Pemimpin Hay'at Tahrir Al-Sham (HTS), Abu Mohammed Al-Jolani mengungkap ada 2 tujuan utama mengapa para pemberontak menggulingkan pemerintahan Bashar Al Assad.
Baca juga: Hancurkan Patung Hafez di Damaskus, Rakyat Suriah Turun ke Jalan Rayakan Kejatuhan Rezim al-Assad
Pertama untuk menciptakan pemerintahan yang didasarkan pada lembaga dan dewan yang dipilih oleh rakyat. Kedua, menerapkan praktik islam yang tidak brutal. Ini lantaran beberapa praktik Islam ekstrem yang diterapkan presiden Bashar Al Assad telah menciptakan “perpecahan” antara HTS dan kelompok jihad.
Pasca pasukan pemberontak memasuki kota Damaskus, Presiden Suriah Bashar Al Assad dilaporkan melarikan diri. Pemerintah Suriah belum mengkonfirmasi kepergian Assad, tetapi menurut badan pemantau perang Syrian Observatory for Human Rights ia terbang ke luar negeri menuju ke Rusia.
Penggulingan rezim Assad telah menciptakan kekosongan kekuasaan, dengan berbagai kelompok yang berlomba-lomba untuk menguasai negara ini.
Termasuk Israel yang baru-baru ini dilaporkan menyerang depot minyak Suriah, meningkatkan kemungkinan terjadinya lebih banyak pergolakan dan kekerasan.
Ketegangan ini lantas menambah tekanan bagi para investor, memperparah kerugian pasar minyak yang sebelumnya telah amblas secara teoritis dengan kemungkinan kerugian 1 mb/day.
Terlebih pada Kamis pekan lalu, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, memutuskan untuk menunda dimulainya kenaikan produksi minyak selama tiga bulan hingga April dan memperpanjang penghentian penuh pemotongan produksi selama satu tahun hingga akhir tahun 2026.
Dengan demikian, mungkin akan ada penurunan dukungan untuk harga minyak dalam jangka pendek. Dalam kasus ini, premi WTI dapat turun 10 dolar per barel hingga harganya dipatok turun di bawah 60 dolar AS mengutip dari Forbes.
Meningkatkan kekhawatiran investor terhadap kesehatan ekonomi Suriah sebagai importir minyak mentah terbesar di dunia, hingga mereka kompak melakukan wait and see.
Konflik Suriah
Suriah Siapkan Pemilu Parlemen Pertama Pasca Jatuhnya Rezim Assad, Digelar September Tahun Ini |
---|
Israel Meriang, Turki akan Beli 40 Jet Tempur Eurofighter Typhoon dari Jerman |
---|
Tiga Percobaan Pembunuhan Presiden Suriah Ahmed Al-Sharaa dalam 7 Bulan, Upaya Terakhir Paling Nekat |
---|
Prancis, Inggris, dan Jepang Sambut Baik Gencatan Senjata di Suwayda, Suriah |
---|
Arti Larangan Minum Kopi Bagi Suku-Suku Suriah, Genderang Perang Bagi Druze yang Dilindungi Israel |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.