Konflik Suriah
Suriah Siapkan Pemilu Parlemen Pertama Pasca Jatuhnya Rezim Assad, Digelar September Tahun Ini
Suriah kini bersiap menggelar pemilihan parlemen pertamanya di bawah kepemimpinan baru antara tanggal 15-20 September 2025
TRIBUNNEWS.COM - Pada Desember lalu, rezim Bashar al-Assad yang telah memerintah Suriah hampir selama 25 tahun runtuh setelah serangan kilat oleh kelompok pemberontak.
Kepergian Assad ke Rusia menandai berakhirnya rezim Partai Baath yang telah berkuasa sejak 1963.
Setelah masa transisi, Suriah kini bersiap menggelar pemilihan parlemen pertamanya di bawah kepemimpinan baru antara tanggal 15-20 September 2025, dikutip dari Anadolu Ajansi.
Pemilu ini menjadi tonggak penting bagi pemerintahan transisi yang dipimpin oleh Presiden sementara Ahmad Al-Sharaa, yang dibentuk pada Januari lalu.
Komite Pemilihan Tinggi, yang dibentuk berdasarkan dekrit Sharaa pada Juni, tengah melakukan persiapan intensif untuk menyukseskan proses pemilihan yang akan melibatkan seluruh provinsi di negara tersebut.
Ketua Komite Tinggi untuk Pemilihan Majelis Rakyat, Mohammed Taha al-Ahmad menjelaskan bahwa pemilu ini akan memperluas jumlah kursi di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari 150 menjadi 210.
Dari jumlah tersebut, sepertiganya, yakni 70 kursi, akan langsung ditunjuk oleh Presiden, sementara sisanya diperebutkan melalui pemilihan umum.
Penentuan kursi berdasarkan data sensus penduduk tahun 2011 akan memastikan distribusi kursi yang lebih merata sesuai populasi di berbagai provinsi.
Salah satu hal yang menjadi perhatian utama adalah pembentukan badan-badan pemilihan di tingkat provinsi yang akan bertugas mengelola proses pemilu.
Menurut Hassan al-Daghim, anggota komite pemilu, setiap provinsi akan memiliki dewan elektoral yang mengatur pemilihan kursi secara lokal, memberi kesempatan bagi pemimpin masyarakat dan intelektual setempat untuk berpartisipasi dalam pemerintahan.
Presiden Sharaa menegaskan pentingnya pemilu dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Suriah tanpa adanya pembagian wilayah yang bisa memicu perpecahan.
Ia juga menolak keras keterlibatan individu yang mendukung penjahat perang atau mempromosikan sektarianisme dan pemisahan, sebagai upaya menjaga persatuan bangsa.
Selain itu, pemilu ini dirancang dengan standar transparansi yang tinggi.
Baca juga: Tiga Percobaan Pembunuhan Presiden Suriah Ahmed Al-Sharaa dalam 7 Bulan, Upaya Terakhir Paling Nekat
Prosesnya akan terbuka bagi pengawasan masyarakat sipil dan organisasi internasional, dengan Komite Pemilihan Tinggi yang bertanggung jawab memastikan integritas pemilu dan memberikan ruang bagi setiap pihak untuk menantang daftar kandidat maupun hasil akhir pemungutan suara.
Penting pula dicatat bahwa perempuan akan memiliki peran signifikan dalam penyelenggaraan pemilu, dengan sedikitnya 20 persen keterwakilan di badan pemilihan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.