Jumat, 3 Oktober 2025

Hartati Diadili

Yusril: Hartati Murdaya Korban Tumpang Tindih Peraturan

Ahli Hukum Tata Negara Profesor Dr Yusril Ihza Mahendra mamandang pengusaha Hartati Murdaya merupakan korban dari tumpang-tindih berbagai

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-inlihat foto Yusril: Hartati Murdaya Korban Tumpang Tindih Peraturan
TRIBUN/DANY PERMANA
Terdakwa kasus dugaan suap kepengurusan hak guna usaha perkebunan kelapa sawit Kab. Buol Hartati Murdaya (kiri) menjalani persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi ahli, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (3/1/2013). Pemilik PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) dan PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM) tersebut didakwa 5 tahun penjara karena diduga menyuap Bupati Buol, Amran Batalipu. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Hukum Tata Negara Profesor Dr Yusril Ihza Mahendra mamandang pengusaha Hartati Murdaya merupakan korban dari tumpang-tindih berbagai peraturan perundangan, yang menempatkan warga negara dalam posisi serba salah.

Hal itu kata Yusril, berkaitan dengan kedudukan Hartati dalam memberikan sumbangan kepada Bupati Buol, Amran Batalipu, yang tengah mencalonkan diri kembali.

"(Memberi sumbangan) dalam hal incumbent posisi pengusaha itu susah. Dikasih salah, tidak dikasih salah. Kalau dalam konteks seperti ini, hukum harus menerapkan yang adil," kata Yusril saat memberikan keterangan ahli untuk perkara terdakwa Hartati Murdaya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/1/2013).

Menurutnya, negara tidak mungkin berdiri tanpa peran pengusaha. Tapi, harus diakui bahwa melihat perilaku politik banyak pengusaha yang melakukan kecurangan. Seperti juga, banyak politisi yang tidak menipu.

"Tinggal sebatas mana kita memberikan toleransi. Yang harus diberikan saat ini, adalah sungguh-sungguh kebijaksanaan," ujarnya.

Terkait dengan niat pengusaha memberikan sumbangan kepada incumbent, Yusril menjawab bahwa undang-undang tentang Pilkada menyatakan seseorang atau badan usaha itu sah memberikan sumbangan sampai batas tertentu. Besaran sumbangan itu harus dilaporkan. 

Kendati begitu, jika kemudian ditemukan adanya sumbangan yang melampaui batas maksimum maka harus disesuaikan dengan batasan itu. 

"Batas sumbangan Pilkada badan usaha itu diatur Undang-Undang Rp 350 juta. Jika ada sumbangan misalnya Rp 400 juta, yah harus disesuaikan dikurangi besarannya menjadi Rp 350 juta. Jangan lantas karena memberikan sumbangan melebihi batas maksimum di pidanakan. Bisa penuh penjara kalau semuanya harus dipidanakan," terangnya.

Saat dicecar Jaksa KPK soal apakah ada niat lain dibalik pemberian sumbangan itu dibenarkan? Yusril menjawab norma itu sifatnya zahir (yang terlihat), sedangkan yang batin itu tidak bisa diatur dalam undang-undang. 

"Norma Undang-Undang itu dalam penyelenggaraan pilkada itu, tiap calon berhak menerima sumbangan. Pertanyaannya itu ikhlas atau tidak? Orang memberi sumbangan itu boleh ada apa-apanya, tapi itu wajar saja. Kata tolong dibantu itu tidak melanggar Undang-Undang karena itu urusan batin," imbuhnya.

Klik:

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved