Tribunners / Citizen Journalism
MBG Antara 'Sudah Tapi Belum'
Program MBG dilanda krisis: ribuan anak keracunan, dapur fiktif terungkap, akuntabilitas BGN dipertanyakan publik.
Editor:
Glery Lazuardi
Yogen Sogen
- Kader Muda PDI Perjuangan
- Juru Bicara Muda Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud pada Pilpres 2024
Profil Singkat
Nama lengkap: Yoseph SK Sogen
Nama panggilan: Yogen Sogen
Asal: Flores Timur, Nusa Tenggara Timur
Pendidikan: Pascasarjana Ilmu Pemerintahan di STIPAN; lulusan Universitas Pakuan, Bogor
Aktivitas: Konsultan, aktivis, dan penggerak komunikasi politik
TRIBUNNEWS.COM - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kini terperangkap dalam pusaran kemelut yang kompleks dan secara fundamental menggugat kelihaian Badan Gizi Nasional (BGN) dalam menerapkan prinsip-prinsip Good Governance.
Program yang sedianya menjadi solusi gizi nasional justru menjadi sumber masalah yang mencerminkan kegamangan antara kerangka kerja yang sudah ada dan implementasi di lapangan.
Krisis MBG telah mencapai titik nadir etika publik dengan beragam insiden keracunan massal yang terus meningkat, sementara di sisi lain ada upaya pelepasan tanggung jawab hukum dari pihak penyelenggara.
Ini adalah kedaruratan mutlak pada prinsip kualitas, efektivitas, dan responsivitas dalam kacamata Good Governance.
Di sisi lain, publik terus memantau perkembangan MBG ini, apakah sengkarut masalah ini mampu teratasi sebagaimana mestinya, atau tetap berada dalam baying-bayang polemik keracunan massal dan persoalan lain dalam perjalanan MBG yang menyedot keuangan negara.
Ketimpangan Data dan Kelalaian Kualitas
Data terbaru dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat hingga September 2025, lebih dari 5.360 anak di berbagai wilayah di Indonesia dilaporkan mengalami keracunan setelah mengonsumsi menu MBG.
Data berbeda dipaparkan oleh Koordinator Nasional JPPI (Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia), Ubaid Matraji, pada temuannya terdapat 6.452 angka keracunan akibat MBG dalam rapat di DPR RI.
Adapun angka ini termasuk penambahan 1.092 kasus per 21 September 2025.
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga menyoroti persoalan serius pada kualitas makanan.
Temuan KPAI per April-Agustus 2025, sebanyak 583 anak pernah menerima menu MBG dalam kondisi rusak hingga beraroma tidak sedap atau basi.
Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, menegaskan pihaknya telah melakukan pengawasan dan investigasi selama 9 bulan terakhir sejak MBG diluncurkan.
Hasilnya, KPAI mencatat 5.165 peristiwa dugaan keracunan. KPAI bahkan menyebut, ada kecenderungan setiap SPPG baru di daerah kerap menimbulkan kasus.
KPAI menegaskan, kejadian ini dilatari oleh minimnya kepatuhan terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) di dapur SPPG. Banyak pengelola dapur merupakan fresh graduate dengan pelatihan singkat, dan belum memiliki pengalaman dalam manajemen keamanan pangan.
Sementara, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana (Senin, 22/9/2025) membeberkan data yang timpang dengan menyebut, total dari seluruh wilayah, ada sekitar 4.700 porsi makan yang menimbulkan gangguan kesehatan terhadap anak.
BGN mangakui dan menyesesalkan indisen ini. Angka tersebut berdasarkan total 1 miliar porsi MBG yang telah disalurkan sejak awal 2025.
Berbagai suguhan angka kasus yang terus melonjak ini, melenting melampaui data sebelumnya, menunjukkan bahwa BGN gagal merespons secara memadai terhadap kasus-kasus ini.
Insiden-insiden keracunan ini tersebar luas, dari Sulawesi Tengah, Jawa Barat, hingga Nusa Tenggara Timur. Salah satu kasus terbesar terjadi di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, pada Rabu, 17 September 2025, di mana 314 siswa dari SD hingga SMA diduga menjadi korban keracunan massal.
Lemahnya Kontrol dan Pelepasan Tanggung Jawab Hukum
Sebuah program gizi yang menyebabkan lonjakan ribuan kasus keracunan secara sistematis telah gagal total dalam fungsi dasarnya.
Makanan yang seharusnya menyehatkan generasi bangsa kini menjelma ancaman, mempertas sebuah ironi tragis yang menggusur tujuan mulia program tersebut.
Berulangnya keracunan massal, bahkan setelah mendapat sorotan media dan peringatan keras dari publik, mengindikasikan tidak adanya pengawasan kualitas dan higienitas yang memadai pada rantai pasok dan dapur SPPG. Ini adalah kegagalan Manajemen Risiko BGN yang sangat serius.
Upaya pelepasan tanggung jawab oleh penyelenggara adalah puncak dari kegagalan Good Governance. Beredarnya surat pernyataan berkop Kementerian Agama (Kemenag) Brebes dari MTsN 2 Brebes menjadi bukti nyata atas tindakan “cuci tangan” atas pertanggungjawaban etis.
Dalam surat tersebut, orang tua siswa diminta menandatangani kesepakatan untuk menanggung risiko secara pribadi dan tidak menuntut secara hukum pihak sekolah maupun panitia penyelenggara apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, termasuk keracunan, reaksi alergi, hingga ketidakcocokan makanan.
Surat pernyataan yang meminta wali murid menanggung risiko keracunan secara pribadi, adalah upaya penghindaran akuntabilitas yang terang-terangan dan melanggar etika publik. Secara prinsipil, akuntabilitas mewajibkan pihak penyelenggara (BGN dan mitranya) untuk bertanggung jawab penuh atas kualitas layanan.
Pelepasan tanggung jawab ini menciptakan preseden buruk dan melemahkan kepercayaan publik terhadap program negara yang membebani keuangan negara, yang seharusnya bisa dialihkan ke program lain yang lebih berkeadilan, seperti upah para guru yang lebih berharga dari 3 dus mi instan.
Permintaan untuk melepaskan hak menuntut secara hukum tersebut menunjukkan adanya ketidakpercayaan internal terhadap kualitas program itu sendiri.
Surat semacam ini bertentangan dengan prinsip Supremasi Hukum, di mana setiap warga negara berhak mencari keadilan atas kerugian yang dideritanya akibat kelalaian pihak lain.
Dapur Fiktif dan Serapan Anggaran Loyo
Krisis kualitas ini diperparah oleh dua masalah tata kelola lainnya yang menjadi catatan serius di tingkatan legislatif dan publik luas. Integritas data dipertanyakan dan serapan anggaran yang lamban, hingga menjadi catatan serius di tataran lembaga legislatif dan eksekutif.
Integritas MBG yang dinarasikan baik-baik saja kemudian runtuh oleh temuan DPR RI.
Anggota Komisi IX DPR RI, Sahidin, mengungkapkan secara eksplisit dalam keterangannya yang dikutip berbagai media pada Jumat, 19 September 2025, mengungkap, dari sekitar delapan ribu SPPG yang ditetapkan BGN, “lima ribu di antaranya tidak jelas keberadaannya.”
DPR memangdang, temuan yang disajikan BGN kepada parlemen terbukti tidak akurat, menciptakan fiksi mayoritas dalam basis data operasional program. Ini adalah kegagalan fatal dalam transparansi yang merusak kredibilitas BGN serta mempersulit fungsi pengawasan di level legislatif.
Lebih lanjut, pengakuan BGN bahwa titik dapur fiktif adalah SPPG dengan “progres pembangunan nol persen” yang sudah terdaftar sebagai mitra menunjukkan kelemahan sistem yang memungkinkan entitas non-eksisten lolos verifikasi awal. Inilah sengkarut tata kelola MBG yang dibahasakan “sudah tapi belum.”
Publik perlu menelisik secara jernih anggaran ini, sebab dampak langsung dari data fiktif adalah serapan anggaran MBG yang rendah. Dana yang dialokasikan untuk 5.000 titik fiktif secara otomatis tidak dapat terserap. Masalah ini menciptakan inefisiensi perencanaan yang masif.
Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti masalah ini dan menuntut Kepala BGN Dadan untuk menjelaskan realisasi anggaran secara bulanan langsung kepada publik jika serapan buruk. Ini adalah penegasan bahwa kegagalan BGN dalam Akuntabilitas internal telah memicu intervensi eksternal, memaksa BGN untuk mempercepat penyelesaian masalah data demi menjamin Efisiensi belanja yang valid.
Dalam tataran konseptual, kerangka Good Governance telah dipersiapkan, mulai dari prosedur verifikasi, mekanisme pengawasan legislatif (DPR) dan fiskal (Menkeu) berfungsi, serta diperkuat oleh perintah pencegahan keracunan dari Presiden Prabowo.
Namun, integritas data belum ditegakkan (5.000 fiktif), efisiensi anggaran belum tercapai, yang menjadi kegelisahan Menkeu, Purbaya Sadewa akibat serapan loyo, keselamatan publik belum terjamin (menimbulkan 5.360 korban keracunan) dan pelepasan tanggung jawab seperti surat pernyataan di MTsN 2 Brebes.
Krisis ini menegaskan bahwa BGN tidak memiliki kapasitas Good Governance yang memadai untuk mengelola program sebesar MBG yang menguras energi serta APBN. Padahal, perdebatannya bukan lagi pada ketiadaan aturan, melainkan pada tanggung jawab, lemahnya supremasi hukum, dan rendahnya political will yang tegas dalam mengimplementasikan dan mengawasi prosedur secara jujur, tanggung jawab dan berkeadilan.
Penegakan Hukum dan Penjaminan Kualitas adalah Kunci
Program MBG, dalam kondisi ini, bisa dikatakan telah gagal memenuhi tujuan dasarnya. Kegagalan tiga dimensi ini (fiktif, lambat, dan keracunan) memerlukan tindakan segera dan tegas berbasis Good Governance.
Pertama, BGN harus segera menghentikan upaya pelepasan tanggung jawab (seperti yang dilakukan MTsN 2 Brebes) dan secara proaktif menyerahkan temuan 5.000 titik fiktif dan kasus keracunan massal kepada aparat penegak hukum (APH). Kasus ini memerlukan investigasi pidana atas dugaan pemalsuan data dan kelalaian yang membahayakan nyawa generasi bangsa.
Kedua, BGN wajib bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, BPOM serta lembaga independen lain yang berintegritas serta bebas intervensi untuk menerapkan audit pengendalian mutu MBG yang ketat di seluruh SPPG riil, tercatat dan telah beroperasi.
Tidak ada toleransi terhadap kegagalan keamanan pangan, karena ini menyangkut nyawa generasi bangsa.
Ketiga, Kepala BGN harus menggunakan forum publik seperti yang diminta Menkeu untuk memublikasikan kemajuan dalam penyelesaian kasus fiktif, realisasi anggaran yang berbasis data riil, dan langkah-langkah konkret pencegahan keracunan untuk mengembalikan kepercayaan publik
Dari beberapa poin tersebut, MBG harus segera bergerak dari kegamangan “sudah tapi belum” yang terus meresahkan.
Tanpa penegakan akuntabilitas dan supremasi hukum yang tegas terhadap pemalsuan data dan kelalaian yang mengancam nyawa anak-anak bangsa, program mulia ini akan dikenang dalam sejarah bangsa sebagai kegagalan tata kelola yang tragis.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
5 Populer Regional: 301 Siswa Keracunan MBG di KBB - Profil Kades Cimanggis Gelar Khitanan Mewah |
![]() |
---|
Pimpinan Komisi IX DPR Minta Tim Investigasi Keracunan Makan Bergizi Gratis Libatkan Unsur Sipil |
![]() |
---|
Ada Ribuan Kasus Keracunan, Puan hingga Said Abdullah Minta Pemerintah Evaluasi Total Program MBG |
![]() |
---|
Polemik Dapur MBG di DPR, Charles Honoris: Siapa Pun Boleh Ikut Asal Profesional |
![]() |
---|
Temuan Ulat di Menu Makan Bergizi Gratis di Pamekasan, Kepala Sekolah Buka Suara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.