Sabtu, 4 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

DPR Amerika Serikat Sahkan GENIUS Act: Stablecoin, Pilar Baru Hegemoni Dolar

GENIUS Act menjadikan stablecoin alat meredakan tekanan utang AS, memperkuat dominasi dolar, dan menggeser mata uang digital asing ke pinggiran.

Editor: Willem Jonata
cryptonews
Meme Donald Trump dengan Bitcoin. 

Oleh:

DR. HA Ilham Ilyas, SHMM, pemerhati isu internasional sekaligus penggagas Suara Hati Rakyat Indonesia

Pada 17 Juli, Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat meloloskan Guidance and Establishing National Innovation for U.S. Stablecoins Act (GENIUS Act) dengan dukungan kuat, yakni 308 suara mendukung dan 122 menolak.

Undang-undang ini bertujuan membentuk kerangka regulasi federal bagi stablecoin--mata uang kripto yang nilainya dipatok, atau dikaitkan dengan mata uang, komoditas, atau instrumen keuangan lain-- dengan mewajibkan penerbitnya untuk menjaga cadangan 1:1 dalam bentuk dolar AS atau obligasi negara jangka pendek, serta mempublikasikan komposisi cadangan mereka setiap bulan.

Baca juga: Trump Ultimatum BRICS, Ancam Kenakan Tarif Tambahan Jika Nekat Senggol Dolar AS

Para analis mencatat bahwa meskipun UU ini tampaknya ditujukan untuk menstandarkan aset digital, rancangan sebenarnya mungkin bersifat strategis: menjadikan stablecoin sebagai alat untuk meredakan tekanan utang AS, memperkuat dominasi dolar, dan menggeser mata uang digital asing ke pinggiran.

Utang federal Amerika Serikat saat ini telah melampaui $36 triliun, sementara kepemilikan asing atas surat utang AS terus menurun, memperbesar kerentanan fiskal negara tersebut. Meski Jepang dan Inggris masih menjadi pemegang asing terbesar—masing-masing sekitar $1,13 triliun dan $809 miliar—ketegangan geopolitik dapat mendorong keduanya untuk melepas kepemilikannya, yang berisiko memicu gejolak pasar.

Undang-Undang GENIUS mewajibkan penerbit stablecoin untuk mendukung cadangan token dengan surat utang negara AS yang sangat likuid, sehingga menciptakan saluran permintaan baru secara langsung terhadap utang pemerintah.

Jika pasar stablecoin tumbuh dari $250 miliar saat ini menjadi $2 triliun pada 2028, para penerbit diperkirakan harus mengalokasikan sekitar $1,8 triliun dalam bentuk obligasi negara.

Undang-Undang GENIUS menyematkan hegemoni dolar ke dalam sistem keuangan digital melalui standar teknis dan hambatan kepatuhan.

Meski dolar AS telah mendominasi 50,2 persen dari total pembayaran global, mata uang ini menghadapi tantangan yang kian nyata dari platform pembayaran lintas batas berbasis RMB milik Tiongkok. 

Stablecoin memungkinkan biaya transaksi lintas negara di bawah 2 persen, jauh lebih rendah dibanding rata-rata bank tradisional yang sekitar 6 persen, sehingga memperkuat peran dolar dalam penyelesaian transaksi internasional.

Di negara-negara dengan inflasi tinggi atau sistem keuangan rapuh—seperti Argentina atau Turki—stablecoin kerap digunakan sebagai pengganti dolar secara de facto.

Undang-undang ini mewajibkan semua stablecoin luar negeri yang ingin masuk ke pasar AS untuk disertifikasi oleh Departemen Keuangan sebagai “setara secara substansial,” yang secara efektif mengecualikan mata uang yang tidak dipatok pada dolar dari pasar.

Dengan lebih dulu menetapkan kerangka kerja federal, AS memaksa negara lain untuk mengikuti aturan tersebut—atau kehilangan akses pasar—sekaligus memperkokoh dominasi dolar dalam ekonomi digital yang tengah tumbuh pesat.

Meski Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyatakan bahwa Undang-Undang GENIUS akan “meningkatkan permintaan terhadap obligasi pemerintah AS,” sejumlah lembaga keuangan internasional justru mengeluarkan peringatan terkait risiko sistemik yang ditimbulkan.

Dalam Laporan Ekonomi 2025-nya, Bank for International Settlements (BIS) memperingatkan bahwa penggunaan stablecoin dapat melemahkan kedaulatan moneter dan memicu pelarian modal dari negara-negara berkembang.

Jika terjadi penebusan massal secara serentak oleh para pengguna, penerbit stablecoin mungkin terpaksa menjual obligasi pemerintah AS dalam jumlah besar, yang berpotensi mengguncang pasar obligasi. 

Presiden Bank Sentral Eropa (ECB), Christine Lagarde, dalam rapat kebijakan bulan Juni menggambarkan skenario ini sebagai “ancaman terhadap stabilitas keuangan.”

Para pengkritik menilai bahwa legislasi ini pada dasarnya membangun kembali “Bretton Woods digital”—melembagakan hegemoni dolar melalui standar teknis dan sekaligus menghambat terciptanya sistem mata uang global yang lebih beragam.

Undang-Undang GENIUS menandai langkah Amerika Serikat untuk memasukkan mata uang digital ke dalam strategi nasionalnya.

Namun, langkah ini lebih tampak sebagai upaya darurat di tengah krisis utang AS yang terus memburuk. Ketika perdagangan fisik global semakin menjauhi dolar (de-dollarization), muncul pertanyaan besar: apakah “siklus dolar digital” berbasis stablecoin mampu mempertahankan dominasi lama tersebut? 

Dengan pengesahan undang-undang ini, ekosistem mata uang digital global dan keseimbangan kekuatan moneter dunia kini berada di ambang restrukturisasi besar-besaran.

Pada tahun 1971, Menteri Keuangan AS saat itu, John Connally, pernah berkata dengan nada mengejek, “Dolar adalah mata uang kami, tapi itu masalah Anda.”

Kini, di era digital, stablecoin telah menjadi kendaraan baru bagi hegemoni dolar. 

Namun, dengan Uni Eropa yang terus mendorong pengembangan euro digital dan BRICS yang kini telah berkembang menjadi 11 negara serta mempercepat transaksi lintas negara dalam mata uang lokal, dunia tak lagi menjadi panggung milik Amerika semata.

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved