Senin, 29 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Konflik Iran Vs Israel

Menanti Peran ASEAN sebagai Pelopor Perdamaian Dunia di Tengah Konflik Iran dan Israel

ASEAN memang bukan kekuatan militer, tapi ASEAN memiliki kekuatan moral dan legitimasi netralitas.

Freepik
ILUSTRASI PETA ASEAN - Gambar dari Freepik, Selasa (1/7/2025). ASEAN berada pada posisi strategis sebagai kawasan negara-negara non-blok yang bisa menawarkan jalur diplomasi perdamaian. 

Oleh: Siti Sayamah 
Mahasiswa magister hubungan internasional Universitas Paramadina Jakarta

TRIBUNNERS - Perang antara Iran dan Israel, yang ditandai dengan eskalasi serangan rudal dan keterlibatan Amerika Serikat kian membahayakan stabilitas keamanan global. Meskipun konflik ini berpusat di Timur Tengah, namun dampaknya telah meluas hingga kawasan Indo Pasifik.

Terganggunya keamanan energi, tersendatnya rantai pasokan global dan dinamika diplomasi kawasan. Situasi dunia yang semakin terpolarisasi, ASEAN berada pada posisi strategis sebagai kawasan negara-negara non-blok yang bisa menawarkan jalur diplomasi perdamaian.

Konflik Israel-Iran bukan hanya sekedar perseteruan dua negara, namun telah membawa ketegangan global yang melibatkan negara-negara besar di antaranya Amerika Serikat, Rusia dan China. Sebelumnya, 15 April 2024 Word Bank telah memperingatkan menurut laporan Middle East and North Africa Economic Update bahwa konflik meningkatkan resiko pertumbuhan ekonomi rata-rata melambat di negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara serta hutang meningkat, dan ketidakpastian menyebar, memperkeruh iklim investasi serta pemulihan pasca-pandemi. 

Hal tersebut semakin valid ketika Iran di tengah konflik mengancam akan menutup Selat Hormuz. Sebagaimana diketahui bahwa selat Hormuz berada di antara Teluk Persia dan Laut Arab merupakan bagian dari kawasan negara Iran. Selat ini adalah rute pelayaran paling vital di dunia karena menjadi satu-satunya jalur keluar masuk kapal tanker minyak dari teluk Persia.

Oleh karena itu, jika selat Hormuz ini benar ditutup, maka dampaknya sangat fatal terhadap global, yakni negara-negara yang bergantung suplai energi minyak dan gas seperti China yang status importir minyak terbesar dunia, krisis energi akan menghambat industrinya dan memicu inflasi dan Jepang sebagai negara yang tidak punya sumber daya energi sendiri hampir 90 persen minyak diimpor dari timur Tengah akan langsung menghadapi krisis energi. 

Terjadinya permasalahan inflasi dan krisis energi dari salah satu negara tersebut akan berdampak terhadap negara-negara yang bergantung terhadap hubungan bisnis dengan keduanya termasuk negara-negara ASEAN tidak terkecuali Indonesia.

Konflik ini bukan persoalan hanya perang Israel-Iran yang jauh di sana, akan tetapi dampaknya bisa langsung dirasakan negara-negara di ASEAN. Organisasi ASEAN selama ini terlalu berhati-hati dalam permasalahan konflik di Timur Tengah, apakah karena menjunjung prinsip non-intervensi dan konsensus? Sebagaimana diketahui prinsip non-intervensi dan konsensus ini mengedepankan musyawarah dan kesepakatan bersama dalam pengambilan keputusan.

Kritik terhadap pendekatan ini tidak sedikit, tetapi dalam konteks konflik global yang terjadi saat ini, meskipun netral akan tetapi tidaklah pasif. Seperti Negara Indonesia yang berstatus non-blok, namun berpegangan teguh dengan nilai-nilai perdamaian yang ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, "Bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan."

Spirit pembukaan UUD 45 di atas harus memposisikan aktif negara Indonesia untuk bergerak menuju perdamaian, seperti yang telah di sampaikan oleh Mantan Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa, yang konsisten mendorong diplomasi aktif ASEAN di panggung dunia. Pertanyaannya, apa yang bisa ditawarkan ASEAN dalam andil perdamaian dunia?

1. Menginisiasi Forum Dialog Perdamaian ASEAN

ASEAN dapat mengusulkan pembentukan Forum Dialog Perdamaian ASEAN, semacam platform diplomasi jalur kedua (Track II Diplomacy) yang mempertemukan akademisi, tokoh agama, dan masyarakat sipil dari Iran dan Israel. ASEAN memiliki rekam jejak dalam diplomasi informal yang bisa dimaksimalkan sebagai jembatan komunikasi.

2. Bermitra dengan Organisasi Global

Dengan menjalin kerjasama dengan organisasi global seperti  PBB, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), dan Uni Eropa dapat memperkuat upaya gencatan senjata dan pembentukan koridor kemanusiaan. ASEAN yang tidak memihak dan memiliki hubungan baik dengan berbagai blok kekuatan dunia, bisa memainkan peran sebagai penengah netral.

3. Memperkuat Peran Indonesia sebagai Pemimpin Diplomasi

Halaman
12

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan