Senin, 29 September 2025

Blog Tribunners

Jiwa Abadi Soekarno

Jiwa Bung Karno dan semangat Sutasoma bersatu: pengorbanan demi bangsa, Bhinneka Tunggal Ika, dan makna sejati Pancasila.

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Glery Lazuardi
Istimewa
I WAYAN SUDIRTA - Anggota Komisi III DPR Fraksi PDI Perjuangan, Dr. I Wayan Sudirta, SH., MH, 

Jiwa Abadi Soekarno

Oleh: Dr. I Wayan Sudirta, SH., MH.
Anggota Komisi III DPR Fraksi PDI Perjuangan

TRIBUNNEWS.COM, - Dalam kisah Sutasoma digambarkan bahwa para dewa seperti Brahma, Wisnu, dan Iswara sering menjelma menjadi raja-raja di dunia.

Kini di zaman Kaliyuga, Sri Jinapati (Buddha) turun ke bumi untuk meredakan kemarahan Kala.

Sutasoma, putra Raja Mahaketu dari Hastina dan keturunan Pandawa, yang juga merupakan titisan Sri Jinapati, memilih meninggalkan kehidupan istana. Ia menjadi seorang pertapa dan menjalani hidup spiritual.

Suatu hari, para pertapa diganggu oleh Porusada, raja raksasa pemakan daging manusia. Mereka memohon bantuan Sutasoma untuk membunuh raksasa itu, tetapi ia menolak.

Setelah mencapai kemanunggalan dengan Buddha Wairocana melalui olah spiritualnya, Sutasoma akhirnya kembali ke istana dan dinobatkan sebagai Raja Hastina.

Sementara itu, Porusada yang menderita sakit parah di kakinya, bernazar akan mempersembahkan seratus raja sebagai santapan Batara Kala jika ia sembuh.

Namun, Sutasoma bersedia mengorbankan dirinya untuk disantap Kala, asalkan seratus raja itu dibebaskan. Kerelaan ini sangat menyentuh hati Kala, dan bahkan Porusada pun terharu.

Dewa Siwa, yang selama ini menitis dalam tubuh Porusada, akhirnya meninggalkan raksasa itu. Ia menyadari bahwa Sutasoma adalah Buddha sendiri. 

Dari sinilah lahir filosofi: "Mangka Jinatwa lawan Siwatatwa tunggal, Bhinneka Tunggal Ika, tan hana dharma mangrwa" yang berarti Hakikat Buddha dan hakikat Siwa adalah satu, berbeda dalam perwujudan luarnya (eksoteris) tetapi secara mendalam (esoteris) adalah sama. Tidak ada dualisme dalam kebenaran agama.

Istilah Pancasila yang juga ditemukan dalam karya Mpu Tantular ini, sejatinya berakar pada lima hukum moral ajaran Buddhis. Seperti yang diungkapkan, "Pancasila ya gegen den teki away lupa" yang berarti "Pancasila harus dipegang teguh jangan sampai dilupakan."

Salah satu sila dari Pancasila Buddhis adalah larangan untuk membunuh sesama makhluk hidup ("Panapati vermanai sikkapadam samadiyami").

Prinsip inilah yang kiranya menjiwai kisah pengorbanan Sutasoma dan, di kemudian hari, menginspirasi pilihan moral Bung Karno untuk rela dirinya sendiri "tenggelam" demi menjaga keutuhan bangsa dan negara yang sangat dicintainya.

Spiritualitas Bung Karno

Halaman
1234

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan