Tribunners / Citizen Journalism
Tambang Nikel di Raja Ampat
Menakar Ketegasan Negara di Kawasan Raja Ampat
Langkah cepat pemerintah cabut 4 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Raja Ampat, sinyal positif bahwa negara tidak tunduk pada kepentingan ekonomi.
Editor:
Theresia Felisiani
Menakar Ketegasan Negara di Kawasan Raja Ampat
Oleh: Dr. I Wayan Sudirta, SH, MH
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan
TRIBUNNEWS.COM - Belakangan perhatian bangsa tertuju pada kerusakan lingkungan di Raja Ampat di tanah Papua yang ramai di media massa terutama di media sosial terkait dengan unggahan Greenpeace terkait kekhawatiran kerusakan lingkungan.
Polemik tersebut sangat mengagetkan masyarakat dimana Raja Ampat merupakan kawasan wisata utama internasional (Global Geopark) dan termasuk dalam Kawasan Strategis Nasional Konservasi (KSKK) sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Raja Ampat.
Seperti diketahui bahwa terdapat gerakan atau diskursus mengenai upaya pelestarian kawasan pariwisata Raja Ampat, Papua Barat Daya yang merupakan rumah bagi 75 persen spesies karang dunia dan ribuan spesies endemik melalui gerakan seperti #save raja ampat.
Polemik terjadi ketika banyak aktivis lingkungan dan konservasi seperti salah satunya Greenpeace menyatakan kekhawatirannya yakni bahwa terhadap eksplorasi dan pertambangan nikel di kawasan tersebut yang kemudian merusak kecantikan kawasan wisata di Raja Ampat yang sangat terkenal dan diakui dunia.
Pemerintah selanjutnya memberi penjelasan kontra-naratif bahwa kegiatan pertambangan yang ada sebenarnya bukan berada di daerah wisata atau konservasi seperti Pianemo yang menjadi ikon wisata Raja Ampat atau berada jauh dari lokasi pertambangan.
Namun kemudian Pemerintah (melalui beberapa Kementerian, yakni Kementerian ESDM, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Lingkungan Hidup) juga mempertimbangkan polemik ini, sebelum akhirnya Presiden Prabowo mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari empat dari lima perusahaan yang memiliki IUP di kawasan tersebut.
Baca juga: Bongkar Mafia Tambang di Raja Ampat, Said Didu Minta Jokowi hingga Bahlil Tanggung Jawab
Langkah cepat pemerintah mencabut empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya, sebenarnya merupakan sinyal positif bahwa negara tidak tunduk pada kepentingan ekonomi semata.
Di tengah meningkatnya kesadaran publik terhadap pelestarian lingkungan dan ekologi, keputusan ini menjadi bukti bahwa Pemerintah bersedia meninjau ulang kebijakan yang berpotensi merusak keanekaragaman hayati.
Namun demikian, langkah korektif ini menyimpan sejumlah persoalan serius terkait tata kelola perizinan, kejelasan langkah hukum, hingga kepastian berinvestasi.
Jika tidak dibenahi secara sistemik, keputusan pencabutan izin bisa menciptakan preseden yang kontra-produktif bagi pembangunan jangka panjang dan menurunkan kepercayaan terhadap institusi negara. Publik juga bertanya-tanya apa yang kemudian menjadi ketegasan sikap negara terhadap permasalahan ini.
Raja Ampat: Surga Ekologi Dunia
Seperti telah banyak digali di berbagai sumber, Raja Ampat merupakan kawasan strategis nasional yang memiliki posisi ekologis dan geopolitik penting. Kawasan ini berada di jantung segitiga terumbu karang dunia, dengan keanekaragaman hayati laut yang tertinggi di muka bumi.
Tercatat lebih dari 1.600 spesies ikan karang, 540 jenis karang keras, dan ratusan spesies moluska dan biota laut lainnya hidup di kawasan ini. Tidak heran jika Raja Ampat dianggap sebagai laboratorium alam dunia yang harus dijaga bersama.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.